17 Riva Galau

1K 66 0
                                    


Setelah kejadian kemarin Dandra tidak ingin berbicara barang sepatah kata pun. Seharian Riva berpikir apakah tindakannya yang kemarin sangat keterlaluan hingga membuat Dandra marah besar padanya. Memangnya salah kalau ada saatnya dia tidak mempedulikan gadis itu? Apa dia salah meminta untuk tidak diganggu? Menurut Riva dia tidak salah. Malah dia sempat berpikir kalau Dandra yang kelewat baper dengan sikapnya kemarin, tapi apapun itu Riva tetap saja merasa khawatir. Bagaimana kalau cewek itu ingin putus darinya, dan mencari cowok lain yang jauh lebih baik dari dirinya. Seperti Alen misalnya. Membayangkannya saja dia tidak berani, dia sudah terlanjur sayang dengan gadis itu walaupun terkadang Dandra tidak bersikap seperti cewek manis pada umumnya.

Saat ini Riva galau, dia tidak tahu bagaimana membuat Dandra tidak marah lagi padanya karena cewek itu sangat susah dibujuk jika sedang marah, dan itu adalah satu-satunya hal yang tidak dikuasai oleh Riva. Dengan siapa dia akan meminta tolong? Pada Alenkah?

"Dan, lo masih marah sama Riva?" tanya Alen yang dia tahu itu adalah pertanyaan terbodoh yang pernah ia lontarkan, tapi apa boleh buat?

Dandra tidak bisa terus-terusan begini, terus-terusan menghindar dari Riva, dan bersikap tak acuh pada cowok itu, dia tidak bisa membiarkan Dandra menyeretnya ke sana ke mari seperti dia menyeret anak anjing yang tidak mau pulang.

"Ya, lo pikir aja sendiri, dia ngebentak gue, padahal maksud gue itu baik, gue nggak mau dia kenapa-kenapa cuma karna nggak makan satu hari. Biar bagaimanapun dia itu manusia yang butuh makan dan minum, dan lagian itu juga salah dia. Kenapa nggak ngerjain pr? Kenapa harus marahnya sama gue?" ucap Dandra panjang lebar, dia menceritakan itu dengan air muka yang berbeda-beda.

"Iya, gue tau, tapi kasian Riva tau. Lo diemin seharian, dan kayaknya dia nyesal banget udah ngebentak lo kemarin."

"Biarin aja, biar dia tau rasa. Emang dia pikir mentang-mentang gue sayang dia, dia bisa seenaknya ngebentak gue gitu?"

Alen tidak tahu lagi harus berbicra seperti apa, dan seharusnya dia tidak ikut campur dengan urusan mereka berdua walaupun Dandra adalah sahabat terbaiknya. Setidaknya, untuk saat ini, tapi Alen juga tidak bisa membiarkan mereka berdua bersikap seperti ini.

"Gue ngerti lo lagi kesel aja, tapi nanti lo pasti jadi Dandra kayak dulu lagi," ucap Alen sambil mengangguk yakin. Hanya itu kalimat yang bisa dia ucapkan. Kisah mereka berdua sangat susah untuk dimengerti.

***

Day tidak mengerti apa yang terjadi dengan Sita. Setelah dia mengatakan kalau dia menerima Alen wajah Sita berubah drastis. Matanya yang tadi berbinar-binar medengarkan ceritanya malah redup seketika, dan Day merasa kalau ada hal aneh yang terjadi pda sahabatnya.

"Lo suka Alen, ya? Dan waktu itu lo mata-matain gue?" tanya Day hati-hati.

Sita menegang seketika, dia tidak ingin menjawab pertanyaan Day. Pertanyaan Day yang sulit untuk dia utarakan. Mengenai cerita Day yang mengatakan jadian dengan Alen sudah cukup membuatnya kaget, dia tidak terima.

"E-enggak kok gue nggak suka dia," ucap Sita masih dengan sikap gugupnya, dia takut Day menanyakan kejadian di kedai es krim waktu itu, mengenai dia yang menguntit Day, dia tidak ingin ketahuan. Sangat tidak ingin.

"Kalo lo nggak suka, kenapa jawabnya gugup?" tanya Day dengan nada mengintimidasi.

Sita tidak tahu harus menjawab apa, dia hanya diam dengan seribu kata yang ingin dia utarakan, dia ingin mengatakan semuanya, tapi dia takut Day marah walaupun mumgkin itu hanya sepuluh persen akan terjadi. Sita takut Day malah berpikir macam-macam tentangnnya.

"Apapun itu lo nggak harus tau sekarang," ucap Sita yang segera beranjak.

Insting Sita mengatakan kalau dia benar-benar harus pergi saat ini kalau tidak ingin ditanyai macam-macam oleh Day.

Alan Dan Alen (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang