Sudah 5 hari, hari-hariku tanpa Sari, ia dirawat inap di salah satu Rumah Sakit, dokter bilang ia hanya demam tinggi dan harus dirawat inap agar kondisinya cepat pulih. Beberapa hari lagi, Sari boleh pulang, kalau kondisinya semakin membaik.
"Gangga, antarkan aku ke Rumah Sakit!"
Gangga pun mengangguk. Untuk saat ini, Gangga dan aku diizinkan kapan saja bisa menjenguk Sari di Rumah Sakit, asalkan aku dan Gangga sudah selesai mengerjakan tugas.
Gangga pun mengeluarkan sepeda kayuh yang sudah tersedia di Panti ini, aku berdiri di pedal sepeda bagian belakang, sedangkan Gangga terus mengayuh sepeda sampai tujuan.
Buliran air jatuh tepat di ujung hidungnya, aku mendoangkkan kepalaku, awan bergumpalan, membuat langit gelap, dan berhasil menurunkan ratusan buliran air yang membasahi semesta ini, awalnya hujan gerimis tetapi lama-kelamaan menjadi hujan yang deras. Aku dan Gangga pun mencari tempat untuk berteduh di pinggir jalan.
Tuhan, aku ingin punya keluarga .... pintaku lagi dan lagi, entah kenapa saat hujan datang aku teringat dengan kata 'keluarga'. Aku tengah menopang dagu, melihat beberapa pengendara mencari tempat teduh, memakai jas hujan, dan ada saja yang tidak peduli kalau sedang hujan.
"Hai!" Aku menoleh, orang itu tersenyum, ia pun langsung duduk di sebelahku.
"Pandita?" tanya orang itu.
Aku mengangguk, "darimana tahu namaku?" tanyaku yang pura-pura tidak tahu.
"Kamu ingat tidak, saat aku datang ke Pantimu, mengembalikan jaketmu itu?" Aku mengangguk, "dan temanmu yang bernama Sari itu memberi tahu siapa namamu," katanya.
"Lalu siapa namamu?" tanyaku yang penuh drama.
"Julian, salam kenal." ucapnya melempar senyum ke arahku, "ohiya, omong-omong temanmu si Sari dimana?"
Ah! Dia membuatku teringat lagi oleh Sari yang masih terkulai lemas di ranjang Rumah Sakit. Aku melihat ke langit, hujan masih mengguyur, tetapi airnya sudah mulai menyurut.
"Pandita!" panggil Gangga yang memecahkan lamunanku. Aku melihat Gangga berdiri di depanku, aku pun ikut berdiri.
"Kamu mau kemana?" tanya Julian yang masih terduduk. Gangga dan aku bersamaan menoleh ke arah Julian.
"Ke Rumah Sakit," kataku. Raut wajah Julian tampak bertanya, "Sari sakit, sudah beberapa hari ia dirawat, aku harus kesana." ucapku.
"Aku ikut!"
Lagi-lagi air hujan turun, awan tidak kuat lagi untuk membendungnya, awan merelakan air yang ditampungnya lepas begitu saja, air hujan yang jatuh ke tanah, tidak akan lagi kembali ke atas dan menemui awan, awan begitu tegar dan merelakan secara ikhlas kepergian hujan.
Untungnya aku ada di dalam mobil Julian, jadi hujan tidak bisa mengguyur tubuhku. Julian pun terus mengajakku mengobrol, aku sesekali melirik Gangga, wajahnya tampak kesal. Memang, Gangga sedikit cemburu kepadaku, ia juga pernah menyatakan cintanya kepadaku, tetapi aku menolaknya, aku sudah menganggapnya sebagai kakakku sendiri dan bagiku itu hanya lelucon.
Tidak lama kemudian, kami pun sampai di Rumah Sakit, aku melangkahkan kakiku cepat menuju ruangan Sari. Aku menggeser pintu, ia terlihat tertidur dengan wajah yang pucat.
"Sari, ini Julian datang," kataku di dekat ranjangnya.
Aku tidak menyangka kalau Sari akan dirawat inap, pasalnya kemarin wajahnya tidak ada pucat-pucatnya, aku merasa kalau ia menyembunyikan sakitnya, sampai-sampai ia dirawat inap.
"Dita ...." panggil Sari lirih, aku bangkit dari dudukku. "Air," katanya. Ia meminta aku mengambilkan air, aku pun mengambilkannya air di nakas.
"Bagaimana keadaanmu, Sari?" tanya Julian.
Sari tersenyum. "Aku sudah baikkan, terima kasih sudah menjengukku, Julian." ucap Sari penuh dengan senyum yang mengembang.
Sari, kamu tampaknya sangat senang kedatangan Julian, batinkku berbicara.
***
Semoga kalian suka ya.
-Terima Kasih-
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau, dan Hujan.
RandomTentang hujan, yang mengingatku pada masa lalu yang kelam, aku merasa senang maupun sedih, bersamaan dengan turunnya hujan yang membasahi semesta ini.