dua-puluh-dua

219 53 32
                                    

Aku berjalan di atas jembatan yang panjang, ku lihat di sebelah kananku tampak taman yang indah, banyak kupu-kupunya, serta bunga-bunganya pun cantik-cantik.

Apakah ini namanya surga dunia?

"Nak ... pergilah!" Suara itu mengejutkanku yang hendak memasuki taman indah itu. Aku menengok ke kiri, aku melihat seorang perempuan mirip denganku. "Pergi dari sini, sebelum jembatan ini habis terbakar!" Ia berseru lagi. Aku menunduk, jembatan ini bentar lagi hancur, kalau aku tidak segera lari, aku akan ikut terbakar.

"Pegang tangan ayah, nak!" Perintah seorang perempuan itu tadi. Aku pun menuruti perkataannya, lelaki yang mengenakan jubah putih itupun merentangkan tangannya, aku masih berlari di jembatan suram itu, tanganku belum menyentuh tangan lelaki itu.

Dan ...

Aku berhasil menggapainya.

***

"Dok ...."  panggil seseorang, aku tidak tahu siapa yang dipanggil. Aku hanya melihat 1 orang laki-laki yang tengah berdiri di samping ranjang yang aku tiduri.

"Akhirnya kau sadar," kata laki-laki berbadan tegap itu. Ia tampaknya habis menangis, wajahnya memerah, dan matanya membengkak.

"Pandita, apa kamu baik-baik saja?" tanya lelaki asing itu. "Sudah 1 minggu, kamu tidak sadarkan diri," tambahnya.

Aku diam. Kepalaku terasa sakit sekali, aku tidak tahan dengan rasa sakitnya seperti ditusuk beribu belati, aku berjerit kesakitan, tanganku yang penuh perban pun sangat sulit untuk digerakan.

"Kamu kenapa, Pandita?" tanya laki-laki itu lagi.

"Sakit ...," kataku sambil meringis kesakitan.

3 orang berpakaian yang sama pun memasuki ruanganku, salah satu dari mereka menyuntikku. Dalam hitungan detik, rasa sakit di kepalaku hilang.

"Dia kenapa dok?"

"Dia ada gangguan di otaknya, ia sedikit kehilangan ingatannya, mungkin saja dengan barang-barang yang sangat berharga bagi dirinya, akan memulihkan ingatannya," kata seorang laki-laki yang menggunakan jas putih, "dia amnesia masih tahap ringan, jangan terlalu khawatir, dan jangan terlalu dipaksan untuk mengingat sesuatu," tambah laki-laki itu.

"Baik dok,"

3 orang yang awalnya datang ke ruanganku berpakaian putih-putih kini sudah keluar, di ruanganku hanya seorang lelaki asing itu menemaniku.

"Pandita, apakah kamu mengingat ku?"

"S ... siapa Pandita?" tanyaku terbata-bata.

"Namamu adalah Pandita," katanya. "Apakah kamu mengingat ku?" tanya lelaki itu lagi.

"Ehm ... maaf, aku pernah melihatmu. Tapi, aku lupa namamu," balasku.

Lelaki itu melempar senyumnya ke arahku, "apa kamu ingat ini?" Ia mengeluarkan sebuah benda yang berwarna cokelat muda, itu jaket.

Sekelebat sebuah bayangan hitam putih melintas di otakku, bayangan itu masih tercampur aduk dipikiranku, wajahnya terlintas tapi tidak begitu jelas.

"Sshh ... kepalaku rasanya sakit sekali," kataku sambil memegang kepala.

"Kamu tidak apa-apa?"

Aku tidak menjawab pertanyaannya, kepalaku rasanya ingin meledak. Lelaki itu pun menyuruhku untuk istirahat, aku pun mengikuti perintahnya.

***

"Kamu yang menyebabkan ini semua, untuk apa datang lagi? Itu akan menyebabkan Pandita tambah sakit!" Terdengar suara seseorang dari luar kamarku.

"Aku tidak ada urusan denganmu. Jadi, minggirlah." balas seorang laki-laki yang suaranya asing bagiku.

Suara derap kaki dua orang itu meramaikan ruanganku, terlihat satu orang laki-laki membawa beberapa tangkai bunga mawar dan satunya lagi tengah memasang wajah kecut.

"Apa kamu mengingatku, Pandita?" tanya seorang laki-laki yang membawa bunga mawar itu.

"Maafkan aku ..." kataku menggantung, "kalau aku salah menyebutkan nama," tambahku.

"Tidak masalah. Jadi, siapa namaku?" tanya orang itu lagi.

"Gangga."

***

Author's note :

Sebenarnya, Pandita salah sebut nama, yang seharusnya itu Julian, bukan Gangga.

Semoga kalian suka ya

-Terima Kasih-

Aku, Kau, dan Hujan.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang