Sepai

20 2 5
                                    

Nama Pengarang: Zihan FirdhaniTema: Merajut Asa Bersama ScrittoreJudul: SepaiGenre: Fiksi RemajaRate: R


Emblem yang menarik perhatian

Mengundang samar-samar kerutan alis

Lantas menebak-nebak,

"Siapa pula semua orang ini?"

---

Semarang, 24 Maret 2018.

"Hukum kesiapan belajar Thorndike." Pandangn dosen yang sedang berdiri di depan kelas mengarah pada mahasiswanya yang menatapnya balik dengan pandangan serius. Kelas siang ini didominasi keheningan, tampak begitu fokus dengan mata kuliah Psikologi Belajar hari ini.

"Thorndike, seorang fungsionalis, menyatakan bahwa dalam teori kesiapan belajar yang dibagi menjadi tiga bagian. Satu, apabila seseorang memiliki kesiapan untuk bertindak dan dia melakukan kesiapan itu, maka dia akan mengalami kepuasan. Dua, apabila seseorang memiliki kesiapan untuk bertindak dan dia tidak melaksanakan kesiapan tersebut, maka dia akan mengalami kekecewaan."

Sera, sosok perempuan yang duduk di barisan belakang tampak sibuk mencatat semua yang dikatakan dosennya. Tangannya mencatat di atas binder sembari mengangguk-angguk kecil karena sedikit banyaknya paham apa yang dosennya katakan.

"Yang ketiga, apabila seseorang tidak memiliki persiapan untuk bertindak atau dipaksa untuk melakukannya, maka hal tersebut akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan."

Perempuan dengan poni yang menjuntai acak-acakan itu terdiam sebentar sebelum akhirnya kembali mencatat. Di tengah kegiatannya menulis, handphone-nya tiba-tiba bergetar. Notifikasi reminder dari kalendernya bahwa hari ini pendaftaran terakhir UKM jurnalistik yang rencananya akan diikutinya.

Ia mengerjap beberapa saat, mendadak teringat sesuatu.

Jurnalistik?

*

Bandung, 13 Januari 2017.

Sore ini hujan sehingga mentari enggan menampakkan diri. Jalan raya dipadati kendaraan-kendaraan pribadi, rata-rata kendaraan roda empat. Beberapa pejalan kaki sedang menunggu lampu hijau pejalan kaki menyala dari zebra cross dengan payung yang melindungi mereka dari air hujan. Sepasang mata perempuan menatap kegiatan di luar jendela, duduk seorang diri di kedai kopi tanpa kegiatan yang jelas.

Kopinya yang masih penuh sudah mendingin karena sedari tadi tak disentuh. Poninya menjuntai acak-acakan dan kaca matanya sedikit merosot ke tulang hidung. Ia menghela napas. Mengetuk-ngetuk kakinya di lantai sembari melirik jam tangannya. Ia sudah menunggu lebih dari setengah jam di sini tanpa berkenan menyentuh cangkir kopi yang dipesannya. Baginya, kegiatannya memesan kopi sekarang ini adalah formalitas agar tak diusir dari sini karena tak membeli apapun.

"Sera! Maaf, gue datangnya kelamaan, ya?"

Perempuan itu mengalihkan pandangannya lalu mendengus ketika menatap sosok yang ditunggunya akhirnya hadir. Bibirnya mencebik. "Sekalian aja datangnya nanti malam. Biar gue kayak orang bego duduk sendirian di sini."

Rey tertawa renyah. Ia duduk di depan Sera lalu mengacak-acak rambutnya yang basah—menyebabkan butiran air jatuh dari rambutnya. Kegiatan pria itu tak luput dari pandangan Sera. Perempuan itu berhenti bernapas sesaat. Terlebih lagi saat matanya bersitatap dengan bola mata hitam pekat milik Rey.

Sera berdeham. Ia menegakkan duduknya lalu menyibukkan diri—salah tingkah. Pria di depannya menautkan alisnya bingung. Sera terkadang melakukan hal-hal aneh yang tak Rey mengertinya. Padahal saat bertemu dengan orang lain, ia tak pernah melihat Sera melakukan hal-hal aneh. Tapi jika di hadapannya, Sera yang biasanya berbicara dengan suara keras mendadak berubah seperti putri kerajaan yang berbicara lemah lembut.

Hostoire CourteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang