30 Bunda bertanya

1K 63 4
                                    


Alen tidak tahu harus bilang apa sama bunda kalau bunda bertanya apa yang terjadi dengan Alan. Sebenarnya, dia malas ikut campur dalam urusan Alan, tapi kalau keadaan Alan seperti itu, dia bisa apa? Tidak mungkin dia bilang kalau Alan habis jatuh dari motor. Itu lebih terlihat bohongnya, dan bunda adalah wanita yang paling sulit untuk dibohongi.

"Jangan bilang yang sebenarnya sama bunda," ucap Alan sambil mengobati lukanya sendiri, dia tidak mau minta bantuan Alen lagi karena saudaranya itu tidak bisa mengobati lukanya dengan lembut.

"Kalo bunda nanya gimana?" tanya Alen memasang wajah khawatir.

"Ya, lo pandai-pandai cari alasan dong. Apa kek, yang penting bunda nggak curiga," ucap Alan meringis kecil. Sudut bibirnya terasa ngilu.

"Lo, 'kan tau, bunda nggak bisa dibohongi."

"Ah, bacot lo, nggak liat apa bibir gue lagi sakit gini!" geram Alan kesal, dia benci di saat sakit begini ditanyai hal yang macam-macam.

"Terserah lo deh," balas Alen hendak keluar, tapi Alan buru-buru memanggilnya.

"Lo mau ke mana?" tanyanya dengan tampang curiga.

"Ya, keluarlah males gue di sini," balas Alen.

"Eh, jangan entar bunda nanya gue, gue nggak mau keluar dalam keadaan kayak gini."

"Jujur aja kenapa, sih? Bunda pasti ngerti, kok."

Alan tertegun menatap kepergian saudaranya itu. Alen memang sulit untuk diajak kerja sama, tapi yang di bilang Alen itu benar, dia tidak bisa terusan bersembunyi dari bunda. Cepat atau lambat bunda akan tahu sendiri, dan luka yang ada di wajahnya tidak akan bisa hilang dalam satu hari. Jadi, dia bakalan ketahuan juga nantinya. Apa dia ikut turun juga, ya? Tapi dia tidak berani menatap wajah bundanya yang sedang marah apalagi kecewa. Jujur saja, Alan benci lihat wajah kecewa bundanya.

***

Bunda menatap Alan dengan saksama. Bukannya rasa khawatir yang dia miliki, dia malah kecewa, kesal, dan marah pada anaknya yang satu itu. Alan itu dia sekolahkan untuk menuntut ilmu biar lebih pintar dari dirinya, bukannya malah adu fsik kayak gitu. Orang tua mana, sih yang tidak marah melihat anaknya nakal seperti itu?

"Di sekolah kamu diajarin apa aja? Ada, ya materi adu fisik kayak gitu?" tanya bunda menatap tajam Alan, dan yang ditatap seperti itu hanya mampu menundukkan kepala.

Alen yang tidak kena masalah pun ikutan menunduk juga. Kalau bunda sudah marah mereka berdua pasti tidak berani menatapnya.

"Di sekolah nggak ada ngajarin kelahi," ucap Alan masih menunduk.

"Nah, tuh kamu tau, tapi kenapa kelahi? Udah berasa hebat?" tanya bunda masih dengan ekspresi wajah yang sama.

"Bukan gitu, bunda, Alan nggak salah, dia yang mulai duluan," balas Alan yang kini memberanikan diri menatap bundanya. Berharap bundanya mau mengerti.

"Binatang aja nggak akan ngelukai kamu kalo kamu nggak ngapa-ngapain. Apalagi manusia," ucap bunda masih menatap Alan tajam.

"Bunda emang selalu gitu, nggak mau percaya sama omongan Alan, tapi coba Alen yang ngomong bunda pasti percaya. Dari dulu bunda emang gitu, selalu pilih kasih!" bentak Alan sambil berlalu pergi dari ruang keluarga, dan menaiki anak tangga dengan kesal.

"Udah mulai kurang ajar kamu, ya? Berani bentak bunda kayak gitu!" teriak bunda dari bawah, tapi teriakan bunda hanya dianggap angin lalu oleh Alan.

Bunda menatap kepergian Alan dengan kesal, Alan tidak pernah sekurang ajar itu dengan dirinya, baru kali ini anaknya itu membentak, kini pandangannya teralihkan pada Alen yang ikut memandang kepergian Alan tadi.

"Kamu juga, belajar kelahi sana! Terus bentak-bentak bunda kayak Alan!" geram bunda sambil berlalu pergi dari sana, dan menghidupkan televisi.

Alan memandang dirinya di cermin perlahan air mata turun di pipinya, dia merasa menyesal sudah berani membentak bundanya tadi. Itu diluar kendalinya, dia tidak bermaksud bersikap seperti itu, dia hanya kesal saja. Bunda tidak bisa semudah itu mempercayainya.

Alen memasuki kamar dan memandang Alan yang tengah duduk di atas kasur sambil menundukkan kepalanya. Alen tahu kalau saudaranya itu menangis. Sebelumnya Alen tidak pernah membentak siapapun, baru kali ini dia membentak orang, dan itu adalah bundanya sendiri.

"Gue kurang ajar banget, ya Len sampe ngebentak bunda tadi," ucap cowok itu sambil menatap Alen yang tengah duduk di sampingnya.

"Enggak, lo cuma emosi aja tadi, dan bunda juga emosi makanya lo ngomong kayak gitu sama bunda, lo tau, 'kan marah bunda itu nggak lama-lama? Apalagi sama anaknya," ucap Alen sambil merangkul saudarannya itu.

"Lo jadi saudara, kok baik banget, sih sama gue?" tanya Alan yang kini memandang Alan dengan wajah sedihnya.

"Lo itu bukan sekedar saudara bagi gue, lo itu bisa jadi teman, dan sahabat gue sekaligus, dan bahkan kalo lo kenapa-kenapa gue nggak bakalan bisa maafin diri gue sendiri," balas Alen sambil tersenyum pada Alan, dan Alan kembali terisak lagi.

"Inget! Lo itu cowok, kok cengeng, sih? Mau gue potoin tampang lo itu?" canda Alen sambil menjitak kepala Alan pelan.

"Gue terharu sama perkataan lo," ucap Alan yang akhirnya ketawa juga. bersama Alen membuatnya lega.

Kalo emak-emak udah marah, semuanya, ya dimarahi wkwk. Kasian Alen ikut dimarahin juga 😂😂😂

Alan Dan Alen (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang