enam

513 160 153
                                    

Suara gemuruh yang seperti bom meledak berhasil membuatku bangun dari mimpiku, aku menoleh ke kanan, hanya bantal guling yang menemaniku, aku merindukan Sari, biasanya aku tenang berada disisinya, tetapi saat ini aku merasa takut. Aku menatap dinding yang dihiasi oleh jam yang cukup terbilang besar.

02.00 am.

Aku menghidupkan lampu kamarku, mataku yang masih mengantuk, tidak bisa ku paksakan untuk kembali tidur. Dadaku terasa berdebar-debar tak keruan, aku ketakutan saat ini. Cahaya kilat menyambar dan menembus gorden kamarku, daun-daun pohon terlihat berterbangan secara asal.

Tuhan, aku takut.

Aku memaksakan mataku tertutup, pikiran aneh menghantui diriku, bulu kudukku tiba-tiba saja bangun. Aku bangkit dari kasur, aku ingin membangunkan salah satu temanku, aku ingin tidur bersamanya, tetapi aku tak enak hati.

DUAR!!!

"AKKKHHH!!!" teriakku yang benar-benar ketakutan saat kilat menyambar dan ditambah dengan suara guntur yang benar-benar seperti ledakan bom.

Aku menangis, aku benar-benar takut saat ini. Kakiku bergetar, tidak kuat menahan tubuhku, aku berjongok di depan pintu kamarku. Dencitan pintu kamar membuatku berhenti menangis, aku mendongakan kepalaku, terlihat seseorang mendekati diriku yang tengah berjongok ketakutan.

"Gangga!" seruku, aku langsung memeluknya erat, keringat yang sedari bercucuran kini kian menyurut. Jantungku berdebar-debar, aku tahu, Gangga pasti merasakan debaran jantungku.

"Kamu kenapa di luar?" tanya Gangga dengan suara khas baru bangunnya.

"A ... aku takut, apakah kamu mau tidur berasamaku?" tanyaku terang-terangan, aku memang sangat mempercayai Gangga, aku tahu, ia tidak akan macam-macam kepadaku.

Aku memberikan satu bantal dan selimut untuk Gangga, aku kasihan kepadanya, ia sudah mau menemaniku, tetapi harus tidur di lantai hanya beralaskan tikar yang kecil.

"Gangga, apa kamu tidak apa-apa tidur di bawah?" tanyaku khawatir.

"Tenang saja, aku sudah mempunyai kewajiban untuk melindungimu, dan sekarang tidurlah!" suruhnya.

Keesokan harinya, aku melihat Gangga masih tertidur beralaskan tikar dan tubuhnya tidak menggunakan selimut, sangat egoisnya diriku! Aku merasa sangat bersalah kepada Gangga, aku merasa aku seperti menyiksanya.

Aku masih terduduk di ranjang, memperhatikan wajah Gangga yang sangat ceria, wajahnya yang tampan membuatku senyun-senyum sendirian.

"Dita, kamu hari in---" ucapannya menggantung, mata gadis yang sebaya denganku tertuju langsung dengan Gangga yang masih tergeletak tidur di lantai. Tiba-tiba saja, Maria langsung menutup pintu kamarku, aku tahu, pasti ia akan melaporkan kepada Ibu Panti.

"Maria!" panggilku, tetapi gadis sebaya denganku itu tidak berbalik badan.

Aku pun membangunkan Gangga agar cepat-cepat pindah ke kamarnya, lelaki berpostur lebih besar dariku sangat sulit untuk dibangunkan. "Ayolah, Gangga!" pintaku sedikit berteriak kepadanya, aku pun menarik lengan Gangga, lalu menyeretnya. Perlahan mata Gangga terbuka, syukurlah.

"Ada apa?" tanya Gangga yang belum sepenuh jiwanya terkumpul.

"Tadi, Maria masuk ke sini, melihat kamu ada di sini. Aku yakin, dia akan melaporkan kita kepada Ibu Panti!"

"Nanti, akan aku je---" menggantung, suara dencitan pintu berasal dari kamarku, aku berdoa agar tidak terjadi salah paham. Mataku dan Gangga langsung melihat ke arah pintu.

Ibu Panti dan Maria.

"Tadi Maria melihat Gangga tidur disini," katanya sambil menunjuk lantai.

"Apakah itu benar, Gangga?" tanya Ibu Panti dengan suara tegasnya.

Aku hanya menunduk, tidak berani menatap mata Ibu Panti kalau tengah mengeluarkan amarahnya, Gangga pun mengiyakan pernyataan Maria.

"Tapi, ada alasan yang sangat akurat yang bisa aku jelaskan, Bu," kata Gangga.

"Apapun penjelasan yang kamu ceritakan, Ibu akan tetap memberikan kamu dan Dita hukuman!" ucap Ibu Panti.

Aku dan Gangga pun pasrah dengan hukuman yang diberikan oleh Ibu Panti, inilah konsekuensinya kalau salah satu anak Panti melanggar peraturan. Mereka harus siap mental untuk menerima hukuman yang diberikan selama 7 hari, Ibu Panti tidak memandang bulu untuk menghukum siapa saja, kecuali anak yang sakit. Itulah istimewanya Ibu Panti yang memiliki sifat yang adil kepada siapa saja.


***

Semoga kalian suka ya

-Terima kasih-

Aku, Kau, dan Hujan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang