Sesampainya di Rumah Sakit. Aku, Gangga, dan Julian pun turun dari mobil, aku segera menarik tangan Julian agar cepar-cepat menuju ruangan Sari. Senyumku mengembang dikala Julian ada, entah kenapa aku selalu merasa nyaman dan senang kalau Julian berada di sampingku.
Apakah aku menyukainya?
Aku menyingkirkan semua pikiran tentang itu, aku tidak boleh sege-er ini, bisa saja Julian baik kepada semua orang, bukan? Setelah kami sampai di depan ruangan Sari, Gangga pun membukakan pintu untukku.
"Hai, Sari!" sapaku dengan senyum semringah.
Terlihat wajah Sari yang semakin membaik, wajahnya tak lagi sepucat tempo lalu, aku sangat ngeri melihat wajahnya yang pucat pasi seperti mayat hidup.
"Kata dokter, kapan bisa pulang?" tanya Gangga.
"Besok sudah bisa pulang, aku ingin, kalian yang menjemputku, mau tidak?" tanya Sari seraya mengangkat alisnya sebelah.
"Boleh, biar aku jemput ya?" tawar Julian, sangat senang hati Sari dijemput oleh Julian, dia 'kan sangat menggemari lelaki ini.
"Tidak usah repot-repot, Julian. Aku bisa menyewa angkot untuk menjemput Sari," tiba-tiba saja Gangga mengangkat suaranya.
Mataku langsung melotot ke arah Gangga, "biarkan saja, Gangga. Sari juga senang kok dijemput dengan Julian, kan?" tanyaku melirik ke Sari, gadis sebaya denganku itu melengkungkan bibirnya, membetuk senyuman yang manis.
***
Aku dan Gangga sudah sampai di Panti, diantar oleh Julian, aku masih kesal akibat penolakan Gangga sewaktu di Rumah Sakit, aku sudah menanyakan soal 'kenapa ia tidak memberikan Julian menjemput Sari.'
"Itu akan merepotkan Julian, apa kamu ingin pekerjaan Julian menjadi kacau?"
"Kalau dia sibuk dengan pekerjaannya, kenapa dia menawarkan diri untuk membantu kita? Itu artinya dia tidak sibuk!" balasku dengan nada sedikit tinggi.
"Bisa saja 'kan, dia menyembunyikan semua kesibukan dirinya, demi bertemu denganmu, esok?"
Aku terdiam sejenak, menatap mata Gangga lamat-lamat, apa maksudnya, 'demi bertemu denganmu, esok?'.
"Apa kamu cemburu?" tanyaku yang masih memperhatikan matanya secara lamat-lamat.
***Aku memilih untuk tidak makan malam bersama Gangga, aku sedikit kesal dengan sikap Gangga, entah apa alasannya menolak tawaran Julian, untung saja aku langsung mengambil suara untuk menerima tawaran Julian.
Aku sibuk memainkan benda kotak yang orang-orang bilang 'telepon genggam' aku menyentuh layarnya, aku tidak tahu di mana harus menulis nomor telepon Julian. Suara ketukan pintu membuatku menunda aktivitasku, yang tengah mengutak-atik barang canggih itu.
"Gangga?"
"Maaf, ini makan malam untuk kamu," mataku langsung tertuju pada nampan yang dibawakan oleh Gangga. Sejujurnya, aku lapar, tapi aku tidak ingin makan. "Kenapa diam?" Suara Gangga menyadarkanku dari lamunan.
"Tidak, itu untukmu saja, aku tidak lapar," kataku berbohong. Tanganku dicengkram kuat oleh Gangga yang hendak menutup pintu, wajahnya tampak memelas meminta alasan kepadaku.
"Kamu kenapa?" tanya Gangga, tangannya masih memegang tanganku secara erat.
"Aku butuh istirahat," balasku, lalu meminta agar Gangga melepaskan cengkramannya.
Aku menelungkupkan kepalaku ke dalam selimut, aku merasa sangat bersalah kepada Gangga, entah kenapa disaat Julian datang aku sering mengabaikan kehadiran Gangga.
Hujan masih saja mengguyur bumi ini, tiada henti mengeluarkan air, sama sepertiku, tiada hari tanpa mengeluarkan air mata. Aku menatap layar telepon milik Julian, tiba-tiba saja suara dering mengejutkanku, aku tidak tahu harus menekan tombol apa, yang terlihat hanya ikon hijau dan merah. Tanganku mulai bergetar, segera aku menggeser ikon hijau.
Telepon itu mengeluarkan suara, aku pun menempelkan benda kotak berwarna gold itu di telingaku, "halo?" Suara itu seperti milik Julian.
"Ha ... halo?" Aku mulai mengangkat suara.
"Apakah besok kita bisa bertemu?" Suaranya lagi-lagi terdengar dari telepon itu.
Sebenarnya aku sedang berbicara dengan Julian atau benda kotak berwarna ini?
***
Author's note :
Kok Pandita kudet banget ya? wkwk.
Semoga kalian suka ya.
-Terima Kasih-
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau, dan Hujan.
RandomTentang hujan, yang mengingatku pada masa lalu yang kelam, aku merasa senang maupun sedih, bersamaan dengan turunnya hujan yang membasahi semesta ini.