13 Alan [Rencana B]

1.1K 60 0
                                    


Hari ini Alan sudah berjanji untuk mengajak Day nonton di bioskp karna kebetulan ada film baru, dan kata orang-orang filmnya seru dan romantis. Alan jadi penasaran dengan film tersebut sehingga mau menontonnya. Padahal Alan bukan tipe cowok yang suka film romantis, dia lebih suka film aksi yang menurutnya seru dan menantang, begitupun dengan Alen. Kalau soal film selera mereka sama, tapi karna dia akan menonton bersama Day. Tidak mungkin dia mengajak gadis itu menonton film aksi. Jadilah film romantis adalah pilihan terbaik Alan saat ini.

"Len, gue udah rapi belum?" tanya Alan yang sibuk menyisir rambutnya berkali-kali agar terlihat lebih ganteng.

"Udah, tapi lo mau ke mana?" tanya Alen penasaran, dan Alan hanya tersenyum menyeblkan. Senyum yang sangat dibenci oleh Alen.

"Rahasia, hanya gue sama Tuhan yang bleh tau," ucap Alen yang segera mengambil hoodie abu-abu miliknya, dan tak lupa pula dia mengambil kunci mobil yang tentu milik bundanya.

"Gue pergi dulu," ucap Alan yang segera menutup pintu kamarnya dan menuruni anak tangga dengan wajah yang berseri-seri.

Bunda yang melihat wajah gembira anaknya, penampilan yang rapi, dan mobil yang dipinjam anaknya merasa penasaran ke mana anaknya gerangan?

"Tumben rapi, Lan? Mau ke mana?"

"Adalah bunda," ucapnya sambil mencium pipi bundanya secara tiba-tiba, dan bunda merasa kaget akan hal itu.

"Jaga mobil bunda baik-baik, awas aja kalo ada yang lecet. Motor kamu bunda sita," ucap bunda mengancam Alan, dan Alan hanya tertawa pelan.

"Sip bunda," ucap Alan sambil berlalu pergi.

Day sibuk memperhatikan dirinya di depan cermin berkali-kali, dia mencoba memastikan kalau dia sudah cantik dan penampilannya tidak terlalu norak.

"Ta, penampilan gue udah oke, kan?" tanya Day meminta pendapat pada sahabatnya yang sudah mau repot-repot datang ke rumah hanya untuk mendandaninya.

"Udah dong, lo udah cantik. Emang lo mau pergi sama siapa, sih? Nggak sama Alen, kan?" tanya Sita dengan raut wajah sedikit tak rela.

"Kepo deh lo. Liat aja nanti," ucap Day sambil mengambil tas selempangnya di atas kasur, dan Sita hanya memasang raut wajah sebal pada gadis itu.

Terdengar suara klakson mobil dari luar, dan Day buru-buru merapikan rambutnya, dan memperhatikan dirinya lagi di depan cermin. Sudah cantik menurutnya.

"Ta, gue pergi dulu, ya? Oh ya, kalo abang gue nanya bilang aja gue pergi sama temen. Bentar lagi dia pulang," ucap Day yang sudah membuka pintu rumahnya, dan ternyata sudah ada Alan berdiri di sana. Sita yang melihat kehadiran Alan merasa sedikit lega. Setidaknya itu bukan Alen.

"Iya, bakalan gue sampein sama bang Khanza," ucap Sita sambil melihat Day dari teras rumah.

"Lo cantik," ucap Alan sambil terus-terusan memandang Day, dan gadis itu hanya menunduk malu.

"Makasih, lo juga ganteng," Balas Day.

Alan dan Day memasuki bioskop bersama, filmnya sudah hendak mulai, dan Alan mulai menonton dengan serius begitupun dengan Day. Film berlangsung dengan lancar tanpa ada masalah sedikitpun, dan banyak juga penonton yang berurai air mata di beberapa bagian. Sedangkan Day sudah berurai air mata dari tadi, filmnya terlalu sedih. Sampai-sampai Day tidak mempedulikan lagi dengan wajahnya yang mungkin bedaknya sudah luntur, tapi untung Sita memasangkan bedak yang tipis di wajahnya sehingga tak akan membuat dirinya tampak kacau. Alan yang melihat Day menangis menghapus air mata gadis itu dengan sapu tangan yang sengaja dibawanya dari rumah, dia sudah tahu filmnnya akan begini.

"Gimana film tadi? Lo suka?"

"Gue nggak suka sad ending, sih sebenarnya, tapi film tadi sedih banget sumpah," ucap Day sambil memandang Alan dengan serius.

Alan hanya mengangguk tanda menyetujui pendapat Day, dia tidak ingin membuat gadis itu kecewa, dan hari ini harus berakhir dengan indah.

"Makan dulu, yuk sebelum pulang." Ajak Alan sambil menarik pergelangan tangan gadis itu dengan lembut, dan Day sama sekali tak menolaknya, dia mengikuti langkah Alan.

Alan mengajak Day ke sebuah kafe yang cukup romantis menurutnya, lagu yang mengalun pun cukup indah dan enak didengar, ditambah lagi Alan tak perlu bayar makan di sini karena dia berada di kafe milik keluarganya sendiri, dan semua pegawai kafe juga tahu tentangnya.

"Katanya bukan anak gaul. Kok tau tempat seasyik ini, sih? Mewah lagi kesannya, dan harga makanannyapun lumayanlah," ucap Day sambil melihat-lihat daftar menu yang disediakan di kafe ini.

"Emang nggak anak gaul kok, tapi kebetulan aja tau," ucap Alan yang kini sudah menarik tangan Day dan mengajaknya ke ruangan atas di mana terdapat pemandangan yang cukup indah, dan ruangan itu juga terbuka. Jadi, lebih terkesan romantis.

"Di sini pemandangannya bagus, gue suka," ucap Day sambil menghirup udara sebanyak mungkin. "Tapi sayang, gue nggak bawa kamera," ucapnya lagi.

Alan menatap wajah Day lekat-lekat dan mulai menarik gadis itu untuk berhadapan dengannya, dia mulai menempelkan hidungnya dengan hidung Day, dan Day merasa tak keberatan akan hal itu, dan perlahan Alan mendekatkan bibirnya ke bibir Day dan mengecupnya singkat. Day tidak menolak sama sekali, dia malah memeluk Alan dan Alan membalas pelukan gadis itu.

Alan Dan Alen (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang