9

2.9K 258 0
                                    

Hingga keesokan harinya, Helena tetap di atas kasur dengan posisi yang sama. Ia tidak bisa bergerak sama sekali karena tangan serta kakinya akan terasa sakit. Hari sudah pagi tapi pelayannya, Emy dan Greena tidak menghampiri. Helena yakin kalau Alfonso melarang mereka untuk menjenguknya.

Helena merasa sepi. Ia hampa dan rasanya ia sudah tak memiliki tujuan yang jelas. Semua hancur saat dia menikah dengan raja mahkluk yang sudah membunuh semua orang yang disayanginya. Bukannya membunuh untuk membalaskan dendamnya, ia malah terkurung di istana untuk menghasilkan keturunan kerajaan, sang pewaris tahta sekaligus simbol kemenangan bagi makhluk nista pemburu kekuasaan dan kekuataan.

Helena menatap langit-langit kamarnya yang mewah. Meski istana ini terlihat begitu menyeramkan dari luar layaknya tempat kematian namun di dalamnya sangatlah mewah. Hal itu wajar saja karena seluruh kekayaan negeri Hallstatt didapat dari merampas kekayaan kerajaan lain. Jika tidak memberikannya, mereka tak segan untuk berperang. Belum lagi dengan mereka menarik pajak yang sangat tinggi di negeri jajahannya khususnya para pejabat tinggi yang memiliki kekayaan berlebih bahkan di negerinya sendiri pun mereka menarik pajak dengan harga yang sangat tinggi. Mereka tak segan menyakiti warganya sendiri apalagi kalau negara lain. Pantas saja istana Hallstatt benar-benar mewah, makmur, jaya dan segalanya.

Lalu, bagaimana bisa ia menikmati ini semua?

Masih dalam lamunannya ia tak menyadari kalau Alfonso sudah duduk di depannya. Alfonso menyentuh tangan dan kaki yang semalam ia patahkan, sekejap rasa sakit itu hilang. Bekas-bekas cakaran pun sudah terlihat samar dan hanya meninggalkan bekas kemerahan disana. Sengaja memang Helena tidak menggunakan kekuatannya untuk menyembuhkan agar Alfonso tidak curiga kepadanya. Helena rela menahan sakit lebih lama daripada Alfonso tahu siapa ia sebenarnya. Awalnya Helena memang menggunakan mantra penyembuh luka kecil saja selebihnya ia tak merapal mantra apapun. Lagipula dengan darah vampire yang mengalir di tubuhnya, membuat luka itu lekas meregenerasi hanya saja untuk menutupi rasa sakit bekas cakaran dan kulit yang terkoyak itu memakan waktu yang lambat.

"Mandilah setelah itu kau harus makan," ucap Alfonso yang sudah berdiri di hadapannya. Helena melirik sekilas. Ia tak sudi menatap pria di depannya.

"Aku akan menyuruh Jasmine melayanimu. Kau tak boleh keluar kamar selangkahpun."

Jasmine?

Memangnya kemana Rose, Emy dan Greena?

Pelayan barukah?

Kenapa harus pelayan baru padahal ia sudah memiliki pelayan pribadinya yang lama?

"Aku curiga kau bekerja sama dengan pelayan pribadimu yang lama. Kalau kecurigaanku benar, mereka akan tahu akibatnya," kata Alfonso mengerti maksud keryitan samar istrinya.

"Bersiaplah kita akan datang ke tempat eksekusi."

Setelah mengatakan itu, Alfonso menghilang. Helena menangis tertahan. Lihatlah katanya ia ratu mengapa ia malah terlihat seperti tahanan di dalam sangkar emas berbentuk istana tanpa mampu berbuat apapun?

"Witch.. Anda baik-baik saja?" Tanya Fulmini yang khawatir dengan keadaan Nonanya. Baru sekarang untuk pertama kalinya ia berbicara dengan majikannya ini. Terlebih ia kasihan dengan keadaan Helena yang menyedihkan.

"Witch mau saya berbuat sesuatu? Saya bisa mendatangkan petir hari ini juga," kata Fulmini lagi.

"Witch... Anda sudah merasa baik? Apa Anda mau saya membuat gempa di wilayah ini?" tanya Terra tiba-tiba datang.

Helena menatap keduanya kosong. Apakah pantas ia disebut witch padahal di dalam tubuhnya mengalir darah vampire?

"Kalian pergilah," kata Helen mengusir elemen-elemen yang ingin membantunya. Pikirannya lemah terlebih tubuhnya semakin lemas karena tidak mendapat asupan makanan.

Queen And The Dark Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang