"Pagi Om, Tante" sapa Dava kepada kedua orangtua Shilla.
Dava mendekati meja makan yg sudah ada kedua orangtua Shilla disana.
"Pagi Dav, sini sarapan bareng" kata Eva mengajak Dava bergabung ke meja makan.
"Eh, Dava mau jemput Shilla ya?" tanya Hendra yg berada disamping Dava.
Dava tersenyum. "Iya Om"
"Tuh dia Shillanya" Eva mengedikkan dagu kearah Shilla yg sedang berjalan menuju meja makan.
Kedua bola mata Shilla sempat melebar namun, hanya sejenak lalu, ia segera menetralkan ekspresi wajahnya saat tatapannya bertemu dengan Dava. Ia menundukkan wajah mendekati meja makan, karna matanya sembab akibat menangis semalaman.
"Pagi, Ma, Pa" sapa Shilla, kemudian duduk disamping Dava.
"Pagi Adel" sapa Dava sembari menyengir lebar.
Shilla menoleh dan tersenyum tipis. "Pagi Dav"
Setelah itu tidak ada percakapan lagi, mereka sarapan bersama dalam diam. Dava memilih melupakan kejadian kemarin, ia belum siap bila harus kehilangan Shilla. Ia masih ingin bersama dengan sahabatnya meskipun harus menahan sakit dihatinya.
"Udah makannya?" tanya Dava. Shilla mengangguk pelan.
Ia bangkit dari duduknya dan berjalan mendekati kedua orangtuanya.
"Ma, Pa, Shilla berangkat ke sekolah ya" pamitnya lalu, mencium punggung tangan kedua orangtuanya dan diikuti oleh Dava.
"Tante, Om, Dava berangkat dulu ya. Assalamualaikum"
"Wa'alaikumsalam, hati-hati ya" pesan Eva yg diangguki mereka berdua.
Saat berada di depan motor Dava, Shilla terdiam sambil menundukkan kepala, Dava yg melihat Shilla hanya berdiri mematung, mengernyitkan dahi bingung.
"Shill, ayo naik, lo mau kita telat?" Shilla mendongakan wajah menatap Dava.
"Lo--lo gak marah sama gue?"
Dava menaikkan sebelah alisnya. "Kenapa harus marah?"
"Soal ke--marin"
Dava tertawa renyah membuat Shilla bingung. "Lupain aja, anggap aja gue gak pernah ngomong. Udah yuk berangkat, nanti telat" ajaknya yg dibalas anggukan patuh oleh Shilla.
***
Shilla melangkahkan kakinya menuju kantin, saat bel istirahat berbunyi Dava langsung ngacir keluar kelas, entah ia kemana yg jelas Shilla sangat kesal dengan lelaki itu. Biasanya Dava akan menunggunya hingga Shilla selesai membereskan buku, tapi ini malah meninggalkannya.
Shilla berjalan gontai memasuki kantin yg tidak terlalu ramai, pandangannya menelusuri setiap sudut kantin. Tubuh Shilla menegang saat ia melihat dua orang remaja yg sedang tertawa, mereka seperti tampak bahagia. Mereka adalah Dava dan Kaila.
Dengan susah payah Shilla manahan gejolak yg sedari tadi bergemuruh dihatinya, rasa sesak menjalar ke rongga dadanya. Sakit. Itulah yg ia rasakan saat ini.
"Ternyata ini alasan lo nyuruh gue ngelupain ucapan lo yg semalam? Gue kira lo serius, ternyata bullshit." batin Shilla.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dandelion
Teen FictionDandelion tidak secantik mawar, tidak seindah lili, dan tidak seabadi edelwis tetapi, Dandelion adalah bunga yg kuat. Dandelion terlihat rapuh tetapi, begitu kuat, begitu berani. Berani menentang sang angin, terbang tinggi begitu tinggi. Menjelajah...