22 Peringatan Dari Gibran

989 56 0
                                    


Mendengar cerita adiknya tempo hari membuat Gibran kesal setengah mati, dia bukannya tidak suka adeknya berpacaran dengan seorang cowok, tapi dia tidak yakin dengan Alan yang walaupun adiknya bilang cowok itu benar-benar menyukainya. Biar bagaimanapun Gibran itu laki-laki, dan tipe cowok kayak Alan adalah cowok kurang ajar yang hanya mempermainkan perasaan seorang perempuan.

"Kalo dia cuma ngemanfaatin kamu gimana? Jangan mudah percaya kayak gitu, Nadin," ucap Gibran sambil menendang pintu depan rumah dengan kuat sehingga mampu mengeluarkan bunyi bukk dari sana.

"Aku tau Alan, bang, abang tenang aja," ucap Nadin sembari berjalan mendekati abangnya, dan mengelus punggung cowok itu dengan lembut.

Walaupun Gibran itu berandalan sekolah, dan sempat ingin dikeluarkan dari sekolah, tapi tetap saja Nadin sayang. Biar bagaimanapun Gibran itu abangnya.

"Abang harus ketemu dia," ucap Gibran masih dengan nada kesalnya.

"Jangan abang, dia nggak seberengsek abang kira kok," ucap Nadin meringis, dia ragu dengan pernyataannya sendiri.

"Nggak brengsek kata kamu?! dia nyium kamu, Nadin! Di bibir lagi, itu yang kamu bilang nggak brengsek?!"

"Mana lebih brengsek dari abang yang suka mainin perempuan?" tanya Nadin tak ingin kalah dari kakaknya, dia tidak suka kakaknya berkata seperti itu mengenai Alan.

"Pokoknya abang tetap mau ketemu sama dia, kamu jangan ngelarang abang," ucap Gibran yang segera pergi dari rumah, dia membawa motornya dengan kecepatan di atas rata-rata.

Semenjak Gibran sering kena masalah di sekolah, dia jarang pulang. Bukan dia tak ingin pulang, tapi ayahnya tidak memperbolehkannya pulang karna kenakalannya yang sudah di tingkat paling atas, dia hanya boleh kembali kalau sudah tidak nakal lagi, dan pulang jika ayah tak ada di rumah.

Nadin hanya menatap kepergian abangnya, dia berharap abangnya tidak melakukan hal yang mengerikan pada Alan. Nadin tak ingin Alan disakiti oleh abangnya sendiri karna dia tak ingin keduanya kena masalah.

***

Gibran memasuki kelas Alan dengan tergesa-gesa, dan menggebrak meja, itu membuat Alan segera menoleh, dia menatap Gibran jumawa. Sekilas dia memandang sebelah mata cowok itu. Badan Gibran tidak terlalu besar, wajahnya juga tidak menunjukkan sifat garang yang berlebihan, tapi tatapan mata cowok itu sangat tajam. Setajam burung elang ketika hendak menangkap mangsanya.

"Gue peringatin ke lo, jangan sakiti adek gue apalagi ampe buat dia nangis, karna kalo itu terjadi lo liat aja akibatnya nanti," ucap Gibran sambil membuka pisau lipat yang ada di genggaman tangannya dan menempelkannya di leher Alan setalah itu meleapaskan Alan yang masih saja menatapnya dengan jumawa.

"Lo nggak ada hak buat ngatur gue sama Nadin, dia bukan milik lo seorang sekarang," ucap Alan menunjukkan senyum miringnya.

Gbran mengepalkan tangannya mendengar perkataan Alan, dia bisa saja membunuh cowok itu. Persetan dengan hukum yang berat sebelah.

"Yang penting gue udah ingetin lo, dan lo bisa mikir dua kali buat nyakitin adek gue," ucap Gibran yang dengan angkuhnya berjalan keluar kelas.

Orang-orang yang melihat kehadiran Gibran bergidik takut, mata elang itu seperti ingin membunuh siapa saja yang dia lihat,walaupun wajah Gibran bisa dikatakan tampan, tapi tetap saja tidak ada cewek yang mau sama dia. Jangankan cewek, cowok yang bermental tempe takut kalau ketemu dengan Gibran dan gengnya, karna Gibran bisa melakukan apa saja yang dia mau, dan lagian gadis waras mana yang suka dengan seorang, bad boy?

Cuma mau ngasih tau, bentar lagi ceritanya tamat yeay *senang sendiri

Eh, nggak deng masih ada beberapa part lagi hehehe.

5 juli 2017

Alan Dan Alen (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang