Kitsune 3

838 51 1
                                    

Author POV

   Akito mencoba menahan Nura. Keempat pilar kini mengeluarkan rantai berwarna putih. Rantai pengekang itu dikendalikan oleh Haru. Tubuh Nura mengeluarkan kao berwarna putih bercampur hitam. Ia memberontak saat rantai pengekang terlilit di tubunya.

"Ada apa ini?" ucap Akito sambil tetap mengerakkan tanganya sama seperti saat Inabi mengendalikan Nura.

"Kitsune mencoba untuk mengambil alih tubuh Nura."

   Badan Akito menegang seketika. Dia khawatir akan kondisi Nura. Yang bisa ia lakukan hanya mendoakan kekasihnya tersebut.

"Berjuanglah Nura," batin Akito.
-
-
-
Nura POV

  Aku seperti terlempar tapi tidak merasakan sakit. Ketika membuka mata tubuhku masih dalam genggaman Kitsune. Sebisa mungkin aku mencoba melepaskan diri, namun nihil. Tubuhku semakin melemah.

"Lepaskan aku!" ucapku lemah.

"Lepaskan aku!" ucapku lagi tapi,  Kitsune malah tersenyum tipis.

"Lepaskan aku Kiki."

  Seketika Kitsune melonggarkan genggaman.  Matanya terlihat ingin berbicara, tetapi seperti ada hal yang menahannya. Aku mendorong jari-jari Kitsune untuk melepaskan diri. Tubuhku terjatuh keras ke tanah saat berhasil lolos.

"Apa dia ingat dengan nama yang diberikan ibuku?" batinku.

  Tiba-tiba saja matanya kembali menatap tajam. Dia kembali menyerang. Aku hanya bisa menggulingkan badan ke kanan dan ke kiri karena,  tubuh yang masih lemah. Kitsune meraung keras sehingga,  aku terdorong ke belakang membentur tembok. Dari bibirnya terlihat kepuasaan.

  Kitsune mendekat membuat tanah yang  dipijak retak membentuk cekungan dalam. Banyak hal yang ingin aku katakan pada Akito. Banyak hal yang ingin dilakukan bersama Yuki dan Toshi. Banyak hal yang ingin dia tahu dari Ayahnya. Tapi, mungkin semua itu hanya impian belaka.

  Saat Kitsune tinggal beberapa langkah lagi dari posisi Nura. Kalung pemberian Akito bersinar terang menyinari seluruh ruangan. Kitsune terlihat menyipitkan matanya. Cahaya berwarna abu-abu membentuk tornado yang kemudian menyerang Kitsune. Kitsune mencoba untuk menguatkan kaki-kakinya menahan serangan Nura. Namun, karena tornado itu begitu kencang tubuh besar Kitsune terpental kebelakang.

  Saat di perhatikan lekat-lekat aku baru menyadari bahwa itu bukan cahaya tapi, kao. Aku berdiri dengan merabah tembok. Kitsune tampak terkapar lemas. Nafasnya tidak teratur. Aku berjalan tertatih mendekat kearah Kitsune.

"Aku menang," ucapku.

"Itu bukan kaomu."

"Memang bukan kaoku. Itu milik partnerku sekaligus kekasihku."

   Sesekali tubuhku sempoyongan namun, aku tetap berjalan menuju kearahnya.

"Apa kau sama sekali tidak mengingat ibuku?"

"Sudah aku bilang aku sama sekali tidak peduli dengan ibumu!"

"Hahaha... Kau sepertinya memang tidak mengingatnya. Padahal dulu kau pernah berteman dengannya, walaupun aku hanya melihat beberapa memorimu, tapi aku bisa merasakan dari tatapanmu bahwa kau menyayangi ibu."

"Hentikan!"

  Aku  berusaha untuk mengingatkannya tentang dia dan ibu. Tubuhku yang sudah mencapai batas akhirnya terjatuh tepat di depan kepala Kitsune. Bulunya yang lembut dapat aku rasakan.

"Kiki," ucapku sambil memeluk kepala Kitsune.

  Sempat dia meraung keras ingin meronta. Beberapa detik kemudian ia menghentikan raungannya dan menutup mata. Dia meraung kecil dan menyundulkan kepala ke aku pelan. Sepertinya raungan itu menandakan ia bisa menerimaku.

"Kau sudah mengingatnya?"

"Sudah, terima kasih. Kau memang seperti Yuna, cantik dan pemberani."

  Dia membuka mata. Kedua mata yang berwarna merah menyala berubah menjadi biru laut. Aku merasa itu adalah mata aslinya. Mata yang sejak lama dia miliki. Meskipun aku tidak menggunakan kao, aku bisa merasakan bahwa kao kegelapan itu menghilang.

"Apa kau tidak takut denganku? Aku benar-benar bisa membunuhmu tadi,"

"Jujur saja pertama kali aku memang takut dengamu, tapi ternyata kau tidak seburuk yang aku kira," ucapku tersenyum.

"Buruk?! Ya sudahlah terkadang saat mengaca aku merasa takut dengan diriku sendiri."

"Kaca? Hahaha apa di sini ada kaca? Kau aneh."

"Kau lihat kaca yang berada di sana?" ucap Kitsune menunjuk dengan kukunya.

  Aku menolehkan kepala kearah tunjukan Kitsune. Kaca dengan ukiran kayu dipinggirannya terpajang di tembok. Sejak pertarungan tadi aku tidak menyadari bahwa ada kaca di dekat tembok sebelah kiri.

"Kitsune boleh aku memanggilmu Kiki?"

"Tentu."

"Apa kau mau membantuku mengalahkan Darkmoon?"

"Pasti. Aku akan membantumu. Darkmoon telah membuatku melawan Yuna dan dia juga yang berani memanfaatkanku."

"Baguslah, tapi jika aku ingin berbicara denganmu bagaimana caranya. Apa harus menggunakan lingkaran sihir terlebih dahulu?"

"Tidak perlu. Kau cukup konsentrasi dan kau akan berada di sini."

  Rasa nyaman aku rasakan saat bersama Kitsune. Auranya lebih hangat dari pada tadi. Aku kembali memeluk Kitsune dan tenggelam dalam bulu lebatnya.
-
-
-
-
-
Vote dan Comment ya guys....

Battle The World (completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang