L.E.O

3.3K 288 13
                                    

Ini untuk dirimi-dirimu yang setia menunggu update kisah ini.

Happy reading guys!!!

***

"Sempurnanya aku ya kamu. Komitmen seumur hidupku bersama kamu. Sampai kapanpun dalam segala kondisi, hanya kamu. Audrey-ku."

***

Aku meringis pelan merasakan tendangan dari dalam perutku, lalu mengusapnya pelan berharap dapat sedikit menenangkan bayiku di dalam sana. Tapi yang ada justru dia bergerak semakin heboh. Membuatku beberapa kali meringis karena tendangannya yang kelewat kuat.

"Udah mulai sering mules, Ree?" Ibu mertuaku bertanya khawatir melihat aku yang beberapa kali meringis sejak tadi. "Nendang-nendang, Mom." Aku masih merasakan beberapa tendangan lagi di perutku.

Ibu mertuaku menggeser duduknya mendekati aku, lalu ikut mengusap perutku. "Aduh cucu Oma ini aktif sekali. Mommy dulu juga waktu hamil Leo terus dia tendang-tendang dari dalam. Apa lagi kalau udah hari-hari menjelang lahiran seperti kamu ini, duh kadang Mommy sampai sulit bedain mules mau lahiran atau karena dia tendang." Aku terkekeh pelan mendengar cerita ibu mertuaku yang menurut dia bayi ku ini benar-benar seperti Leo dulu saat masih dalam kandungannya. Mentang-mentang aku hamil karena ulah anaknya, jadi semua serba seperti Leo.

Sementara dari pintu samping aku melihat Leo datang menghampiri kami bersama ayah mertua ku, masih sama-sama dengan stelan kerja lengkap. Semenjak kehamilanku menginjak usia Sembilan bulan,setiap hari dari pagi sampai sore memang Mami dan Ibu mertuaku bergantianmenemani aku di rumah sementara Leo ke kantor. Dan ketika ibu mertuaku yangmenemani maka pada sorenya ayah mertuaku dan Leo akan pulang bersama. 

"Hai." Sapa Leo begitu dia duduk di sampingku dan mengecup kepalaku. Sementara ayah mertuaku memilih duduk di sofa yang terpisah dengan aku, Leo, dan ibu mertuaku.

"Duh Mommy jadi seperti nostalgia kalo liat Daddy dan Leo pulang sama-sama terus seperti ini. Kayak waktu awal-awal Leo baru belajar ke kantor sama Daddy, waktu itu Leo masih SMA ya? Waktu Leo masih mau-mau saja kalo Mommy unyel-unyel. Sekarang saja, paling Mommy cuma bisa peluk sama cium pipi sedikit-sedikit. Itupun jarang." Ibu mertuaku langsung menyambut heboh dua pria kesayangannya itu yang baru bergabung bersama kami. Yang hanya ditanggapi dengan tawa lepas dan anggukan setuju ayah mertua ku.

"Sekarangkan lebih enak kalo Ree yang unyel-unyel, Mom." Sementara Leo hanya nyengir tanpa dosa setelah bicara sembarangan seperti itu dan mengabaikan teguran ku.

"Ah paling juga kamu yang lebih sering unyel-unyelin Ree duluan. Abis itu langsung cari kesempatan."

"Nah itu Mommy tau. Ini sebentar lagi juga keluar satu hasil ngerjain Ree." Leo mengelus perut buncitku dengan bangga.

"Leo!" Aku menegur Leo lagi karena bicara sembarangannya itu. Kenapa Leo itu suka sekali kalau diajak membahas hal tidak penting begitu. Aku sudah malu pada kedua mertuaku.

"Ngerjain Ree apa? Bikin dia sebel sama kamu?" Dan lagi kenapa ibu mertuaku masih mau-mau saja meladeni omongan tidak penting Leo tadi!

"Mommy kayak nggak tau aja. Ngerjain bikin enak lah. Hasil kerja keras ini Mom, tiap malam sama Ree..."

"Leo ih mulutnya!"

"Apa Ree? Mau mulut aku? Inikan memang punya kamu. Mau coba sekarang? Lagi ada Mommy sama Daddy, aku juga takut khilaf nanti kebablasan jadi lanj..."

"Leo!!! Nyebelin ah!" Aku sekarang dapat merasakan dengan jelas jika wajahku sudah memanas. Dan dapat dipastikan sudah terlihat memerah juga, karena malu. Aku tau Leo itu anak tunggal dan selalu bertingkah semaunya, tapi dia juga tidak perlu mengatakan kata-kata mesum itu ketika orang tuanya sedang bersama kami. Dia memang biasa saja ketika mengatakan itu, tapi aku juga masih punya malu!

Aku melirik ayah mertuaku yang hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah Leo. Sementara ibu mertuaku sudah berdecak gemas, seperti ingin meng-unyel-unyel Leo kalau istilahnya. "Kamu itu ya ngomong suka seenaknya. Masih sore begini mana ada khilaf-khilaf terus kebablasan!"

"Gimana nggak khilaf, aku kan sering puasa sekarang Mom. Paling sebulan cuma bisa satu atau dua kali. Habisnya kalau keseringan Ree jadi kram perutnya. Udah coba ganti gaya sih tapi masih sak... Aww!!!" Aku memukul perut Leo dengan cukup keras. Tidak peduli jika orang tuanya ada bersama kami. Kesabaran ku benar-benar sudah habis karena mulut sialannya itu.

"Sakit Ree." Aku mengabaikan Leo yang mengadu padaku. "Ree, ini beneran sakit loh. Kamu kenapa mukul beneran? Biasanya juga pukul-pukul manja. Aku kan tadi cuma ngomongin fakta kalau kita..."

"Bodo! Kamu nyebelin! Aku benci kamu!" Lalu setelahnya hal paling menyebalkan yang aku alami selama mengandung terjadi, air mata yang ingin keluar begitu saja. Aku sebal pada Leo, tapi tidak harus sedrama ini. Hormon hamil yang benar-benar gila ini membuat air mata ku seakan tidak ada habisnya untuk menangis. Sudah tidak terhitung lagi berapa kali aku menangis karena di jahili Leo.

"Sudah sudah. Kamu itu sama istri sendiri masih dijahilin. Sudah mau punya anak sebentar lagi, isengnya dikurangin!" Kali ini ayah mertuaku yang angkat bicara untuk menghentikan Leo. Sementara yang ditegur tidak merasa bersalah sama sekali. Menyebalkan!

"Hei jangan nangis dong, aku cuma bercanda." Leo mencoba menarik lenganku yang langsung aku tepis begitu saja. Aku hanya menunduk saja, enggan menaggapi Leo dan malu juga pada mertuaku. Biasanya aku tidak sekekanakan ini, ini hanya karena pengaruh hamil saja.

"Ree, jangan ngambek dong. Aku cuma bercanda. Ya? Maaf ya? Maafin aku." Aku mencoba menghindari Leo yang ikut menundukkan wajahnya untuk sejajar dengan wajahku. Aku benar-benar tidak percaya dengan kata maafnya. Dia selalu mengatakan itu setelah menjahiliku, lalu besoknya dia akan berulah lagi. Tidak ada penyesalan sama sekali.

"Kamu nyebelin!"

"Iya."

"Jelek! Aku benci kamu pokoknya!"

"Kamu cantik. Aku cinta mati sama kamu pokoknya. Udah ya, maafin aku ya?"

"Nggak usah dimaafkan, Ree. Biar tau rasa dia. Maafnya juga nggak niat begitu." Ibu mertuaku juga ikut menimpali kata maaf tanpa penyesalan Leo itu. Lalu Leo yang berdecak sebal pada Mommy nya. "Mommy jangan ngomporin gitu. Ini urusan rumah tangga aku. Ree, maaf ya? Nanti dedek bayi sedih kalo Mama marah sama Papa."

Leo merangkul bahuku untuk merapat padanya. Aku hanya menurut saja, percuma memang mengabaikannya. Manusia macam Leo tidak mengenal kata jera. "Anak aku sedih kalau kamu nyebelin."

Leo tertawa pelan di puncak kepala ku. "Makasih ya udah dimaafin." Aku hanya bisa menghembuskan nafas jengah akan kelakuan Leo. Suamiku memang semenyebalkan itu.

Setelahnya obrolan kami berlangsung lebih normal. Sesekali mertuaku membahas tentang Leo waktu kecil dulu, lalu berlanjut membahas kandunganku dan persiapan melahirkan, atau hal-hal ringan lainnya.

Obrolan kami berlangsung cukup lama. Sampai ponsel Leo berbunyi dan dia beranjak menjauh dari tempat kami mengobrol untuk mengangkat telfonya, hal yang baru akhir-akhir ini dia lakukan. Biasanya Leo akan langsung menjawab telfon tanpa sembunyi-sembunyi begitu. Hanya belakangan ini beberapa kali dia menjauh ketika sedang menerima telfon.

Aku tidak tau siapa yang menelfon dan apa yang dia bicarakan. Awalnya aku memilih untuk tidak mau tau. Tapi aku justru semakin merasa Leo sedang menyembunyikan sesuatu dari ku. Bukannya dia sudah berjanji untuk tidak berbohong lagi pada ku?

Jujur saja, ada sedikit rasa cemas dan takut ketika Leo bertingkah begitu. Aku sudah memilih untuk melihat setiap sikap Leo sebagai hal yang benar-benar ingin dia lakukan tanpa kebohongan. Aku benar-benar takut jika kepercayaanku kali ini juga akan berakhir buruk.

Aku sudah tidak punya nyali lagi untuk menerima cerita lain dibalik kenyataan yang aku jalani. Semoga saja, kali ini apa yang aku takutkan tidak perlu terjadi. Dan kenyataan yang terjadi benar-benar sesuai harapanku.

*** 

Jangan lupa tinggalkan jejak ya?!!!

Your, Mine, UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang