8 Tujuh Belas Tahun [Kesepakatan]

1.3K 76 4
                                    


Baik Alan ataupun Alen hanya diam seribu bahasa, mereka sama-sama tidak tahu apa yang harus dilakukan, ditambah lagi mereka sama-sama menyukai gadis yang sama di usia yang sama pula. Alan tidak mau mengalah, dia tidak ingin merelakan gadis yang dia sukai malah menjadi milik saudaranya sendiri, dia sudah lama memendam rasa terhadap gadis itu, dan dia harus merelakannya begitu saja? Setelah tahu saudaranya juga menyukai gadis yang sama? Perlahan rasa menyesal itu datang menyusup ke hatinya. Seharusnya dia ikuti saran Aqsal waktu itu dengan menyatakan perasaannya terhadap gadis yang dia sukai itu, tapi dia terlalu pengecut untuk mengakui dan memilih untuk mencari waktu yang tepat, tapi sekarang tidak ada waktu yang tepat lagi setelah mengetahui Alen juga menyukai gadis itu. Mendadak dia mendapat ide, tentu saja ide yang adil menurutnya.

"Len," panggilnya pada Aen, dan Alen menoleh pada saudaranya itu.

"Kita buat kesepakatan aja gimana?" tanyanya.

"Kesepakatan? Maksud lo?"

"Kita bersaing secara sehat dalam artian kita sama-sama mendekati gadis itu dan siapa yang dipilihnya nanti kita harus menerimanya secara lapang dada, gimana? Lo setuju?" tanya Alan lagi.

"Gue nggak yakin," ucap Alen.

Alen sudah ingin mengalah dan membiarkan saudaranya itu mendekati gadis yang dia sukai dan membiarkan mereka berdua jadian. Lagian Alen tidak yakin kalau cewek seperti Day suka tipe cowok kayak dia. Kalaupun harus bersaing sudah pasti dia akan kalah. Mungkin lebih baik dia menyerah dari sekarang, tapi ada bagian dari dirinya untuk menerima tantangan saudaranya itu, tapi bagian dirinya yang lain menyuruh untuk mengalah dan membiarkan gadis itu bersama saudaranya. Mungkin, gadis itu akan lebih bahagia jika bersama Alan, tapi dia bingung harus menjawab apa sekarang.

"Besok gue kasih jawaban sama lo," ucap Alen akhirnya, dia berinisiatif untuk meminta pendapat Dandra karna sejauh mereka kenal Dandra selalu bisa memecahkan masalah yang dihadapinya.

"Oke, gue tunggu," ucap Alan yang segera pergi meninggalkan kamar itu.

***

Alen berkali-kali melihat ke jam dinding yang tertempel di atas papan tulis sekolahnya, dia menunggu Dandra karna ingin mendengar pendapat gadis itu.

Cukup lama Alen menunggu akhirnya Dandra datang juga diiringi dengan Riva di sampingnya. Semenjak mereka pacaran belum pernah mereka jauh. Pasti selalu bersama membuat Alen jengah dengan pemandangan yang seperti itu.

"Lama amat, sih lo datangnya, Dan," ucap Alen yang sudah berdecak kesal, tapi dia malah mendapat pelototan yang tajam dari Riva.

"Gue pinjem cewek lo sebentar, boleh?" tanya Alen lagi pada Riva, dan cowok itu tampak sedikit keberatan.

"Sebentar doang, soalnya ini penting banget," ucap Alen lagi yang membuat Dandra bingung tentunya. Karna tak biasanya Alen bersikap seperti ini.

"Sebentar doang, Va boleh, ya? Kayaknya sahabat aku dari kelas satu SMP ini butuh bantuan aku banget," ucap Dandra memelas berharap Riva mau bermurah hati menerima tawarannya.

"Ya udah deh boleh," balas Riva yang sedikit tidak rela.

Alen dan Dandra sudah berada di kantin sekolah karena hari masih pagi jadinya kantin sekolah sedikit sepi dan aman untuk menceritakan semuanya pada Dandra.

"Gue bingung, Dan," ucapnya sambil menatap Dandra bingung.

"Bingung kenapa deh? Nggak biasanya," balas Dandra penasaran.

Alenpun menceritakan semua kejadiannya pada Dandra dan Dandra tampak mendengarkannya dengan serius sambil sesekali mengkerutkan dahinya tanda tidak mengerti.

"Oh gitu, kalo menurut gue, sih lo nggak usah nyerah apalagi ngalah. Lo itu cowok dan harus bersikap kayak cowok. Maksud lo baik, sih, tapi lo nggak harus ngerelain segalanya buat saudara lo. Yang ada entar lo malah susah dan nyesel sendiri," ucap dandra sambil menepuk-nepuk bahu Alen pelan.

"Jadi, maksud lo gue harus nerima tantangan Alan?"

"Yap, kurang lebih kayak gitu, dan apapun keputusan si Day nantinya lo harus terima karena nggak setiap usaha itu bisa memperoleh hasil yang benar-benar sempurna," ucap Dandra lagi yang kini diselingi dengan senyuman. Alen selalu suka senyum gadis itu karna mengingatkannya pada seseorang.

Alan baru saja ingin tidur sebelum Alen datang mengganggu dan menimbulkan suara yang gaduh membuat dia tidak nyaman untuk memejamkan mata dan mendadak, dia ingat akan sesuatu.

"Gimana?" tanya Alan yang segera mengambil posisi duduk dan menatap wajah saudaranya itu.

"Oke, gue terima," ucap Alen penuh keyakinan.

"Itu berarti kita sepakat!" ucap Alan sambil mengulurkan tangannya dan Alen ikut mengulurkan tangannya juga.

Alan Dan Alen (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang