20

3K 264 1
                                    

Gemuruh petir terdengar bersahutan seakan menjadi nyanyian langit yang mengudara di seluruh Hallstatt. Awan-awan hitam bergumul dan bergerak ke sana kemari membuat Hallstatt tiba-tiba gelap nan mengerikan. Bunyi petir masih bersahutan, pertanda sebentar lagi akan turun hujan.

Semua pasukan prajurit sudah ditarik mundur, perang itu bukanlah perang sebenarnya. Urusan mereka masih belum selesai namun setidaknya masih ada sesuatu yang bisa mereka ambil dari perang mendadak tersebut bahwa Ralph amat mengandalkan Amber, si peniru.

Tentu saja, melawan Helena, sang Ratu penyihir berdarah murni bukanlah hal yang mudah. Diibaratkan Helena adalah mutiara, Amber adalah seonggok sampah busuk dengan bau menusuk. Kekalahan Amber membuat Ralph harus mampu menahan hasrat balas dendamnya, daripada ia gegabah dan mati mengenaskan tanpa sempat membalas perbuatan, King of Hallstatt, Alfonso Collin Carter.

Dengan peluh membasahi tubuhnya, goresan luka yang masih membekas akibat perang tak mampu membuat Alfonso berpaling dari keterdiamannya. Matanya menatap nyalag ke depan dengan kedua tangan yang terus mengepal. Semua orang menjauhinya, tak ada yang berani mendekat, takut jika salah sedikit saja maka nyawa mereka sebagai tumbalnya. Pikiran Alfonso melayang pada satu fakta yang baru saja ia terima. Helena Hilton, Queen of Hallstatt, istrinya, sedang mengandung anaknya.

Bukan, bukan Alfonso menyesal perbuatannya. Justru peraturan yang ia buat dengan Helena, jika wanita itu gagal membunuhnya maka imbalannya diganti dengan menyeret Helena ke atas 'ranjang'. Itu memang tujuannya dan ketika tujuannya tercapai, Alfonso senang bukan kepalang. Namun, ada satu yang terus mengusik kesenangannya. Bayangan kematian Daisy dan calon anaknya kembali membuatnya lemah. Mereka tidak tahu jika kejadian itu membuat mentalnya sedikit terusik. Mereka tidak tahu karena Alfonso dengan sangat baik mampu menyembunyikannya. Di relung hati terdalam, trauma itu masih ada. Membayangkan istrinya meregang nyawa dengan perutnya tercabik dan membunuh anaknya tidak bisa dienyahkan begitu saja. Menyakitkan, terlalu menyakitkan.

Belum lagi dengan kenyataan jika Helena adalah Ratu penyihir saat ini--meskipun sebenarnya tidak memiliki bangsa--- ah bukan, Sheila, bangsa penyihir. Anak dalam kandungan Helena tentunya akan menjadi kutukan dan anugerah sekaligus. Entah jadi apa anak itu dengan kedua darah yang mengalir di tubuhnya. Penyihir dan vampire, sampai kapanpun tidak akan menciptakan kombinasi yang cocok. Asal muasal mereka saja diciptakan berbeda, lalu mau jadi apa?

Penyihir nan suci, teman manusia dan sekitarnya, penjaga alam dan penyimbang dunia yang disumpah untuk selalu menjaga, menyayangi, dan memcintai alam dan sekitarnya tidak akan pas dengan vampire yang selalu menghacurkan. Ibarat hitam dan putih, kebaikan dan kejahatan, tidak akan baik jika disatukan, tidak akan cocok jika disandingkan, dan akan membawa dampak buruk ke depan.

Bunyi debuman keras membuat Alfonso tersadar dari lamunannya. Ia mengernyit bingung ketika mendengar suara keributan. Suara itu, Alfonso mengenalnya. Suara wanita yang selalu berada di pikirannya akhir-akhir ini namun bisa ia tutupi dengan cukup baik dengan segala sifat dan perbuatannya. Alfonso melesat ke arah kamar Helena meninggalkan darah di gelas cawan dengan ukiran menarik terbengkalai begitu saja.

"Siapa yang menyuruhmu, Jasmine?" Samar-samar Alfonso mendengar teriakan istrinya. Bingung apa yang membuat istrinya yang baru saja sadar tiba-tiba diliputi kemarahan.

Tidak ada sahutan. Hening, pelayan yang ada disana terdiam menunduk. Tak terkecuali Jasmine yang tertunduk ketakutan dengan tangan memilin ke depan. Benar dugaannya, ia merasa aneh dengan tingkah pelayannya ini dan ternyata Boom! Jasmine adalah seorang penyusup. Pengkhianat.

Jika saja Acqua tidak bertanya keanehan tentang keberadaan Fairy, bangsa nan suci polos tersebut, Helena tidak akan semarah ini. Helena tidak menyangka jika Amber, peniru itu akan membawa Fairy ke dalam masalah mereka, tindakan itu tidak benar. Meskipun hanya boneka peniru. Helena tahu alasannya mereka menggunakan Fairy. Sangat tahu, kalau bukan untuk menghakiminya di dewan tertinggi bangsa Immortal.

Fairy, netral, tidak memihak siapapun. Helena menyebutnya--makhluk suci nan polos-- itu tidak akan ikut ke dalam masalah yang bukan masalah mereka. Membawa Fairy, akan membuat lawan terkecoh. Mengingat perjanjian dimana siapapun yang netral tidak berhak dibunuh, mampu membuat Helena dipenjara dan disegel kekuatannya jika benar itu terjadi. Meski fairy hanyalah sekumpulan orang yang 'lemah' dan memilih hidup damai tak serta merta membuat mereka benar-benar lemah. Fairy memiliki kelebihan, kelebihan yang unik, bahkan penyihir pun bisa tidak ada yang memilikinya. Kelemahan bagi Helena yang seorang penyihir, dimana penyihir dan fairy berteman. Tugas mereka sama, menjaga dan menyayangi alam dan sekitarnya tanpa membuat kerusakan. Lalu tina-tiba, apa jadinya jika ia sampai benar-benar melakukan hal buruk pada fairy? Bukan menghadapi kemarahan para buyut keduanya tetapi bisa membuat kekuatannya tersegel. Helena tidak akan membiarkan kekuatan yang ia tunggu sejak lama hingga menunggu datangnya bulan ke 12, berpuasa dan melarikan diri dengan resiko hidup dan mati tersebut harus berakhir sia-sia dan Helena yakin ada orang yang membocorkan rencana mereka.

"Katakan yang benar, Jasmine! Atau kau akan merasakan akibatnya," desis Helena. Windy beputar-putar menyebar hawa panas dalam ruangan itu membuat mereka mengeluh.

Helena tak habis pikir mengapa Jasmine melakukannya, kenapa ia tidak memikirkan konsekuensinya dan mengapa harus bekerja sama dengan peniru itu?

"Baiklah, kau yang memilih jalan kematianmu, Jasmine. Aku benci pengkhianat sepertimu," desis Helena lagi. Ia tak peduli dengan tenaganya yang hampir terkuras habis. Ia harus menuntaskan urusannya terlebih dahulu.

Jasmine gemetar ketakutan. Bulir-bulir keringat keluar melalui pori-pori kulitnya. Wajahnya memerah dan matanya menunjukkan sorot takut. Di depannya, sang ratu penyihir sedang murka padanya yang hanyalah seorang pelayan kelas rendah. Jasmine tidak berpikir jika ternyata niatnya membuatnya dalam keadaan seperti ini.

"M-maafkan aku, Yang Mulia. Semua di luar kendaliku," kata Jasmine takut-takut.

Helena masih memasang wajah pongahnya. Kemarahan terlihat di wajah khas bangsawan penyihir. Gurat-gurat kecantikan yang membuatnya awet muda itu tegang.

"S-saya-----" Ucapan Jasmine tersendat ketika merasakan hantaman keras di belakangnya. Alfonso dengan wajah datar dan dinginnya melangkah menuju Helena yang sedari tadi juga diam meskipun tahu keberadaan lelaki itu di dekatnya.

"Pengkhianat!" Geram Alfonso. Siapa yang menyukai pengkhianat? Jelas saja tidak ada. Aura kebencian menguar dari tubuhnya. Hasrat ingin membunuhnya begitu besar namun Helena yang masih berada dalam tingkat kewarasannya yang masih bisa diakui mulai meredakan emosi sang raja melalui usapan lembut pada punggung tangan lelaki itu.

"Katakan, Jasmine!" Kata Helena lagi. Suaranya terdengar tegas membuat nyali Jasmine semakin menciut. Hilang sudah seringaian yang biasa muncul di wajahnya.

"Saya ditugaskan, Yang Mulia dengan imbalan kesembuhan ibu saya." Perkataan Jasmine membuat suasana semakin mencekam. Tidak ada yang bersuara, takut akan menimbulkan masalah lain lagi.

Alfonso menggeram marah, matanya menyalang merah, taring tajamnya mulai muncul dengan mengerikan. Belum sempat Alfonso melesat, Helena menahannya membuat Alfonso semakin geram. "Sabarlah."

Sabar? Untuk apa sabar untuk seorang pengkhianat?

Helena tak peduli dengan kemarahan Alfonso. Ia menatap Jasmine tajam membuat sang empunya merasa sesak. Dadanya rasanya dihantam sesuatu dan terasa menghimpit pernafasannya. Matanya terbelalak sambil memegang lehernya berusaha mencari udara.

"Bersumpahlah," ujar Helena tegas.

Dengan susah payah Jasmine berusaha berbicara. "S-saya Jasmine Hudson bersumpah setia hidup dan mati untuk Ratu Helena Hilton."

Jasmine tercekat. Hawa membunuh yang menguar dari tubuh sang raja vampire menambah kesakitannya. "Dengan darah saya, hidup dan mati, hanya untuk Anda."

Jasmine ambruk di tempatnya membiarkan para pelayan lain yang melihat ketakutan. Helena tersenyum, setidaknya satu kartu peniru itu sudah ada di tangannya. Helena terhuyung ke belakang, pusing kembali menderanya. Tentu saja, ia baru saja sadar dan langsung mengeluarkan tenaga dalamnya.

Alfonso menangkap tubuh Helena dan mendekapnya. Ia menatap nyalang pada semua pelayan. "Pergi dan bereskan semua!"

Tergagap, mereka langsung pergi dan membawa tubuh Jasmine. Alfonso merebahkan Helena di ranjang. Tangan kanannya menggenggam tangan wanita itu dan tangan kirinya mengelus perut Helena. Rasa asing itu kembali muncul. Perasaan khawatir, takut, marah bercampur jadi satu.



Tbc

Queen And The Dark Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang