Created by jssiet
"Ga, ini gue bawain cilok kesukaan lo. Ups, maaf gue ganggu ya. Lain kali gue pasti ngetok pintu dulu kok. Silahkan lanjutin kegiatan MESRA-MESRAANNYA. Gue pergi dulu."
Aku membanting pintu hingga menyebabkan suara keras. Masa bodoh kalau ternyata pintunya rusak. Daripada aku melampiaskan kemarahanku ke orang lebih baik ke benda mati kan. Kalau nanti pihak sekolah meminta ganti rugi, minta saja ke Prayoga Bagaskara. Kalau saja dia tidak membuatku marah, pasti aku juga tidak akan membanting pintu.
Baru berjalan dua langkah, aku ingat belum memberikan cilok ini ke Yoga. Meski marah tapi aku ingat tujuanku membeli cilok adalah untuk Yoga. Mau dibuang rasanya sayang, tapi aku juga gak suka cilok. Akhirnya, aku berbalik dan mengetuk pintu sebelum membukanya. Posisi mereka masih sama seperti sebelumnya. Yoga berada di bawah si nenek sihir, Cantika.
"Sorry ganggu lagi. Ciloknya lupa gue kasih. Gue taro sini." Aku meletakkannya di meja dekat pintu. "Silahkan lanjutin kegiatannya. Gak bakal ganggu lagi kok." Lagi-lagi aku membanting pintu. Beberapa siswa yang lewat terlihat kaget dan penasaran.
Aku berjalan cepat meninggalkan ruangan laknat itu. Aku tidak akan mau menginjakkan kakiku di ruangan itu lagi. Aku mengabaikan suara orang-orang yang memarahiku karena menabrak mereka. Masa bodoh aku kan lagi sakit hati, ngertiin dikit dong.
"Sha, Shanaz, tunggu. Aku bisa jelasin." Yoga berteriak dari belakang sambil mengejarku. Aku mempercepat jalanku bahkan berlari. Rasanya seperti di film India saja. Tapi, kalau di film India kan suasananya bahagia.
Akhirnya kami kejar-kejaran di koridor. Giliran aku nabrak orang, aku dimarahin. Giliran Yoga nabrak orang, dia malah dipuji.
"Aduh, gak punya mata ya lo nabrak-nabrak. Eh, eh, eh, sial banget sih gue ditabrak lagi. Astaga, gak jadi sial deh, gue ditabrak cogan masa. Aku padamu, Yoga."
Dasar sinting, batinku.
Aku merasa ada yang memegang tanganku. Dia membalikkan badanku. Kulihat Yoga berdiri dengan nafas terengah-engah. Aku menghentakkan pegangannya supaya lepas. Baru mau lari lagi, dia mencekal tanganku.
"Sha, bisa gak sih jangan lari-lari lagi? Capek nih ngejar lo."
"Oh, jadi udah capek ngejer gue. Ya gak usah ngejer kalo gitu. Gue gak nyuruh lo ngejer gue kok," ketusku.
"Bukan gitu maksud gue, Sha. Gue mau ngejelasin biar lo gak salah paham."
"Gue emang gak sepinter lo. Tapi, gue juga tau kali kalian ngapain. Gak perlu lo jelasin lagi, gue udah ngerti kok. Gak ada yang salah paham di sini," seruku.
"Dengerin gue dulu. Apa yang lo lihat gak selalu benar."
"Maksud lo mata gue rabun gitu?!" Aku mulai sensi. Yoga mengacak rambutnya frustasi. "Bukan gitu. Maksud--"
"Terus?" selaku. "Gak usah ngelak-ngelak lagi lah." Aku berjalan pergi meninggalkan Yoga.
"Terserah lo deh, Sha. Capek gue. Mau dijelasin, lo nya kagak mau denger." Kudengar langkah kaki dihentakkan yang menjauh. Tanpa berbalik, aku tau pasti Yoga yang berjalan menjauh. Aku pun dengan kesal juga menghentak-hentakkan kakiku.
"Eh, eh, kuping gue. Minta ditampol kali ya." Ketika berbalik, aku menemukan senyum malaikat milik Bu Sri, salah satu guru paling killer. Mampus, batinku.
"Siapa yang mau kamu tampol, Shanaz?" tanyanya dengan suara lembut.
"Ini, tadi ada nyamuk yang gigit kuping kiri saya, Bu."
"Gak usah banyak ngeles. Ikut saya ke ruang BK." Aku meringis karena ditarik menuju ruang BK. "Salah saya apa sih, Bu? Perasaan saya gak bikin masalah deh."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hostoire Courte
RandomKumpulan cerita pendek karya KELUARGA AUTHORID,, Isinya beragam genre yang dicampur jadi satu setiap part punya kisah masing-masing,, baca deh siapa tau ada yang kmu banget😋 Cover by @alexeburin