Janji dan Bukti

0 0 0
                                    

Dua minggu berlalu cepat. Mas Jaka punya rencana yang hebat! Dan aku sendiri semangat jadi bagian di dalamnya. Walau ya, cuma jadi pemeran pembantu.

"Sekali lagi terimakasih, Dik. Aku udah tahu apa yang bakal aku lakuin," begitu bunyi pesan tiba-tiba dari Tyas. Tampak mengenai puisi yang kuberikan padanya. Kuterima saat membeli jajan bersama Kira.

"Selalu sedia mendukung!" balasku. Kirim.

Kira mengambil salah satu sampel keripik. "Ah, jajanan disini emang paling enak. Terus murah. Nggak perlu deh yang bermerek terkenal-terkenal banget... Eh, siapa tuh, Dik?" Dia melirik ke layar ponselku.

"Biasa, Tyas. Bukan apa-apa.."

Ooh. "Yaudah Mas aku beli yang ini sama yang itu, masing-masing seperempat kilo aja," kata Kira pada si penjual.

"Wih, makan besar beneran nih. Jadi nanti malam kamu sama temen-temen kos mau ada, semacam pesta gitu?"

"Iyaa, yang waktu itu aku kasih tahu. Pokoknya malam bagi para gadis untuk bersenang-senang deh."

Hmm ya, apalah. Nginep bareng, perang bantal, nobar drama korea. Terserah deh mereka mau apa, laki-laki mana paham. Pokoknya, pas, momen bersama Kira untuk hari ini sudah terbayar. Nanti malam bisa fokus pada Mas Jaka.

***

Dengan gaya kasual, kaos pendek dan celana kain. Aku mengajak Kak Alda makan, seperti biasa. Jadi ada restoran kecil baru di area sekitar kampus, pinggir jalan besar, dan kebetulan menu andalannya adalah mie goreng.

"Haha pinter juga kamu Dek, nraktir disini pas mumpung ada promo ya?"

"Kakak tahu aja deh," aku berpura-pura menggaruk kepala, seakan alibiku terungkap. Padahal rencana ini tidak sedangkal itu lho.

Dua porsi mie goreng sambal spesial terhidang di atas meja kayu. Kemudian es susu, untuk meredakan rasa pedas nanti. Mata Kak Alda sudah berapi-api menatapnya, siap menyantap.

"Fyuhh pedes banget, mantep, Dika.."

"Iya nih, aduh, perut Dika jadi agak mules.. permisi ke kamar mandi dulu ya.." bruk. Aku bangun terburu-buru, membentur meja. Aduh.

Seiring aku berjalan, terdengar komentar lirih Kak Alda. Ada ada aja deh, yang ngajak siapa yang bermasalah siapa..

Yes. Buatku itu berhasil. Semuanya hanya kekonyolan adik-adik, tidak ada yang mencurigakan.. dengan kesempatan itu aku mengalihkan tujuan, sedikit ke samping, ke arah pintu keluar. Mengecek situasi.

"Situasi aman terkendali, Mas!" ujarku lewat telfon.

"Sip, ulur waktu sebentar lagi ya. Aku masih otw habis beli bunganya."

Blarr! Tut. Setelah terdengar suara motor klasik dinyalakan, telfon diputus. Baiklah, tinggal menunggu pesan, lalu aku dan Kak Alda akan keluar dari restoran ini. Untuk menemui Mas Jaka. Dengan, apapun kejutannya.

Kedengaran terlalu bertele-tele memang. Tapi, daripada di waktu malam seperti ini, minta bertemu tanpa alasan yang jelas, lalu mengajak pergi ke pinggir jalan. Hmm, bagaimana tidak mencurigakan. Dan tambahan. Aku jadi dapet makan gratis, sebenarnya uang yang kupakai traktir punya Mas Jaka, hehe.

Bahkan aku jadi kelihatan lebih 'dermawan' di hadapan Kak Alda.

...

Tiga puluh menit berlalu. Piring Kak Alda sudah bersih sedari tadi. Aku juga sudah, walaupun dibuat lama, alasan kepedasan lah apalah. Semua ini sampai satu pesan dari Mas Jaka.

"Gimana, Dik? Udah yuk pulang. Udah kenyang nih.. tinggal tidur, nyenyak."

"Eh, sebentar lagi aja, Mbak. Lagian kalau langsung tidur kan bikin cepet gemuk."

"Hahaha, iyadeh nurut sama yang nraktir. Lain kali kalau milih jangan pas murah aja ya, sesuain juga sama selera kamu. Lucu aja tiap berapa suap kamu ngeluh..."

Cling! Ada pesan masuk! Cling cling cling. Oh bukan.. itu nada panggilan. Omongan Kak Alda pun kupotong.. Tanpa basa-basi aku angkat telepon itu.. namun baru berapa pasang kalimat dari ujung sana, langsung buat aku bergetar hebat.

"Apa? Nggak mungkin! Ini penipuan ya?! Mana buktinya, jangan main-main!"

"Tenang, saudara. Saya berani sumpah, keadaan orang ini kritis. Namanya Jaka, naik motor dengan plat nomor AB 5721 AK, saya lihat dari STNKnya. Terus saya buka ponselnya, nama kamu ada di paling atas, makanya saya hubungi..."

Perkataan penelpon selanjutnya, terdengar samar. Mas Jaka, dalam perjalanannya untuk mengejutkan Kak Alda, dengan cincin kawin dan serangkai bunga, untuk melamarnya. Terhenti di tengah jalan.

Ponsel yang kugenggam perlahan lepas. Jatuh ke meja.

Kak Alda mengerjap, tak paham apa yang sebetulnya terjadi, terkejut dan takut. Dia mengambil alih ponselku, berdialog beberapa patah kata, memastikan, mengarahkan, menyesali. Ia menekan tombol speaker, untuk berita terakhir..

"Ambulan yang saya panggil baru saja datang. Maaf..........."

Deg. Aku tidak mampu mendengar jelas kalimat apa setelahnya, mengatakan apa-apa, sungguh, bisu rasanya. Hanya kaca-kaca pada mata dan isakan yang mengatakan. Seberapa sedih diriku. Sedangkan Kak Alda sudah menangis histeris, aku.. harus menenangkannya.

Berusaha memegang kedua lengannya yang bergetar agar tetap tegar.

"Kak.. Kak Alda.." Namun kami sama-sama tidak bisa menahan, kebekuan dalam diri yang takut merasa sepi. Kehilangan seseorang yang berarti, seakan kehilangan jutaan supporter.

Maka di tengah restoran yang semakin sepi. Kami saling berpelukan. Berusaha meluapkan kesedihan yang tak kalah dengan air bah. Berkali-kali kuseka mataku. Akhirnya betul terkuras. Namun tangis Kak Alda tak habis-habis, pelukannya justru semakin erat.

Oh tidak. Sungguh bukan waktu yang tepat. Dia antara semua kebetulan. Mengapa skenario ini yang terjadi.

Dari jendela dekat trotoar, Kira dan teman-temannya berjalan bersamaan. Dia tanpa sadar melihat ke dalam, menyaksikan dengan mata kepala aku sedang berpelukan dan mengusap rambut Kak Alda.

"Kira.. Kira kenapa, kamu mau kemana?" seru teman-temannya yang bingung mengapa dia tiba-tiba berlari.

***

Ryan. Dia harus mendengar berita menyedihkan ini. Dimanapun dia berada. Coba kupanggil dua nomornya, dan kukirim pesan spam. Namun masih tidak digubris. Sekali lagi kucoba telfon. Akhirnya nada tunggu berhenti.

"Ada apa sih, Dik? Ganggu aja, aku lagi fokus masak sama temen-temen.."

"Aku nggak peduli." Mau masak kek, makan kek. Hal seperti tidak perlu basa-basi. "Mas Jaka mati karena kecelakaan lalu lintas!"

Prang!.. terdengar suara piring jatuh dari sana.

Case ScenariosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang