Semilir angin menerpa wajah gadis yg kini tengah menatap indahnya bintang yg selalu bercahaya dimalam hari. Ia berpikir mengapa ia tidak bisa menjadi salah satu bintang yg selalu menerangi malam? Mengapa ia harus menjadi ikan yg harus bergantung dengan air dan jika tidak ada air disekitarnya ikan itu akan mati kehabisan nafas.
Ia sudah lelah, sangat lelah dengan keadaan yg membawanya kedalam jeratan tali yg mengikatnya didalam sebuah ruangan yg sunyi dan hampa tanpa ada cahaya bintang disana.
Perlahan cairan bening yg sudah terkumpul itu meluruh begitu saja tanpa ia sadari air matanya sudah membasahi pipinya. Ia bukan gadis yg kuat, ia adalah gadis lemah yg menyembunyikan kelemahannya dibalik sifat cerianya.
"Adel!" Dava menepuk pundak Shilla namun, gadis itu tidak menggubrisnya. Ia hanya diam mematung seakan-akan tidak ada satupun orang disekitarnya.
Dava yg melihat Shilla diam saja kini beralih menatap wajah Shilla, ia sempat tertegun melihat air mata yg membasahi pipi chubby Shilla. Dava memegang bahu Shilla dan membalikan badan Shilla agar menghadap dirinya.
Dava menangkup pipi Shilla, dihapusnya air mata yg terjun bebas dari mata cokelat madu gadis itu. Dava tahu betul bahwa Shilla bukanlah gadis yg cengeng. Bahkan Dava saja lupa kapan terakhir kali ia melihat Shilla menangis. Shilla bukanlah gadis yg mudah membuang-buang air matanya hanya karna hal sepele, tapi Dava juga tidak tahu mengapa gadis dihadapannya kini menangis. Apa yg membuat Shilla menangis seperti ini? Jika ada yg membuatnya terluka maka, Dava akan menghabisi orang itu sekarang juga. Itulah janji Dava, jika Shilla terluka maka, Dava akan lebih terluka.
"Shill, lo kenapa nangis? Siapa yg bikin lo nangis?" tanya Dava lembut.
Shilla diam sama sekali tidak merespon perkataan Dava. Padangannya kosong menatap wajah Dava.
"Shill, lo kenapa? Bilang sama gue!" Shilla menatap manik mata Dava dalam lalu, ia memeluk tubuh Dava, merasakan kehangatan disetiap kali Shilla memeluk tubuh cowok itu.
"Gue capek, boleh gue istirahat dan gak bangun lagi?" tanya Shilla.
Dava membelalakan kedua bola matanya mendengar pertanyaan bodoh yg keluar dari mulut Shilla. "Ngomong apaan sih Shill?"
"Makasih ya, selama ini udah mau jadi sahabat terbaik buat gue, udah selalu ngelindungin gue dari segala kecerobohan yg gue lakuin, tapi lo tenang aja gue gak akan bikin lo susah lagi karna kecerobohan gue kok Dav. Sekali lagi makasih" lirihnya dengan suara parau.
"Gue gak ngerti lo ngomong apa? Yg jelas lo sama sekali gak pernah nyusahin gue!" tegas Dava.
Shilla melepaskan pelukannya dan menatap sendu kearah Dava. "Gue boleh minta sesuatu?"
Dava menaikkan sebelah alisnya. "Apa?"
"Jangan sedih ya, kalo gue gak ada nanti" Shilla tertawa samar.
"Emang lo mau kemana?"
"Gak kemana-mana kok" Shilla tersenyum manis.
"Sumpah Shill, malam ini lo gak jelas banget. Sebenarnya lo kenapa sih?"
"Gak pa-pa, udah ya, gue udah ngantuk. Lo pulang gih gue mau tidur" Shilla menutup mulutnya yg sedang menguap.
"Oh iya, besok kita jalan-jalan berdua ya Dav, mau gak?"
Dava mengangguk antusias. "Oke, kita mau jalan-jalan kemana?"
"Liat besok, good night Dav" Shilla tersenyum sekilas kemudian mengunci pintu balkonnya, meninggalkan Dava yg ternganga tak percaya dengan sikap Shilla yg tidak seperti biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
أدب المراهقينDandelion tidak secantik mawar, tidak seindah lili, dan tidak seabadi edelwis tetapi, Dandelion adalah bunga yg kuat. Dandelion terlihat rapuh tetapi, begitu kuat, begitu berani. Berani menentang sang angin, terbang tinggi begitu tinggi. Menjelajah...