Kejar Mimpi

40 5 12
                                    

Nama pengarang : Hanum Bella

Tema : Merajut Asa bersama Scrittore

Judul : Kejar Mimpi

Genre : General Fiction

Rate : G - General Audiences

Kejar Mimpi
Oleh : Hanum Bella

Tempat ini kumuh, terlihat banyak sekali rosokan berserakan di mana-mana. Tak hanya itu, bau tak sedap juga menguar di sekitar pemukiman ini. Ya, inilah tempat tinggalku, di mana orang-orang berstatus sosial rendah mengais rejekinya di sini.

Tempat ini sangatlah tak layak pakai, mengingat sungai dengan air keruhnya yang berada tak jauh dari tempat tinggalku beralih fungsi menjadi sumber kehidupan pokok bagi warga di sini. Tapi apa daya jika keadaan mengharuskan seperti ini.

Aku tinggal bersama Emak Shafa di sini. Emak memang bukanlah ibu kandungku. Kata emak, kedua orang tuaku telah lama meninggal saat usiaku baru menginjak empat tahun. Hingga aku ditemukan emak didekat sungai. Setidaknya, aku bersyukur dengan apa yang kumiliki sekarang. Ada emak yang selama ini merawat dan membesarkanku seorang diri dengan kasih sayang yang berlimpah.

Dan sekarang, emak tampak semakin tua dengan rambut putih yang sebagian menghiasi rambut tebalnya. Selama ini, emak lah yang mencukupi kebutuhan hidup kami berdua, wataknya yang pekerja keras dan tekun membuatku ingin menjadi sosok sepertinya kelak. Meskipun hasil yang didapat tak sebanding dengan usahanya, emak sama sekali tak pernah mengeluh. Emak tetap gigih demi bisa turut serta mewujudkan cita-citaku selama ini.

Sekolah. Aku ingin sekali bersekolah layaknya teman-teman seusiaku. Menghabiskan masa muda dengan belajar dan belajar. Mengenakan seragam putih biru, kaki terbungkus sepatu, dan tentunya tas yang siap kugendong di punggungku. Oh, apa kalian tahu? Selama aku hidup, aku belum pernah merasakan bangku sekolah. Maka dari itu, aku dan emak berusaha mewujudkan mimpiku.

Aku juga pernah berkata pada emak, jika kelak besar nanti aku ingin menjadi seorang Presiden. Presiden yang mampu memimpin negara dan rakyat dengan seluruh jiwa serta raganya. Tak hanya itu, jika kelak aku benar-benar menjadi Presiden, aku ingin memberantas kemiskinan yang merajalela di negeri ini. Aku ingin orang-orang sepertiku kelak akan memperoleh kemakmuran dan kesejahteraan. Tentu saja secara adil dan merata.

"Le, sudah pulang?" suara emak menyentakku dari buai lamunan. Aku tersenyum sesaat ke arah emak yang sudah duduk di kursi menghadap meja makan. Beliau terlihat menuangkan air putih ke dalam gelas kaca kecil, lantas aku langsung ikut duduk disampingnya.

"Ini minum dulu, pasti kamu capek tho?" Dengan perlahan, kuraih gelas itu dari genggaman emak dan meneguknya sampai tak tersisa setetes pun.

Hah. Kerongkonganku terasa segar kembali. Dahaga yang kutahan sedari pagi hingga siang ini sirna sudah hanya dengan segelas air.

"Makasih ya Mak. Oh iya, ini upah Mail tadi. Disimpan ya Mak jangan sampai hilang," ucapku sembari memberikan satu lembar uang dua puluh ribuan dan satu lembar uang sepuluh ribuan. Emak tersenyum menatapku. Dari tatapannya aku bisa membaca jika Emak terharu. Tangannya yang mulai berkerut mengusap bahuku sejenak sebelum berganti mengusap pucuk kepalaku dengan lembut.

"Seharusnya kamu nggak perlu bekerja seperti ini Mail. Kamu sudah menjadi tanggungan Emak. Maaf karena Emak sampai saat ini belum bisa memberi apapun ke Mail, Emak Cuma buat kamu susah." Aku menggeleng mendengar penuturan wanita paruh baya tersebut. Kugenggam tangannya, mencoba menyalurkan kekuatan yang kumiliki. Air mata emak perlahan menetes setelah mengucapkan itu semua, pun tubuh ringkihnya ikut bergetar.

Hostoire CourteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang