sembilan

342 111 88
                                    

Suara gemuruh yang menggelegar berhasil membuatku tersentak lalu loncat dari ranjang, aku melirik jam dinding, masih sangat pagi untuk bersiap membersihkan toilet, aku mendongakkan kepalaku melihat sekeliling.

Sepi.

Semua penduduk panti tengah lelap-lelapnya tidur di tengah guyuran hujan, entah kenapa saat hujan turun, kilat menyambar, guntur menggelegar, aku tidak bisa tidur, aku terlalu takut akan disambar petir.

Aku duduk di atas ranjang seraya mengambil benda kotak yang awalnya aku letakan di atas nakas, benda kotak itu mengeluarkan dering lagi, aku menggeser ikon yang sama seperti kemarin, saat Julian menelponku.

Sebelum menggeser ikon hijau, layar itu awalnya memunculkan nama 'Darl' aku tidak tahu siapa itu. Aku berpikir, hanya Julian saja yang bisa menelponku.

"Selamat pagi, Sayang...!" Suaranya lantang dan sangat nyaring, berhasil mengejutkanku sepagi buta seperti ini.

"Namaku Dita, bukan sayang," kataku sangat amat polos.

***

Aku dan Gangga melakukan hukuman lagi, memebersihkan toilet. Keringatku sudah bercucuran, sedangkan Gangga masih sibuk menguras bak mandi, ia lelaki yang pekerja keras dan bertanggung jawab. Aku mengukir senyuman saat melihat Gangga sibuk bekerja, aku baru sadar ia menatapku balik, seketika aku pun membuang muka.

"Gangga!" panggilku, jalannya pun terhenti, aku berlari kecil menyusul posisinya yang sudah lumayan jauh dariku. "Maafkan aku, soal kemarin," kataku dengan bibir yang bergetar.

"Sudah, jangan dibahas lagi," katanya sambil melempar senyum kearahku, aku pun membalas senyumannya, "sudah. Siap-siap, kita 'kan mau menjemput Sari."

Setelah aku selesai membenah diri, tubuhku sudah dikelilingi aroma parfum yang sangat harum, ini parfum favoritku, Sari teman sekamarku juga menyukai aroma pengharum ini.  Dengan segera aku mengetuk pintu kamar Gangga, dia pun langsung keluar dengan aroma yang tak kalah harumnya dariku, dan tiba-tiba saja tangannya melingkar di leherku.

"Ibu, kami pamit untuk menjemput Sari," kata Gangga sambil mencium punggung tangan Ibu Panti, begitu juga denganku.

"Kalian tidak sarapan dulu?"

"Tidak usah, bu. Kita sudah ditunggu," kataku.

Raut wajah Ibu Panti tampak bertanya, 'ditunggu oleh siapa?' Aku bisa mengerti arti raut wajah Ibu Panti. Suara klakson mobil milik Julian mengejutkanku yang tengah berjalan menuju teras Panti, suara derap kaki dari belakang membuatku dan Gangga menoleh bersamaan.

"Siapa dia?" tanya Ibu Panti yang baru saja tiba di  Teras.

Julian melempar senyum ke arah Ibu Panti. "Perkenalkan saya Julian. Teman Pandita, Gangga, dan Sari," katanya dengan sedikit membungkukan badannya.

Ibu Panti tampak senang dengan kedatangan Julian yang ramah dan mau membantu anak pantinya, "baiklah, bu. Kami berangkat dulu," kataku.

Awan yang mendung membuatku menatap ragu untuk turun dari mobil milik Julian, aku sudah telanjur nyaman berada disini. Aku yang tengah berdoa, dikejutkan oleh dering teleponku. Aku mengerutkan dahi, nama penelpon 'Darl' itu lagi menelponku.

"Siapa?" tanya Julian dengan tatapan penasaran. Aku tidak menjawab pertanyaannya, tetapi aku memperlihatkan nama penelponnya, matanya tampak menajam, aku melirik Gangga langsung, ia pun mengedika bahunya.

"Kenapa dimatikan?" tanyaku.

"Kalau nama itu menelponmu lagi, jangan diangkat, kamu bisa menggeser ikon merah yang muncul!" suruhnya, aku pun hanya manggut-manggut 'sok' mengerti.

"Yang tadi menelponmu itu, pacarmu?" tebakku. "Pasalnya, tadi dia pagi menelponku, dan mengucapkan kata sayang kepadaku," tambahku.

Julian tiba-tiba mengerem mendadak dan mengakibatkan tubuh terpental ke depan, untung saja sabuk pengaman ini menahan tubuhku, "lalu, dia bicara apa lagi denganmu?"

"Tidak bicara apa-apa, setelah aku menjawab teleponnya, ia langsung mematikan sambungannya, aku berpikir dia makhluk yang gila," tuturku.

"Dia memang manusia gila,"


***

Author's note :

JULIAN JAHAT YA NGATAIN ANAK ORANG 'GILA' WKWK.

Semoga kalian suka

-Terima kasih-

Aku, Kau, dan Hujan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang