Chapter 23

208 16 0
                                    

       Sudah seminggu Dava dan Shilla tidak saling menegur bahkan saat di sekolah pun Dava dan Shilla hanya berdiam-diaman saja. Keduanya memang masih duduk sebangku cuma, tidak seperti biasa yg selalu berisik jika di kelas kini mereka hanya diam-diaman hingga teman-teman mereka bingung melihatnya.

       Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari 5 menit yg lalu namun, Shilla baru saja keluar dari kelasnya. Ia berjalan di koridor sekolah, matanya membelalak, ia tertegun saat melihat kearah lapangan tepatnya sebelah lapangan yaitu, parkiran. Disana ada dua remaja yg sepertinya juga ingin pulang tetapi, yg membuat mata Shilla membelalak, lidahnya kelu, bibirnya beku adalah kedua remaja itu yg tak lain adalah Dava dan Kaila.

       Mereka berdua pulang bersama, Kaila duduk dibelakang jok motor ninja milik Dava dan tangannya melingkar dipinggang Dava. Dava sama sekali tidak menolak atau melepaskan tangan Kaila dari pinggangnya.

       Dada Shilla terasa sesak. Sakit. Itulah yg ia rasakan saat melihat kedua orang itu, tanpa sengaja air matanya meluruh membasahi pipi chubbynya. Ia mengusap air matanya dengan kasar dan berlari cepat untuk segera pulang. Ia ingin menenangkan fikiran serta hatinya yg kini sedang panas.

***

       "Sakit Dav, liat lo bahagia dengan orang lain" gumam Shilla.

       Tadi sehabis pulang sekolah Shilla mengunci dirinya di kamar. Ia menangis sambil memeluk boneka Doraemon yg pernah Dava belikan untuknya.

       Sampai sekarang gadis itu masih tidak ingin keluar dari kamarnya padahal hari sudah semakin malam kedua orangtuanya sangat cemas dengan putrinya, tetapi untungnya Shilla berbicara dengan kedua orangtuanya hingga tidak membuat orangtuanya begitu cemas.

       Shilla beranjak dari tempat tidurnya, ia ke balkon kamarnya menghirup udara yg menusuk pori-pori kulitnya, hingga menciptakan udara dingin.

       Ia melirik ke balkon samping, balkon milik Dava. Kamar cowok itu terang seperti biasa mungkin Dava sedang tiduran di kamarnya.

       Shilla memejamkan matanya, membiarkan udara dingin menerpa wajah cantiknya, membuat kulitnya merinding dengan angin sejuk yg melambai-lambai di udara.

       "Hidup gue kayak drama banget, penyakit gak ilang-ilang dari tubuh gue dan sekarang gue cinta sama sahabat gue sendiri" Shilla tersenyum kecut mendengar celotehannya sendiri.

       "Masa iya sih Shill, lo suka sama dia? Sadar Shilla lo cuma sahabatnya gak lebih!"

       "Seandainya kita gak ketemu, apa gue bisa cinta sama lo?"

       "Seandainya gue bukan sahabat lo apa kita bakalan dipersatukan?"

       "Seandainya gue gak punya penyakit ini apa kita masih bisa bersama?"

       "Terlalu banyak perandaian, sampe gue lupa kalo gue hidup di dunia nyata. Bukan dongeng ataupun drama yg selalu happy ending"

       Shilla membuka matanya, air matanya masih mengalir, ia tidak tahu mengapa ia menjadi gadis yg sangat cengeng. Biasanya ia selalu kuat menghadapi masalah yg Tuhan kasih, tapi mengapa sekarang ia lemah seperti memang tidak memiliki raga yg bernyawa.

       "Ekhem" suara dehaman seseorang membuatnya tersentak kaget. Reflek ia menoleh kesebelahnya yg memang sudah ada seorang cowok.

       "Sendirian aja?" tanya Dava sambil tersenyum.

       "Keliatannya gimana?" bukan jawaban yg ia lontarkan melainkan pertanyaan cuek.

       Dava melompat ke balkon Shilla, sedangkan Shilla berlagak sok tidak peduli padahal di dalam lubuk hatinya ia sudah sangat ingin memaki cowok yg selalu melompat ke balkonnya itu.

       Dengan santai Dava berdiri disamping Shilla, cowok itu belum menyadari bahwa gadis yg berada disampingnya sudah berlinang air mata.

       Tanpa aba-aba apapun Shilla langsung memeluk tubuh Dava, Dava yg awalnya kaget mendapat serangan mendadak dari Shilla hampir saja terjungkal jika ia tidak memegang gagang pembatas balkon. Dava membalas pelukan Shilla dengan erat mencoba menyalurkan rasa rindunya kepada gadis yg kini sangat ia cintai, gadis yg berstatus sebagai sahabatnya, sosok gadis yg ceria, kuat, dan galak. Betapa Dava menyayangi Shilla yg selalu ceroboh dalam segala hal namun, Dava sangat menyayangi gadis itu bahkan mencintainya sepenuh hati. Ingin ia memiliki Shilla seutuhnya, menjaganya hingga maut memisahkan mereka nantinya.

       "Gue kangen lo Dav, gak merasa bersalah banget sih lo! Gue di diemin sampe seminggu" dumelnya sambil memukul dada bidang Dava.

       "Lah? Yg ngediemin lo siapa? Bukannya lo yg ngejauh?"

       "Lagian lo sama Kaila mulu, gue dilupain. Iya gue tau kok Kaila lebih segalanya dari gue sampe lo ninggalin gu--"

       Dava mencium kening Shilla secara tiba-tiba hingga membuat gadis itu berhenti berbicara. Membuat gadis itu merona serta bungkam seribu bahasa.

       Shilla tidak bisa berkutik saat Dava mendaratkan bibirnya di keningnya. Shilla tidak marah melainkan, bahagia mendapatkan perlakuan manis dari Dava. Orang yg ia cintai.

       "Udah ngomongnya? Berisik tau malem-malem ngomel gak jelas" setelah melepaskan bibirnya dari kening Shilla, Dava mengangkat dagu Shilla menatap lekat manik mata gadis itu.

       "Dava gak mungkin ngelupain Adel. Adel segalanya buat Dava dan Dava gak akan ninggalin Adel. Because your are my everything" ucap Dava lembut.

       "Janji Dava gak akan ninggalin Adel ya?" Shilla mengacungkan jari kelingkingnya ke wajah Dava.

       "Dava janji" Dava menautkan kelingkingnya sambil tersenyum.

       "Kalo suatu saat Adel pergi, Dava juga harus janji satu hal; jangan pernah lupain Adel walaupun kita udah beda dimensi. Adel sayang Dava" ucapnya sambil tersenyum menatap wajah tampan Dava.

       "Sampai kapanpun Dava gak akan ngelupain Adel dan sampai kapanpun juga Adel gak akan pergi dari Dava. Kita tetap berada di dalam dimensi yg sama gak akan pernah pisah sampai kapanpun" balasnya mantap.

       Dava merengkuh tubuh mungil milik Shilla lagi, ia tidak ingin kehilangan gadis yg sangat ia cintai. Tidak peduli ia bersahabat dengan gadis itu atau tidak, yg jelas perasaannya tidak bisa dibohongi ia ingin jujur dan menyatakan perasaannya sekali lagi dan ia yakin Shilla akan menerimanya.

       "Shill?" panggilnya namun tidak ada jawaban.

       "Shill?" tidak juga mendapat respon.

       "Shilla?" Dava menunduk melihat wajah Shilla. Matanya menutup, namun wajah gadis itu pucat serta keringat dingin membasahi seluruh wajahnya. Dava semakin khawatir dengan gadis yg berada dipelukannya itu.

       Ia sudah berulang kali menggoyang-goyangkan tubuh Shilla dan menepuk-nepuk pipinya tapi, tidak ada pergerakan sedikitpun dari gadis itu.

       Dava memasuki kamar Shilla dan membawanya keluar kamar, Eva yg pertama kali melihat Dava menggendong Shilla, langsung memghampirinya.

       "Dava? Shilla kenapa?" tanyanya khawatir.

       "Tante, Shilla pingsan tan, kita bawa ke rumah sakit ya" ucap Dava dengan nada suara panik.

       "Iya, yaudah ayo kita ke rumah sakit sekarang" ujar Eva sambil berlari menyiapkan mobil untuk membawa Shilla ke rumah sakit.

Mohon vote and comment ya!

DandelionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang