Piip piip piip. Bunyi alarm jam yang menampilkan pukul lima pagi, juga tanggalan
Sabtu. Tanggal 8 April.
Aku segera terbangun dan duduk di atas kasur. Berkedip-kedip lalu mengucek mata. Hoahm.. menguap dan meregakan badan.
Sungguh, setelah pernah merasakan koma. Lalu seminggu lebih, diam telentang di kasur plus keadaan alat gerak sakit. Kemudian kembali lagi karena insiden kecil. Akhirnya pulang lalu tidur di kamar sendiri merupakan nikmat yang tak terkira.
"Selamat pagi, komputer, buku, kamera, ponsel, jendela, kasur, rice cooker, tongkat!"
Apakah terlalu terlambat kalau aku baru merasa kamar kos ini kepenuhan barang? Beberapa bahkan sudah tidak kubutuhkan. Hey aku masih bisa membela diri. Soalnya, bahkan di hari tenang sepekan ini, aku masih saja riwa-riwi kesana-kemari untuk bimbel dan lain-lain. Datang kesini hanya untuk tidur.
Huh, semoga sudah cukup. Akhir pekan ini aku akan sedikit bersantai, relaksasi diri.
Dalam perjalanan ke wc untuk mandi pagi, tiba-tiba ponsel berbunyi. Ada notifikasi pesan dari tiga orang dan satu grup. Lalu ada tanda di suatu foto. Juga pemberitahuan unggahan album baru. Aku pun menaruh handuk di kursi, lalu menyalakan komputer.
Menunggu komputer menyala, aku mengecek pesan-pesan di ponsel tadi. Rupanya Aini mengirimkan tautan tentang kamera baru. Aku semangat membukanya.
"Kecepatannya bisa sampai dua puluh foto per detik lho! Ukuran maksimal, terus tanpa loading." ujarnya kedengaran tak kalah semangat.
"Wow, keren banget. Kapan nih kita punya yang kaya gini? Hehe." padahal aku saja belum begitu paham kontrol manual.
Kamera di atas meja pun kuambil. Belum terlambat bagiku untuk coba mendalami pengaturannya. Di album kamera itu, banyak foto-foto tidak jelas yang tak lain percobaanku menemukan sudut pandang.
Berkali-kali klik 'next', muncul gambar bunga. Ah, Aini yang memotret ini. Waktu itu dia mencontohkan cara foto objek dekat yang bagus. Setelah itu, ada foto aku riwa-riwi cari subjek menarik, katanya itu jenis candid. Akhirnya, ada foto selfie kami berdua..
Jeng jeng jeng! Akhirnya komputer sudah menyala. Kamera dan ponsel pun kutaruh, lalu mengakses sosial media.
"Wah, Tyas upload album foto baru. Rajin banget dia, mau ujian gini masih aja.."
Namun sungguh mengejutkan, kali ini bukan tentang bermain-main bersama gengnya. Latarnya itu suatu aula besar penuh kursi, dan ada panggung beserta podium di bagian depan. Dari banner dekat panggung, rupanya itu acara seminar.
Aku tahu pembicara yang ada di foto, beliau adalah tokoh wanita yang sukses. Kisahnya terkenal dan mampu memotivasi banyak orang. Dan tampaknya, penuh harap dan semoga, Tyas juga. Ada foto dia berkaca-kaca di atas panggung, berpelukan dengan sang pembicara.
"Hai, Yas. Apa kabar? Lagi tobat nih ye?"
"Hahaha, apaan sih, Dik. Iyadeh iya, aku sadar besok lusa kita ujian. Untung aja aku belum telat ya!"
Aku bersyukur berkali-kali. Akhirnya dia diberi jalan pulang dari ketersesatan selama ini. "Lebih baik terlambat dari pada nggak sama sekali ya kan?"
Nyengir-nyengir sendiri di depan terpaan cahaya layar komputer.
Ohiya, ternyata masih ada satu pemberitahuan yang belum kubuka. Klik. Kedua mata menyipit. Kenapa aku ditandai di foto makanan ini? Buatku bingung sejenak. Baru kemudian melihat, siapa yang menandai.
"Ooh Dwi. Dan, caption fotonya itu resep toh."
Melihat gambar masakan-masakan yang menggiurkan, tangan kiriku refleks mengambil roti, lalu margarin, dan tak lupa meses cokelat.
"Wah, bisa dicoba nih, Dek," balasku di kolom komentar.
"Iya, Kak. Mas Ryan juga udah janji nanti habis UN mau bantuin bikin."
"Wihh siap siap."
"Jangan lupa nyicipin ya, Kak!"
***
Hari itu terasa, sibuk. Bolak-balik pindah situs, pindah komputer-ponsel-kamera, pindah lawan bicara. Untung sempat sarapan. Jadi tidak terasa.Tentu menyenangkan punya banyak teman. Apalagi teman-teman yang serasi, menarik, dan menyenangkan. Tapi kok, rasanya malah kelupaan hal-hal lainnya ya? Mana prioritas mana sekunder mana tersier. Apa bisa yang utama itu, banyak sekaligus? Hm.
Piip piip piip. Bunyi alarm jam yang kusetel untuk waktunya belajar, yaitu pukul dua belas siang. "Apa? Udah tengah hari?! Dan aku bahkan belum mandi!"
...
Akhirnya aku masuk ke area hujan lokal, mulai membasahi wajah, lalu bahu, dan mengalir hingga ujung tumit. Simulasi rintik ringannya tak kalah ampuh dengan gerimis betulan. Beberapa detik awal, menggigil karena dingin air, selanjutnya.. karena beku ingatan.
Noda yang terlihat di tubuh, dengan sabun saja belum tentu bisa terbasuh bersih. Apalagi serangkaian reaksi kimia dari syaraf ingatan yang terjadi karena acuan suatu kejadian. Tak tampak. Tak tersentuh.
Rupanya, iya.. benakku terlalu penuh akhir-akhir ini, dan aku terlambat menyadarinya. Semua menuntut diurus. Memaksa tidak peduli urutan skala prioritas. Membuatku.. lupa yang paling utama.
Kamu.
Bukan begitu?
...
Memang betul pengakuan orang-orang. Waktu di kamar mandi itu dihabiskan 10% bersih badan, 20% bernyanyi, dan 70% melamun.
Setelah keadaan segar bugar. Aku mengerjakan beberapa soal simulasi UN. Kemudian, tidur siang sebentar. Mengingat nanti, yaitu malam Minggu, ada janjian.
***
Aku menaruh sepeda di tempat penitipan. Sejenak memandang mengitari area. Kemudian menemukan dua orang melambaikan tangan-tangannya.
"Hai, Ra. Hai, Yan! Hari ini alun-alun ramai juga ya." sapaku saat bertemu di tempat janjian.
"Iya nih. Kayanya nggak cuma kita deh yang kepikiran buat seneng-seneng sebelum ujian besok."
"Bener tuh. Lihat deh, ada temen-temen kita. Ada Andre, Rika, sama Nyanya disana," tunjuk Ryan.
"Eh, ini juga ada Bella sama Alissa. Halo." lanjutnya tiba-tiba.
"Hai temen-temen!" tegurmu.
Membawa serdadu pikiran dan pilihan yang telah kulaku, karenamu. Menghantam lebih keras dari kendaraan roda dua di jalan waktu itu. Karena aku terus sadar, terpaku dalam kondisi berjuta rasa. Bukannya langsung jatuh tersungkur di aspal dan pingsan seketika.
Oh tidak! Kenapa aku harus sebingung ini, tinggal sehari sebelum ujian?!
KAMU SEDANG MEMBACA
Case Scenarios
RomanceSerial mimpi seorang pemimpi dan usahanya untuk mencapai mimpi tersebut. Dengan cara, bangun.