19. Len Execution

458 47 1
                                    

Akhirnya hari ini telah tiba.
Dengan bunyi lonceng bel sebagai akhir dari segalanya

*****

Len menyenderkan tubuhnya ke dinding ruang bawah tanah. Dingin, itulah yang dirinya rasakan, dibalut pakaian tidur milik Rin.

Rin adalah saudari kembar termanisnya. Dirinya tidak pernah menduga sebelumnya. Kerajaan yang tak seorang pun berani melawannya, berada di atas kekuasaan sang saudarinya yang manis.

Yah ... takdir memang sering kali tidak terduga.

Len tak masalah dengan hal itu. Dirinya akan selalu berada di sisi Rin, sampai akhir hidupnya.

"Sayang sekali ya...," ucap Len. Dirinya menyayangkan waktunya yang hanya sedikit. Kalau bisa, dirinya ingin bermain bersama Rin kembali, sepuas yang diinginkannya. Tetapi takdir tidak memperbolehkan hal itu, ya.

Len menyamankan dirinya di dinding, berharap mendapatkan tempat yang nyaman untuk dirinya tidur.

Saat mendapatkan tempat yang nyaman, Len pun tertidur dengan damainya, menghiraukan apa yang akan terjadi padanya besok.

****

Rin melangkah tanpa arah dengan menggunakan jubah hitam yang ditemukannya di rumah Len yang berada di pinggir pantai.

Samar-samar, dirinya mendengar orang oramg berbicara tentang dirinya.

"Sore ini jam tiga eksekusi Ratu jahat itu akan dilaksanakan. Ayo kita lihat!" para orang-orang berbisik tentang eksekusi sang ratu.

Para orang-orang mulai berjalan ke arah tempat eksekusi. Rin mengikuti mereka dengan kepala yang ditundukkan, berusaha tak ketahuan oleh siapa pun.

Di saat yang sama dirinya bimbang, antara memilih untuk melihat kakaknya Len, atau lari agar tidak ketahuan dan menjalani hidup seperti permohonan Len.

Pada akhirnya, Rin tetap mengikuti para orang-orang yang pergi untuk melihat eksekusi Len.

****

Lagi-lagi, Meiko tidak yakin jika yang ditangkapnya kemarin malam benar-benar ratu Rin.

Meiko dan Kaito telah berdiri di samping guillotine*. Menunggu kedatangan Len.

Len pun datang dengan beberapa pengawal di belakangnya. Tangannya diikat kebelakang, dirinya masih mengenakan piyama milik Rin.

Matanya melirik ke arah kerumunan rakyat yang menunggu kematiannya, bukan, kematian saudarinya.

Para rakyat mengucapi sumpah serapah dan umpatan lainnya yang ditunjukkan kepada Rin.

"Ada kata-kata terakhir?" Ucap Kaito angkuh. Semua sikap mereka adalah karena Len, Len lah yang harus bertanggung jawab atas semua ini, bukan Rin saudari manisnya.

Len menatap sendu ke arah mereka berdua, lalu pandangannya beralih menatap Meiko. Dirinya tahu bahwa Meiko meragukannya, tetapi untung saja Meiko tidak bisa berkata apa pun karena ia masih ragu.

"Terima kasih," ucap Len tanpa suara, itu untuk Meiko. Terima kasih telah menjadi sahabatnya selama ini, terima kasih telah tutup mulut soal keraguannya pada Len.

Melihat ucapan yang Len tunjukkan padanya, mata Meiko pun terbelalak.

Itu dia! Meiko tidak akan pernah salah mengenalinya. Kecurigaannya benar, yang ditangkapnya bukanlah ratu Rin, melainkan Len sahabatnya!

Saat melihat Len berjalan ke arah guillotine, Meiko ingin mengutarakan apa yang ingin dikatakannya, tetapi entah mengapa lidahnya kelu.

Ratu jahat, ke mana kau pergi? Ke mana kau bersembunyi?’ batin Meiko gelisah.

Saat Len mulai memposisikan kepalanya di guillotine, saat itu pula panik Meiko bertambah besar.

Di saat yang sama, Rin dengan badan mungilnya berusaha mencari-cari celah agar dirinya berada di barisan terdepan demi milihat saudaranya untuk terakhir kali.

Jahat, Len jahat. Kau bilang kau akan menemuiku dengan keadaan baik-baik saja. Tetapi sekarang....’ Rin membatin dengan rasa sedihnya. Begitu dirinya sampai di barisan terdepan, ia bisa melihat dengan jelas wajah Len.

Len yang melihat Rin tengah menatapnya pun lantas tersenyum. Rin pun membalas senyuman Len dengan tersenyum juga. Senyum yang sangat dipaksakan oleh Rin.

Lonceng gereja pun berbunyi, tanda bahwa waktu telah menunjukkan pukul tiga.

"Ah ... waktunya minum teh," ucap Len meniru perkataan yang biasa diucapkan Rin ketika lonceng berbunyi.

Guillotine pun bergerak sesuai dentingan lonceng, memenggal kepala Len.

senyum Rin memudar saat melihat hal itu. Air matanya berjatuhan, tidak menyangka bahwa saudaranya sendiri, Len, akan menemui ajalnya di depan matanya sendiri.

botol kaca yang dititipi Len masih berada di tangan Rin. Dengan erat Rin menggenggam botol kaca itu.

Kerumunan orang-orang mulai berbalik untuk pulang, begitu pula dengan Rin. Bagaimana pun, Rin harus menjalani hidupnya, meski pun tanpa Len. Itu janjinya.

Meiko pun sama dengan Rin, ia meneteskan air matanya. Dirinya yang telah membuat Len menanggung hukuman yang seharusnya dijatuhi kepada Rin.

Menyesal sedalam-dalamnya, mengutuk dirinya karena tidak bisa berbicara apa pun saat lonceng dibunyikan.

Ratu yang jahat, kemana kau bersembunyi?
Membiarkan orang mati untuk melindungi dirimu sendiri.
Jika suatu saat aku dipanggil dengan sebutan pahlawan...

Aku sama saja sepertimu, sang anak yang jahat.

Bersambung....

Guillotine : alat pemenggal kepala

Story Of EvilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang