Aku dan Gangga tengah menyikati toilet di Panti, Gangga membersihkan toilet laki-laki, sedangkan aku toilet perempuan, selain diberi hukuman membersihkan toilet, jatah makan kami dipotong, kami diperbolehkan makan satu piring berdua, itu tidak masalah bagiku dan Gangga, karena dengan makan satu piring berdua, bagiku menyenangkan.
"Pandita," panggil Gangga. Aku yang tengah sibuk menguras bak pun memberhentikan pekerjaanku dan mematikan keran yang masih mengeluarkan air.
"Ada apa?" tanyaku sembari mengusap keningku yang bercucuran keringat.
"Main hujan, yuk?" ajaknya.
Memang aku suka bermain hujan, tetapi aku takut kalau Ibu Panti tahu kita tidak mengerjakan hukuman, bisa-bisa hukuman akan menambah menjadi 14 hari, aku tidak mau menambah pekerjaanku.
Belum sempat aku menjawab ajakannya, tanganku sudah ditarik oleh Gangga, kami sudah berada di bawah guyuran hujan, tumben tidak adak kilat yang menyambar, dan suara gemuruh yang menggelegar. "Gangga, aku takut, nanti ada petir menyambarku," kataku.
"Tenang saja, nanti kalau petir itu akan menyambarmu, biar ku peluk kamu, agar tidak terkena petir," balasnya penuh candaan.
"Nanti kamu mati, bagaimana?"
"Tenang saja. Gangga adalah seorang laki-laki yang gagah, dan kuat, ia tidak akan lemah apalagi di depan perempuan yang disayanginya," lagi, lagi ia tampaknya bercanda.
Aku pun langsung melempar senyum ke arah Gangga. Rambutnya yang basah membuatku ingin mengeringkannya, aku langsung menarik tangan Gangga menjadi tempat teduh, hujan semakin menjadi-jadi, aku tidak mau diantara kami ada yang sakit.
"Sudah, jangan seperti anak kecil, Gangga!" bentakku, pasalnya ia tidak mau mencari tempat teduh, kalau ia sakit, nantinya aku khawatir.
"Cepat mandi, setelah itu, kita temui Sari," kataku lalu mendorong tubuhnya agar masuk ke dalam biliknya, setelah kulihat ia tak lagi memunculkan tubuhnya, aku kembali ke bilikku juga.
***
Hujan tetap saja tidak surut-surut, awan tidak pernah mampu untuk menahan bendungan air, aku tahu bagaimana beratnya menahan sesuatu apalagi menahan sesuatu secara paksa, itu menyakitkan.
Suara ketukan pintu membuatku cepat-cepat mengelap rambut yang basah, setelah rambutku setengah kering, aku membuka pintu dan mendapati lelaki berbadan tegap tengah menungguku di depan pintu kamar.
Gangga melempar senyum termanisnya ke aku, "kita sarapan dulu ya? Aku lapar," katanya sambil memegang perutnya, aku pun mengangguk, aku juga lapar.
Terlihat Ibu Panti tengah duduk di meja makan bersama anak panti yang lain, aku dan Gangga yang baru datang dengan rambut sama-sama basah pun berhasil menjadi pusat perhatian, "ingat ya, hukuman kalian, makan satu piring berdua." Ibu Panti mengingatkan kami berdua, aku hanya mengomel di dalam hati, sedangkan Gangga hanya mengangguk.
Usai sarapan bersama, aku dan Gangga pamit kepada Ibu Panti untuk menjenguk Sari, Ibu Panti pun mengizinkan kami, aku yang sangat senang pun langsung menarik tangan Gangga menuju tempat menunggu angkot.
***"Kalau kamu hendak menjenguk temanmu, hubungi saja aku," kata lelaki itu yang tengah mengemudikan mobilnya. Ia tampak merogoh kantong celananya, ia pun memberikan aku secarik kertas, aku tidak mengerti. "Ini nomorku, kalau kamu membutuhkan pertolonganku, hubungi saja aku," tambahnya setelah memberikan nomor teleponnya.
"Tapi ... aku tidak punya telepon," kataku terbata-bata.
Lagi, lagi, ia merogoh kantong celananya, "untuk sementara gunakan ini dulu, nanti kalau aku sempat pergi ke konter HP, aku akan memberikan yang lebih mahal dan bagus," katanya sembari memberikan benda berbentuk kotak yang cahayanya sangat terang. Benda itu langsung ditaruh olehnya di pangkuanku.
"Tidak usah, aku terlalu merepotkanmu,"
Lelaki itu tersenyum memandangiku, aku yang dipandang oleh lelaki itu langsung melirik Gangga canggung yang duduk di bangku belakang, "tidak apa, kamu tidak pernah merepotkanku."
"Terima kasih, Julian," kataku dengan malu-malu.
***
Author's note :
Hai, makasi yang udah baca sampai bab ini ya! Semoga kalian terus baca dan vote :)
Oiya, disini Julian bukan om-om, Julian umurnya baru 20 tahun. Kalau Pandita dan Sari 17 tahun, sedangkan Gangga 18 tahun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aku, Kau, dan Hujan.
RandomTentang hujan, yang mengingatku pada masa lalu yang kelam, aku merasa senang maupun sedih, bersamaan dengan turunnya hujan yang membasahi semesta ini.