18 Alan Berbeda

1K 63 0
                                    

Semenjak kejadian Day menerima Alen tempo hari, Alan bersikap tidak biasa pada dirinya. Biasanya Alan akan berbicara padanya walaupun itu hanya beberapa kalimat, tapi kali ini berbeda. Alan tidak mengatakan apa-apa selain tatapan yang susah untuk diartikan. Hal itu membuat Alen berpikir kalau Alan tidak bisa menerima semua ini. Alan tidak ingin ini terjadi walaupun dia mengatakan kalau dia tidak apa-apa sekalipun.

Pada kenyataannya Alan apa-apa, dan Alen tidak ingin saudaranya yang udah dari zigot membencinya. Itu adalah hal yang paling tidak ingin dia temukan dalam kehidupannya.

"Alan," panggil Alen pelan

Alan sempat menolah, tapi hanya sekilas, dan setelah itu Alan sibuk kembali dengan benda kotak yang memperlihatkan orang-orang bergerak di sana. Alen merasa, Alan tidak ingin mendengar apapun darinya.

"Lo marah, ya sama gue?" tanya Alen hati-hati.

Alan menatap Alen lagi, tapi kali ini cukup lama, dan tatapan itu adalah tatapan yang sangat tidak enak untuk dilihat. Alen berani bersumpah untuk itu.

"kalo lo emang marah gue bisa putusin Day," ucap Alen lagi.

Tidak ada respon dari Alan, tapi dapat Alen lihat kalau kedua jari-jari tangan cowok itu terkepal, menandakan kemarahan yang terpendam, tapi itu hanya terjadi sebentar. Alan kembali seperti Alan yang dulu walaupun Alen tidak yakin dengan yang satu ini.

"Gue nggak apa-apa. Lo tenang aja, tapi semudah itu kah lo ngeputusin Day kalo gue bener-bener marah sama lo? bukannya lo bilang suka sama cewek itu udah lama, ya? Atau perkataan lo itu bohong," ucap Alan tenang seolah dia benar baik-baik saja.

Ucapan Alan barusan sudah jelas bagi Alen. Itu bukan sebuah ucapan yang enak untuk didengar, dan Alen merasa kalau Alan benar-benar tidak menyukainya, tapi apa salahnya berprasangka baik dengan saudara sendiri?

"Bukan gitu, gue takut aja kalo lo marah sama gue. Kita saling bicara, dan sekali-sekali akur aja udah buat gue seneng, gue nggak pengin kehilangan saudara gue satu-satunya," ucap Alen dengan raut wajah takut.

Alan tidak menganggap serius omongan saudaranya itu. persetan dengan kata takut kehilangan karna kalau benar Alen tidak ingin kehilangan dirinya kenapa saudaranya itu membiarkan dirinya menghabiskan waktu dengan Alden? Kenapa saudaranya selalu menolak untuk diajak bermain bersama? Tanpa saudaranya berbicara seperti itupun. Sesungguhnya Alen sudah kehilangan saudara satu-satunya itu.

"Gue juga nggak mau kehilangan lo," ucap Alan yang tentu saja tidak benar-benar serius, dia berbohong karna dia yakin Alen juga berbohong.

***

Hubungan Dandra dengan Riva tidak baik beberapa hari ini. Dandra selalu menghindari Riva dan cenderung menganggap cowok itu tidak benar-benar ada walaupun itu terdengar keterlaluan, tapi itulah kenyataannya. Satu-satunya orang yang dibuat bingung dengan perbuatan dua sejoli itu adalah Alen. Berkali-kali dia mendapatkan pesan dari Riva dan Dandra. Tidak peduli itu tengah malam atau saat Alen sedang fokus belajar. Pesan yang berisi curhatan itu tidak bisa diabaikan Alen begitu saja. Hanya dua orang itu yang dia punya di sekolah, dan Alen tidak ingin kehilangan keduanya, karna hanya dua orang itu yang mau menerima dia apa adanya.

"Dan, mendingan lo baikan deh sama Riva," ucap Alen yang bermaksud untuk membujuk gadis itu.

"Gue nggak mau titik," balasnya dengan nada kesal.

Alen hanya menggeleng pelan berharap semua ini segera berakhir karna dia merasa terganggu dengan renggangnya hubungan mereka berdua. belum lagi Day yang curiga pesannya dengan Dandra yang bisa di bilang banyak dan terlalu sering dikirim cewek itu. Alen benar-benar merasa kesal dengan semua ini.

Alan Dan Alen (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang