Bandar Rasa

9 1 0
                                    

Kedua mata bundar Kira masih berbinar-binar. "Oh iya.. ternyata ini alasan kamu kemarin kepo banget, nanyain rencanaku buat liburan nanti.."

Aku mengangguk kecil, masih terasa sungkan. Seru senangnya saat kuajak liburan tak tertahan, keras sekali. Menghentikan jalan beberapa orang di sekitar. Apa mungkin, akan begitu rasanya jika melamar di tengah kerumunan..?

Brrr. Jadi menggigil sendiri. Aku kan masih muda!

***

Kami jadi lebih sering bersama. Merencanakan segala halnya, dan memastikan rencana itu terjalankan dengan lancar. Belajar bersama bersiap agar lolos sempurna ujian semester, belanja bersama untuk keperluan nantinya, dan lain sebagainya.

"Dik, Dika. Gimana menurutmu?" bisik Kira dari balik buku saku kumpulan syair yang sedang kubaca.

"Apanya?" saat aku bertanya itu, sepasang telinga berbahan kain muncul, tampak naik begitu. Lagi-lagi dari balik buku, tak tampak apa yang ada di bawahnya. Segera kutaruh buku itu. Ha?

"Hehe.. lucu kan?" Kira, mengenakan jaket yang pada tudungnya tertempel bentuk kuping kucing. Ya, lucu sekali. Hahahaha..

Aku sudah tertawa gelak. "Cocok banget, Ra. Tapi, beneran kamu nggak sungkan nanti naik pesawat pakai ini? Jaketmu yang lain udah kekecilan lo. Nanti dingin banget.."

Dia menjawab singkat. "Biarin," lalu menjulurkan lidah.

...

Perjalanan panjang bersama seseorang. Aku mengambil keputusan ini atas saran Kak Alda, dan untuk membuktikan beberapa poin penting.

Apakah aku mencintainya?

Dan.

Apakah dia mencintaiku?

Aksi adalah satu-satunya bukti yang hakiki. Ujian setelah ujian ini, yang tampaknya hanya berisi senang hati, harusnya diselangi pengorbanan dan kesetiaan. Tak ternilai hasilnya nanti.

***

Tos! Nilai kami meningkat dari semester kemarin. Berkat aku yang tidak lepas dari buku di mana saja kapan saja. Bahkan saat menemani Kira belanja.. tahu lah. Laki-laki hanya bisa duduk manis di kursi tersedia, lalu mengangguk-angguk setuju pada semua pilihannya.

"Wih, kamu padahal kerjaanya main terus. Tapi tetap bisa ya ngalahin total nilai aku," komenku saat bertukar pirsa hasil rapor yang diupload di web universitas.

"Eh jangan salah. Semakin sering aku pergi ke keramaian, makin banyak juga dapat sampel contoh gerak-gerik psikologis. Masih nyambung lah.. Daripada kalau kamu tiba-tiba emosional baca puisi di tengah toko. Ngagetin kali ya?"

Hih. Aku ingin sekali mencubit pipinya.

"Wahh selamat ya, Guys. Bakal lancar deh perjalanan kalian minggu depan.." Ryan juga nimbrung seraya membawakan sepiring mendoan dan sambal.

Dia sungguh sosok pendukung terhebat. "Terimakasih berkat kamu, Yaaan!" Kira dan aku berucap bersamaan. Aku bangkit dan merangkulnya yang masih dibalut celemek. Mengacak-acak rambutnya.

Ohiya aku harus mengamanatkan sesuatu. Kugiring Ryan agak menjauh. "Kita sama-sama udah dewasa, jadi aku harap kamu ngerti ini. Tolong jaga Kak Alda sama Tyas.."

Glek. Dia menelan ludah. "Mereka.. aku nggak terlalu kenal, Dik."

"Makanya aku bakal bikin semua teman-temanku jadi dekat. Ayo dong, apa salahnya sih punya banyak sahabat. Mereka orang-orang hebat lo.."

Ryan pun mengangguk. "Pokoknya jangan lupa oleh-oleh buat jagoan satu ini!"

***

Akhir-akhir ini, semua betul berasa seperti kolase berisi momen-momen singkat. Yang walaupun banyak. Tetap tertekankan pada rasa 'singkat' tadi. Cepat berlalu..

Semua. Untuk pengalaman di hadapan kami.

Menggunakan mobil milik teman kakak Kira-yang dulu menjemputnya di stasiun-kami bergerombol menuju bandara internasional. Meski minus Kak Alda, yang katanya ada urusan dengan suatu instansi. Dan Tyas yang makin rajin belajar musik, susah diganggu.

Ditemani musik jazz dari radio, kami sempat diskusi rencana nanti di sana, tips dan trik perjalanan jauh, dan berbagi pengalaman.

"Sebenernya kalian nggak usah terlalu khawatir sih, negara tetangga juga. Kebiasannya nggak jauh beda, sama soal berbahasa, orang sana cukup toleran."

Mbak Siti paling banyak memberi saran berharga. Tidak seperti Ryan yang mengajak teman satu jurusannya, Anggi, sepanjang jalan terus saja bercanda. Dia memang salah satu orang yang percaya pada mitos, 'cewek lebih suka cowok humoris daripada yang romantis'

...

Sesampai di bandara, setelah konversi mata uang dan mengecek barang bawaan, aku dan Kira mau melangkah masuk..

"Selamat jalan, Adek-adek.. Salam buat kakaknya Kira. Hati-hati ya!"
"Dada temen-temen, semoga kalian senang. Sampai ketemu lagi!"
"Dik, Ra, jangan lupa yaa!"

Dasar Ryan, pesan perpisahannya paling nggak 'mengharukan' gini.. aku pun menjawab spontan. "Tenang, Yan. Kamu nitip nomer hape cewek Melayu kan? Siap bos!"

Glek. Tawa candanya tadi langsung berubah gelisah, melirik ke Anggi. "Hah? Nomer apaan.. fitnah dia ah, hehe, aku nggak bilang gitu.." mata besarnya melotot ke arahku.

Kira terus melanjutkan langkah. Ada kaca-kaca berkilap dari genangan kecil pada matanya. Kutatap dia dalam, memberikan senyum terlebar yang kubisa, seraya berharap. Semoga itu air mata bahagia.

Perjalanan kami ke Kuala Lumpur dimulai.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 10, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Case ScenariosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang