15 Perasaan Yang Terucap

1K 63 0
                                    


Hari ini adalah hari yang menegangkan bagi Alan ataupun Alen. Pasalnya, mereka akan menyatakan perasaan secara bersamaan di hadapan Day. Untuk selanjutnya mereka serahkan pada gadis itu, ingin menerima satu di antara mereka ataupun tidak menerima satupun di antara mereka. Apapun keputusan gadis itu nantinya, mereka akan menerima secara lapang dada. Bukankah, begitu perjanjiannya?

"Semoga berhasil, bro," ucap mereka bersamaan dan saling menepuk pundak mereka secara bersamaan.

Day sudah duduk di tempat yang sudah dipesankan Alan. Sebenarnya Alan tidak perlu memesan tempat karna mereka berada di kafe keluarga mereka. Jadi, ya gratis dan tidak perlu memikirkan bayaran yang akan membengkak. Toh, bundanya juga tidak akan minta bayaran nantinya.

"Lo duluan deh, Lan yang jalan," ucap Alen sambil mendorong tubuh Alen untuk segera pergi ke tempat Day duduk.

"Lo duluan deh, Len yang jalan. Katanya suka," ucap Alan yang berjalan ke belakang, dan mendorong saudaranya itu, tapi Alen sengaja menegangkan tubuhnya, dia tidak ingin menjadi yang pertama.

"Terus, kalo si Day kecebur ke laut lo tetep ngotot nggak mau nolongin?"

"Enggak," jawab Alen cepat.

"Terus, lo kayak mana?" tanya Alen lagi pada Alan.

"Enggak juga. Soalnya gue nggak pandai berenang," ucap Alan sambil menggaruk tekuknya yang tidak gatal.

"Udahan ah, kalo ngomong terus kapan ketemunya?" tanya Alan yang sebenarnya mengalihkan perhatian.

Day tidak tahu dia mimpi apa tadi malam sehingga ada dua anak kembar yang sudah berdiri di depannya dengan pakaian yang menurut Day keren. Mereka berdua sama-sama memakai hoodie abu-abu dengan lengan yang digulung sebatas siku. Celana, sepatu, dan sisiran rambut mereka bahkan sama. Sepintas Day berpikir kalau dia tidak tahu yang mana Alan, dan yang mana Alen, mereka berdua itu kembar identik nyaris sangat sulit untuk dibedakan apalgi berpenampilan sama seperti ini. Mungkin kalau ibu mereka pasti tahu yang mana Alan dan mana yang Alen, tapi sayangnya dia bukan ibu dari kedua anak kembar ini.

"Hmm ... coba deh kalian berdua senyum." Seingat Day senyum mereka berdua itu berbeda. Alen memiliki senyum yang lebih manis dari Alan.

Alan dan Alen yang diperintahkan seperti itu hanya mengikutinya, dan mereka sama-sama tersenyum. Tak butuh waktu lama bagi Day, dia sudah bisa membedakan kedua orang itu. Alan yang sebelah kanan, dan Alen yang sebelah kiri.

"Ya udah kalian ngapain berdiri aja?"

Alan ataupun Alen tidak ada yang memulai pembicaraan, mereka sibuk dengan urusan masing-masing. Alan yang biasanya cerewet, dan selalu punya bahan yang tidak membosankan untuk dibicarakan hanya diam seribu bahasa, dan selalu menatap pada Alen yang tentu tidak tahu mau berbicara apa.

"Kalian berasa makan sama ibu mertua aja deh. Diem kayak patung," ucap Day yang mulai memecahkan keheningan di antara mereka bertiga.

"Gue nggak tau mau ngomong apa soalnya," timpal Alan yang hanya cengengesan tidak jelas, sedangkan Alen masih dengan sikapnya yang seperti biasa.

"Jadi, ada acara apa, nih pake ngundang gue makan segala? Nggak lagi adain lamaran, 'kan?" canda Day yang tentu saja benar, tapi jenis lamaran ini adalah lamaran untuk menjadikan dirinya pacar.

"Jadi gini, kita berdua tau kalo ini tuh cepet banget, tapi asal lo tau kita berdua udah suka lo dari kelas satu SMA," ucap Alen to the point karena dia memang tipe orang yang suka langsung. Tak suka bertele-tele seperti Alan yang kalau ingin menyampaikan sesuatu harus basa-basi membosankan terlebih dahulu.

Day yang mendengar pernyataan itu bukannya kaget, tapi malah tertawa menganggap itu hanyalah guyonan asal yang tentu saja tidak terlalu menarik, tapi karna selera humornya rendah. Jadi, Day malah tertawa.

"Day, kita berdua serius," ucap Alan yang mampu menghentikan derai tawa Day, dan tergantikan dengan jantungnya yang mendadak berdegup kencang, dan suara hatinya yang mengatakan 'apa yang harus dia lakukan?'

"Ha? Apa?!"

"Kita berdua serius, Day bukannya becanda," ucap Alen yang kini sudah menatap mata hitam pekat milik gadis itu.

Day bingung harus menjawab apa. Sejujurnya, dia juga tidak tahu siapa yang dia sukai di antara dua anak kembar itu. Keduanya sama-sama menarik dan asyik dengan cara yang berbeda. Jika dia menerima yang satunya. Yang satunya lagi pasti bakalan terluka begitupun sebaliknya, dan Day tidak ingin membuat salah satunya terluka.

"Gue harus jawab sekarang?" hanya itu kata yang mampu dia ucapkan karna dia masih dikelilingi dengan kebingungan.

"Iya," jawab mereka berdua kompak, dan itu malah membuat Day bertambah bingung. Ternyata dua saudara ini bisa kompak secara bersamaan.

Tidak bisa yang dilakukan gadis itu selain memikirkan jawaban yang baik untuk dua orang yang sudah menunggu jawabannya, dia harus jujur pada hatinya. Walaupun salah satu dari mereka akan terluka, tapi itulah resikonya. Harus ada yang rela melepaskan walupun Day tidak begitu yakin, tapi dia bisa apa?

"Gue nggak tau ini pilihan yang bagus apa enggak. Jujur, gue takut nyakitin kalian berdua, dan apapun pilihan gue nantinya gue harap lo berdua terima. Suka nggak suka ya lo berdua harus rela, gue nggak mau egois, tapi gue nggak mau juga dianggap serakah. Jadi, sori Alan, gue bener-bener minta maaf sama lo. Gue lebih milih Alen," ucap gadis itu yang mampu mengagetkan keduanya.


Maafkan aku yang baru update sekarang, cerita Alan dan Alen bakal kutamatin kok.
Nggak aku gantungin kayak ceritanya yang versi lama.

Alan Dan Alen (END) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang