4 : Servant Of Evil

537 53 1
                                    

"Hei Len!" Panggil Meiko.

"Ada apa?" Sahut Len tanpa mengalihkan pandangannya dari buku. Jika Rin yang memanggil, dia pasti akan langsung mengalihkan pandangannya ke Rin. Ah, mengingat Rin dia jadi rindu dengannya. Bagaimana kabar Rin sekarang ya....

"Hei Len! Tataplah orang yang mengajakmu berbicara!" Meiko mengguncangkan tubuh Len.

"Ezz, ada apa sih?" Tanya Len mengalihkan pandangannya dari buku dengan malas.

"Aku dengar Sang putri dari kerajaan Evilania tak akan mau dinobatkan sebagai ratu jika dia belum mempunyai pelayan pribadi," ucap Meiko.

Mendengar nama kerajaan Evilania, fokus Len pun sepenuhnya menghadap ke Meiko.

"Lantas?"

"Kau ditunjuk sebagai pelayan pribadinya. Aku tadi tidak sengaja mencuri dengar pembicaraan ayahku. Katanya kau akan dijadikan pelayan pribadi karena kau telah lulus dari akademi dan mendapat predikat terbaik." Meiko berucap pelan, takut ketahuan.

"Benarkah?" Len membulatkan matanya, terkejut.

Tentu saja dia senang, walau dia kembali ke istana dengan status pelayan pribadi sang putri, dia tetap senang karena dirinya dapat melihat Rin kembali.

Ah tapi, ia baru saja mengabaikan fakta jika Meiko ini sering berbuat jahil kepadanya, "kau sedang membual ya?"

"Aku bersungguh-sungguh kali ini kok! Nanti mungkin ayahku akan memberitahumu tentang hal ini," ucap Meiko mengeluarkan peacenya.

Len yang mendengar perkataan Meiko yang sepertinya bersungguh-sungguh pun tak sabar untuk menemui kembali saudara kembarnya itu.

Ternyata kakek tua itu tidak berbohong, iya 'kan....

****

"Selamat Len, kau akan masuk ke istana sebagai pelayan pribadi sang putri." Minister melemparkan senyum selamatnya.

"Suatu kehormatan untukku, Minister."

Saat ini mereka tengah berada di ruangan minister. Minister sendiri yang memanggil Len untuk datang ke ruangannya.

"Bereskan barang-barangmu, kita akan berangkat ke istana sore nanti," ucap minister.

"Baik."

Len pun segera keluar dari ruangan itu dan membereskan barang-barangnya untuk dikirim ke istana.

Akhirnya, penantiannya selama beberapa tahun terwujud juga.

Saat sudah selesai membereskan barang-barangnya, Len keluar dari kamarnya dan dikejutkan oleh Meiko yang berlari kearahnya dan memeluknya dengan erat.

"Huaaa, Leen! Kau akan pergi!! Nanti aku bersama siapa di sini!!" Meiko memeluk Len dengan sangat erat.

"Me-Meiko, aku tidak bisa be-bernafas!" ucap Len. Meiko pun segera melepaskan pelukannya.

" 'Kan masih ada Teto dan yang lainnya. Kau tidak akan kesepian meski pun aku pergi." Len mengelus pucuk kepala Meiko.

"I-iya sih, tapi 'kan...."

"Tenang saja," potong Len.

Minister menghampiri Len dan Meiko. Sepertinya Meiko tidak rela jika Len pergi makanya Len mengelus kepala Meiko.

"Len kau sudah berkemas? Ayo pergi," ucap minister.

"Sudah Minister, ayo."

"Huaa! Ayah, jangan bawa Len!!" Meiko memeluk ayahnya, membuatnya tidak bisa bergerak seinci pun.

"Meiko...." Minister memandang Meiko.

"Hehehe, bercanda kok. Jaga diri baik-baik di sana yang Len! Selamat bersenang-senang!" Meiko melambaikan tangannya setelah melepas pelukannya di sang ayah.

"Kau juga jaga diri di sini!" Len berteriak, membalas lambaian tangan Meiko.

****

Dan di sinilah Len sekarang. Di depan gerbang istana bersama dengan minister. Len menghela nafasnya sebelum memasuki istana bersama minister.

"Len, kau sudah tahu bukan aturan-aturan yang berada di sini?" Tanya minister memastikan.

"Sudah, Minister...," Jawab Len.

"Bagus. Masuklah, tunjukkan kertas yang kuberikan kepadamu ke penjaga, mereka akan mempersilahkanmu masuk. Aku harus kembali ke akademi," ucap minister.

"Baik!" ucap Len.

Len pun melangkahkan kakinya ke istana, barang-barangnya telah dikirim beberapa jam lalu. Setelah menunjukkan surat yang minister berikan kepadanya, ia diantar menemui sang putri. Ya, Rin.

Para pengawal membuka pintu ruangan Rin dan mempersilahkan Len untuk masuk.

Len memasuki ruangan itu, melihat Rin tengah memandang ke luar jendela, memunggunginya.

Rin yang sedang sibuk menikmati pemandangan pun mendengar suara pintu yang terbuka lalu tertutup. Dia dengan perlahan berbalik, dan menemukan kembarannya tengah berdiri di depan pintu sambil tersenyum ke arahnya.

Rin pun terkejut bukan main, lantas membuang kipas yang sedari tadi dipegangnya dan langsung berlari memeluk Len dengan erat hingga mereka berdua jatuh ke lantai.

"Le-Len? Inikah kau?" Tanya Rin masih dalam keadaan memeluk Len.

"Iya, ini aku. Aku kembali ke sisimu, yang mulia," ucap Len mengelus belakang kepala Rin.

"Aku merindukanmu!" Rin menumpahkan air matanya. "Aku kira kau tidak akan kembali."

"Aku juga merindukanmu. Tapi bukankah lebih baik kau bangkit dari atasku? Ini bahaya, lho." Len terkekeh.

Muka Rin pun memerah dan segera bangkit dari posisinya lalu membenarkan gaunnya.

"Ekhm, ja-jadi ... kau ke sini untuk...?" Rin memalingkan mukanya yang memerah.

"Aku ke sini untuk melayanimu, sudah aku bilang aku akan berada di sisimu, selamanya." Len menuruh tangan kanannya di dada.

Rin pun kembali memandang Len dengan raut bahagia. "Jadi kau akan tinggal di sini?"

"Ya, aku di sini sebagai pelayan perbadimu, yang mulia," ucap Len.

"Be-berhenti memanggilku yang mulia!" Rin mengembungkan pipinya kesal.

Bersambung...

Story Of EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang