Part title

19 3 0
                                    

By @ikjdwe131

"Mari kita kembali, kak. Hari sudah mulai gelap." ajak seorang gadis berumur sekitar sepuluh tahun kepada seorang laki-laki yang lebih tua darinya.

Laki-laki itu menghapus setitik air matanya yang tak sengaja mengalir. Lalu beranjak berdiri dan menggenggam jemari gadi itu, adiknya.

"Ayo kita pulang." ajak balik sang kakak.

Mereka berdua melangkah pelan meninggalkan kesedihannya di dua nisan yang ia kunjungi tadi.

***
Cahaya matahari menyingsing dari arah timur. Masuk melalui celah-celah ventilasi yang ada di kamar itu. Masih terlihat seorang laki-laki yang setia bergelung di kasurnya hingga teriakan seorang perempuan membangunkannya.

"Kakaaaaaaaaak! Cepat bangun atau aku siram dengan air panas!" ancamnya.

"Huh, iya cerewet!" balasnya yang juga berteriak.

Dengan segera ia mandi dan bergegas keluar kamar untuk sarapan bersama adik tersayangnya.

***

"Kak," panggil Asna.

"Hm?" Alga, sang kakak hanya berdeham.

"Kakak tidak berniat untuk mengenalkan pacar kakak kepadaku?" tanya Asna frontal.

"Uhukk ... " Alga tersedak, mendelik ke arah Asna.

"Sudah ku bilang aku tidak punya pacar dan tidak akan pernah punya." tegasnya.

"Sudahlah. Cepat kamu habiskan makananmu. Lalu kita berangkat." titah kakaknya tegas.

Asna memberengut kesal, namun dengan segera melanjutkan acara makannya.

"Kakaaak! Tunggu aku!" teriak Asna dari dalam saat melihat Alga keluar rumah.

***

Hari yang melelahkan bagi seorang remaja SMA yang rela bekerja sebagai pelayan di cafe dekat sekolahnya. Inda Radesya namanya. Gadis yang cantik, baik, dan polos itu bekerja di cafe untuk menghidupi kehidupannya. Kakaknya yang kuliah di luar kota membuatnya harus merasakan hidup sebatang kara.

Namun, ia tak pernah mengeluh. Ia harus ingat pesan kakaknya sebelum ia berangkat ke luar kita waktu itu. Walaupun saat ia menolak tawaran untuk ikut kakaknya dan membuat kakaknya itu sedih. Ia sayang kakaknya. Sangat. Karena itu dia tidak ingin merepotkan kakaknya di sana.
Kakaknya akan pulang setiap liburan semester.

Seperti saat ini, dia sedang berjalan pulang ke rumah sambil bersenandung kecil. Menyanyikan lagu yang sering ia nyanyikan bersama kakaknya sedari kecil. Ayah. Lagu itu sangat bersejarah bagi keduanya. Mengapa bukan lagu Bunda?

Karena ibunya telah tega meninggalkan ayah mereka bersama dengan kedua anaknya. Bahkan hingga ayahnya menghembuskan napas terakhir saja ia tidak datang. Inda bukannya membenci ibunya. Hanya saja ia kecewa karena ibunya telah berkhianat kepada suaminya sendiri.
Sampainya ia di depan rumah kecilnya, Inda masuk dan menaruh sepatunya di rak yang terletak di kanan pintu. Ia melihat jam di dinding. Waktu telah menunjukkan pukul setengah enam sore. Dia harus bergegas untuk memasak, agar nanti kakaknya bisa langsung makan bersamanya. Ah, membayangkannya saja rasa rindu i tu sudah semakin menyeruak.
Inda telah selesai memasak dan mandi serta membersihkan kamar kakaknya. Kini, ia sedang menunggu kedatangan kakaknya sambil menonton acara di televisi. Tadi dia mendapat kabar dari kakaknta jika ia akan sampai kira-kira pukul setengah delapan malam, dan ini sudah pukul delapan malam. Rasa khawatir menggerayai hati Inda. Ia cemas. 

Namun, kecemasan itu berangsur hilang saat mendengar ketukan di pintu. Ia berlari membukakan pintu dan melihat kakaknya yang tampak lelah namun masih saja tersenyum. Ia langsung menghamburkan dirinya di dekapan sang kakak.
Nyaman.

Hostoire CourteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang