18. Revolution!

374 44 0
                                    

Takhta Ratu akan segera berakhir, di tangan para rakyat yang marah akan sikapnya...

****

Len memandang ke luar jendela. Kaito dan Meiko benar-benar serius dengan rencana mereka kemarin malam.

Di sana, di luar gerbang istana, Meiko dan Kaito beserta pasukan mereka menyerbu para pengawal kerajaan Evilania, sambil meneriakkan 'turunkan takhta Ratu'.

Mungkin ini adalah saatnya. Saat di mana masa masa kepemimpinan Rin berakhir.

Sudah saatnya mengakhiri semua ini. Mungkin para rakyat telah geram dengan kelakuan Rin yang semena-mena.

Len bergegas menuju ketempat Rin berada, sebelum para pasukan itu menembus pertahanan para pengawal.

****

"Len, Leeen! Ada apa di luar sana?! Kenapa berisik sekali?!" Ucap Rin menutup telinganya lantaran suara yang sangat berisik di luar sana.

Dirinya kebingungan saat Len tak berada di dekatnya. Kali ini kemana lagi dirinya?!

Di saat yang sama, pintu kamar Rin terbuka dengan munculnya sosok Len yang tengah dicari-carinya.

"Len! Ada apa ini? Kenapa ramai sekali? Aku tidak bisa berkonsentrasi!" Ucap Rin kepada Len, tidak mengetahui situasi di luar sana.

Rin pun melihat ke luar jendela, melihat kerumunan yang menyerbu kerajaannya.

"Aaah! Para massal kotor itu menyerbu kerajaanku!" Ucap Rin masih melihat ke luar jendela.

"Rin, kau harus lari, cepat! Sebelum para pasukan itu menembus pertahanan!" ucap Len.

"Lari? Lari ke mana?" Tanya Rin membalikkan badannya menghadap kearah Len.

"Ke suatu tempat... tempat yang jauh dari sini," ucap Len menatap Rin sendu.

"Kenapa?! Aku ratu di wilayah ini! Wilayah ini milikku!" Ucap Rin membantah perintah Len. Untuk apa dia lari? Ini tempatnya, tempat ini miliknya!.

"Ini tidak lebih dari sebuah pemberontakan! Cepat dan diamkan para orang-orang itu!" Lanjut Rin memerintah Len.

"Rin, ini bukan pemberintakan," mata Len beralih tatap menatap mata Rin, "ini adalah revolusi!"

Rin membulatkan matanya mendengar perkataan Len. Revolusi? Hei! Berani sekali!

"Pergilah dari sini, selamatkan dirimu," ucap Len kembali, "ini, aku pinjamkan bajuku."

Len menyerahkan Seragamnya sembari melepas ikat rambutnya.

"Jangan lupa ikat rambutmu sepertiku. Pakailah dan cepat lari dari sini," Ucap Len, "kita akan bertukar tempat, kau bisa pergi jika kau menjadi diriku."

"Tapi...." Rin menatap Len dengan pandangan berkaca kaca.

"Tidak apa-apa. Kita kembar, tidak akan ada yang bisa membedakan kita," ucap Len.

Tidak! Bukan itu yang Rin khawatirkan. Bagaimana jika Len tidak selamat jika bertukar tempat dengan dirinya?

"Aku menyayangimu," ucap Len mengecup kening Rin. "Pergilah Rin!"

"Berjanjilah padaku kau akan menemuiku lagi setelah ini atau aku tidak akan pergi," ucap Rin.

"Aku berjanji," ucap Len tersenyum. "Oh, kau tahu pantai yang berada di ujung kota ini? Pergilah ke sana. Aku mempunyai rumah di sana, kau bisa tinggal di sana. Jangan lupa lempar botol ini ke laut itu." Len menyerahkan sebuah botol kaca yang di dalamnya terdapat satu gulungan kertas.

Rin menerima botol kaca itu dan segera berlari menjauhi Len setelah dirinya memakai seragam Len dan mengikat rambutnya.

Len tersenyum saat Rin mulai pergi. Dirinya tahu, janji yang diucapkannya mungkin tidak akan bisa ditepatinya.

Len yang telah memakai baju Rin pun menuju ke sangkar burung yang berada di kamar Rin.

Len mengambil satu-satunya burung yang berada di sangkar itu, burung milik Rin. Punya Len sudah mati beberapa minggu yang lalu, entah apa penyebabnya Len tidak tahu, yang dirinya tahu adalah burungnya telah mati kaku di dasar sangkar.

Len melangkah menuju balkon kamar Rin. Dirinya bisa mendengar langkah kaki yang semakin lama semakin mendekat ke arah kamar Rin.

"Hei, Len ...," rasanya lucu mendengar dirinya berbicara dengan Burung milik Rin, Len. Seperti sedang berbicara dengan dirinya sendiri, "kau akan kubebaskan. Kau senang bukan? Kau akan terbang ke langit yang luas, bukannya terperangkap dalam sangkar."

"Terbanglah Len, jangan lupa jaga Rin untukku!" Ucap Len melepaskan burung milik Rin. Yang dengan segera burung itu terbang ke langit yang luas.

Len pun melihat burung itu terbang sembari menunggu kedatangan Kaito dan Meiko. Dirinya tahu, ia tidak akan bisa lolos lagi.

Brak!

Pintu kamar Rin telah dibuka secara paksa. Len pun membalikkan badannya kebelakang, di sana dirinya melihat Kaito dan Meiko dengan wajah yang penuh amarah.

"Checkmate, ratu. Kau tidak akan bisa kabur kemana-mana," ucap Meiko.

"Ikat dia," ucap Kaito.

"Kau ini, benar-benar pria yang tidak sopan!" Ucap Len meniru gaya bahasa Rin.

Meiko pun mengikat kedua tangan Len, yang disangkanya adalah Rin. Tetapi ada sesuatu yang mengganjal dirinya. Entah kenapa, dirinya melihat, orang yang tengah diikatnya ini seperti perpaduan antara Ratu Rin, dan teman seakademinya, Len.

Dirinya tidak bisa konsentrasi mengikat lantaran wajah Len yang menyamar sebagai Rin. Entah kenapa pandangannya, seperti seseorang yang tegas, bukan seperti pandangan Rin yang biasanya.

Dirinya sempat berdiam diri beberapa saat, sebelum dehaman Kaito membuyarkan lamunannya.

Meiko yakin jika pandangan mata yang tegas itu adalah milik Len, tapi dirinya juga tidak yakin jika yang ada dihadapannya ini adalah Len.

"Bawa dia ke ruang bawah tanah," ucap Kaito memperintahkan dua pengawalnya saat Meiko telah selesai mengikat Len.

Di saat yang sama, Len tahu jika Meiko mulai menyadari ada yang salah, tetapi Meiko juga tidak bisa langsung menuduh. Identintas dirinya sebagai Rin masih aman. Meiko tidak akan mungkin berbuat macam-macam hanya karena keingin tahuannya yang besar.

Len ikut saja dirinya dibawa ke ruang bawah tanah. Mungkin memang ini akhir dari hidupnya. Dia santai saja, jika Rin bisa selamat walau pun dirinya yang tewas sekali pun....

Bersambung....

Story Of EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang