Eval : Wisuda Asmara

31 2 0
                                    

Masih ada yang menegangkan lagi buatku, yaitu pesta wisuda. Yang mana sebagian besar murid bakal menampilkan bakat masing-masing. Dan aku memutuskan untuk membacakan satu puisi.

Kini hari itu kian tiba.

Minggu. 19 Mei.

Kemeja putih lengan panjang, dasi belang-belang, celana kain warna hitam, sabuk kulit, kaos kaki polos. Tidak lupa sepatu pantofel, jas biru dongker, dan bros perak berbentuk kijang kecil. Di saku atas ada buku catatan dan bolpoin, di saku bawah ada dompet, ponsel, dan kamera.

Aku belum pernah se-bersenjata ini.

***

Putih, abu-abu.
Tak sampai hitam.
Kalian, pula aku.

Terikat jenis seragam.
Kita lahir sebagai embun pagi.
Bersandar di dedaunan, pembina utama.
Seiring hari mengalir mengakar.

Bersatu dengan tanah, rumah mineral.

Dari situ kita disaring dan dibekali.
Juga diberikan alur arah mengalir.
Bertemu cacing, semut, dan kerikil.
Juga biji, benih, nan akar tanaman lain.

Sekian lapisan kemudian.
Arus deras, ombak tinggi, hening dalam.
Paksa sadar, kita cuma satu dari miliaran.
Bukan apa-apa, di mata siapa-siapa.

Kecuali.

Di waktu tertentu, kondisi tersuci.
Bersinggah, bersyukur, bersikap mantap.
Menjadi mata air sumber daya massa.
Berbagi berbagai kebijakan kebajikan.

Basah, membasahi.

Segar, menyegarkan.

Jernih, menjernihkan.

...

Di bawah lampu berona biru. Naskah kubaca penuh hayat. Tepuk tangan berdatangan dari sekitar tiap meja bulat. Cukup buatku puas. Karena orang bergairah akan gairah seseorang.

"Bagus, Dik! Nggak sia-sia latihanmu selama ini di kamar mandi," 'puji' Ryan saat aku menuruni panggung.

"Ooh gitu metodemu, boleh deh ditiru. Hahaha," balas Kira.

"Heh, bisa aja kalian. Aku udah tampil lo ya, awas kalau kalian nggak," ancamku.

Tiba-tiba, Aini datang dan menantangku untuk berlomba mengambil foto terbaik. Ryan berjoget kapanpun ada kesempatan. Kira terus bercengkrama dengan teman-teman perempuan.

Sepanjang hari, kita semua bersenang-senang. Seakan waktu tak berjalan. Penerangan matahari betul tak berpengaruh, karena jendela dan pintu tertutup rapat. Di saat-saat begitu, aku merasa ada yang berbeda. Dari diriku, pun sekitar.

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Case ScenariosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang