R.E.E

4.2K 382 28
                                    

Happy Reading Guys!!!

***

"Aku mencintaimu. Sudah sejak lama aku selalu merapalkan kalimat itu di dalam hatiku di setiap harinya. Kamu...lebih dari semua materi yang aku punya di dunia ini. Kamu adalah nafas hidupku."

***

Aku hanya terus memperhatikan tangan kanan Leo yang kini sedang di obati dan diperban oleh Ibunya. Sementara tangan kiri Leo masih terus menggenggam erat tanganku. Sesekali aku rasa dia memperat genggaman tangannya saat mendengar aku tersedu.

Aku sudah tidak menangis lagi, tapi masih sering tersedu walau tadi aku sudah meminum banyak air.

Tidak ada yang bicara sampai Ibunya Leo selesai dengan luka di tangan Leo. Setelah membereskan obat-obatan yang tadi digunakannya, beliau berdiri dari sisi kanan Leo yang duduk di pinggir tempat tidur dan mendekatiku.

"Ree nggak ada yang luka kan sayang?"

Aku menggeleng pelan dan menjawab dengan suaraku yang benar-benar parau. "Nggak, Mom."

"Ya sudah. Istirahat ya. Kalau perlu apa-apa Mommy ada di bawah." Ibunya Leo mengusap rambutku pelan sebelum keluar dan manutup pintu kamar dengan pelan.

Hening beberapa saat. Aku masih memperhatikan tangan Leo yang kini sudah dibalut perban. Dia menolak untuk ke dokter ataupun dipanggilkan dokter untuk mengobati lukanya yang menurut dia hanya luka kecil.

Padahal luka itu membuat darahnya mengucur cukup banyak. Dan dengan gilanya, Leo tadi sempat-sempatnya menggendongku dari kamar kami yang sudah hancur ke kamar lain yang ada disebelah kamar kami dan dia hanya membalut sementara tangannya dengan kemeja yang dia gunakan. Hanya supaya darah di tangannya tidak mengenaiku.

Aku sudah menyuruhnya berhenti mengurusiku dan meminta dia untuk segera mengobati lukanya. Tapi pria keras kepala itu hanya mengabaikan ocehanku. Dia tetap pada keinginannya untuk menggendongku ke kamar lain, lalu setelah itu dia masih melanjutkan untuk menggantikan pakaianku yang sedikit terkena noda darahnya saat dia memelukku tadi.

Tak cukup sampai disitu, Leo juga masih dengan keras kepalanya mengambilkan handuk basah untuk menyeka wajahku yang lengket. Setelah dia merasa puas untuk mengurusiku barulah dia mau membersihkan dirinya sendiri dan meminta Ibunya saja untuk mengobati lukanya. Keras kepala dan semaunya. Dan tidak seorangpun bisa menghentikan itu.

Aku tersadar dari lamunanku saat Leo menarikku dalam pelukannya. Tanggannya yang diperban dia letakkan di pinggangku, dan tanggannya yang lain mengusap punggunggu pelan. Cukup lama, sampai aku mulai merasa mengantuk.

Aku sudah hampir tertidur ketika mendengar Leo bersuara dengan lirih. "Maaf. Maaf, Ree. Maafkan aku."

Lalu setelah itu kembali hening, yang lagi-lagi mengundang kantukku. Namun setiap aku hampir tertidur Leo kembali bicara padaku. Dia memang pandai mengganggu.

"Aku mengenal Clara ketika kami sama-sama di perguruan tinggi. Aku tidak mengenal dia di kampus. Kami pertama kali bertemu di club saat perayaan pesta ulang tahun adik sepupu aku, yang kebetulan berteman dengan Clara. Tidak ada yang spesial. Clara sama seperti rata-rata gadis yang pernah aku temui di club, selalu banyak bicara ketika bertemu teman baru."

Leo menarik nafas panjang sebelum kembali melanjutkan ceritanya. "Kami menjadi semakin akrab, dia perempuan yang menyenangkan dan juga teman berbagi cerita yang baik. Dari cerita-ceritanya aku tahu jika Clara punya seorang adik perempuan, dia sering menyebut adiknya ketika dia sedang menceritakan hal-hal yang pernah dia alami ataupun ketika dia menemukan sesuatu yang mengingatkan dia pada adiknya. Kami cuma berbagi cerita dan cuma berteman. Tidak pernah lebih dari itu."

Your, Mine, UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang