Pagi sudah tiba, aku sambut dengan hati yang bahagia. Entah apa alasannya. Aku yang mendapat jadwal pagi, harus berangkat lebih pagi, karena jarak rumahku dengan tempat kerja cukup jauh.
"Pandita, ini ada kiriman surat," aku yang baru saja keluar dari bilik dikejutkan oleh suara ibu yang berada di ruang tamu. Aku menghampiri ibu, lalu aku mengambil sepucuk kertas itu.
"Dari siapa, bu?" tanyaku.
Ibu hanya mengedikkan bahunya, aku pun duduk di sebelah ibu, lalu aku membuka kertas itu.
Hai, Pandita Pandit.
Bagaimana kabarmu? Aku harap kamu selalu baik-baik saja, aku disini juga baik, kok. Bagaimana kamu dan keluargamu? Aku harap kamu menemukan kebahagiaan bersama keluarga barumu. Aku sangat beruntung mendapat orang tua angkat seperti bapak dan ibu. Mereka selalu mendukung kegiatanku, bagaimana dengamu?
Ohiya, beberapa tempo lalu saat kamu sedang tampil, kenapa kamu terlihat tidak fokus? Padahal aku tengah menikmati lagu bawaanmu. Aku sangat terbawa suasana pada saat itu, sampai aku lupa harus kembali bekerja. Maafkan aku kalau tidak bisa menontonmu hingga selesai.
-Gangga-
Aku meremas surat darinya. Benar, dia benar Gangga yang aku lihat saat aku tampil. Tanganku bergetar, jantungku berdetak kencang saat ini, aku tidak tahu kenapa setiap kali Gangga mengirimku surat, aku merasa deg-degan. Seperti ada getaran yang berbeda.
Apakah aku masih mencintainya?
Tiba-tiba suara klakson mengejutkanku, aku segera bangkit lalu menghampiri Julian.
"Ayah, ibu. Aku berangkat," pamitku lalu masuk ke mobil Julian.
Aku tidak sadar kalau tanganku masih memegang surat dari Gangga, dengan cepat aku masukkan ke dalam tas slempangku, "apa itu?" Tanya Julian.
Aku tidak mungkin berkata kalau itu surat dari Gangga, pasti ia akan marah lagi, "tidak apa-apa," jawabku dengan nada cepat.
"Pandita, kenapa kamu selalu terlihat gugup saat kamu berbohong padaku?"
"A... ku tidak berbohong, Julian," elakku.
Julian tampak menghela napas, "aku tidak tahu kamu berbohong atau tidak padaku, intinya dihatimu akan terbesit rasa tak enak, kamu tidak akan lega melakukan apa-apa, kamu menjadi tidak fokus dalam pekerjaanmu, kalau kamu berbohong padaku!" tuturnya. "Aku mohon kamu selalu jujur kepadaku, sayang." tambahnya.
Aku menundukkan kepala, aku dihantui rasa bimbang. Aku mengingat katanya, aku tidak boleh membahas Gangga bersama Julian. Aku tidak mau hubunganku hancur karena membahas Gangga.
"Sudah sampai. Jangan melamun terus,"
Aku mengangkat kepalaku, tidak terasa aku sudah sampai. Aku melirik Julian, ia tersenyum padaku, aku tidak tahu dibalik senyumnya itu. Julian sangat tulus padaku, kenapa aku tidak bisa menumbuhkan rasa itu balik kepada Julian?
"Sayang, ini untukmu. Maafkan aku kalau nanti aku tidak bisa menjemputmu, karena pekerjaanku sangat banyak hari ini," katanya sembari memberiku sebuah payung berwarna oranye.
Aku melempar senyum kearahnya, "terima kasih, Julian."
Aku pun mulai turun dari mobilnya, sebelum aku masuk ke kafē aku ber-high five dengannya, itu selalu dilakukan saat kami tidak akan bertatap muka satu sama lain.
***
Waktu sudah menunjukan pukul 4 sore, pekerjaanku sudah selesai kini giliran pekerja sore yang bekerja. Aku segera pamit dengan Tuan, lalu berjalan menuju loker. Sebelum aku pamit, aku dapat cermaah dari Tuan.
"Kenapa kau tampak tidak fokus hari ini?" tanya Tuan, "apa kau sedang sakit? Kalau kau sakit lebih baik kau istirahat saja, daripada tampil yang memalukan 'kan?" tambahnya. Aku hanya diam dan menunduk. Setelah Tuan pergi, aku baru berani menuju loker, tempatku berganti baju.
Ah! Karma datang secepat ini.
***Semoga kalian suka ya
-Terima kasih-
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau, dan Hujan.
RandomTentang hujan, yang mengingatku pada masa lalu yang kelam, aku merasa senang maupun sedih, bersamaan dengan turunnya hujan yang membasahi semesta ini.