Masih ada yang bangun jam segini? Kalau enggak ini jadiin buat sarapan aja deh.
Happy Reading Guys!!!
***
"You're my one and only."
***
Minggu pagi. Aku merasa semakin malas saja untuk bergerak akhir-akhir ini. Pengaruh beban tubuhku yang semakin berat mungkin. Padahal Mami dan Ibu mertuaku sudah mengingatkan ku berkali-kali untuk rajin-rajin bergerak, supaya gampang saat lahiran nanti kata mereka. Tapi mau bagaimana lagi, yang merasakan beban tubuhku kan cuma aku. Jadi yang tau seberapa berat dan malasnya aku bergerak ya juga aku sendiri.
Aku melihat sisi tempat tidurku yang sudah kosong dan mendengar suara air dari kamar mandi. Bahkan sejak usia kehamilanku memasuki bulan kesembilan, dapat dihitung dengan jari berapa kali aku bisa bangun lebih dulu dari Leo.
Biasanya Leo akan langsung mandi setelah bangun tidur, baru setelahnya dia membangunkan aku untuk mandi dan sarapan bersama. Lalu dia mengajak aku untuk melakukan hal yang paling enggan untuk aku lakukan dimasa kehamilan ini, jalan pagi. Walau hanya berkeliling rumah saja jika dihari dia kerja dan baru kejalanan komplek di hari libur, tapi tetap saja diriku yang hamil tua ini sangat berat hati untuk melakukannya.
Aku melihat handphone Leo yang terus bergetar di meja nakas samping tempat tidurnya. Malas bergerak, aku memilih mengabaikannya saja. Tapi sepertinya si penelpon itu benar-benar gigih untuk menghubungi Leo, walau tidak diangkat tapi tetap terus menelpon. Lagi pula siapa yang begitu rajin untuk menelpon Leo di minggu pagi ini?
Menyingkirkan sedikit rasa malasku aku bergerak untuk meraih hanphone Leo. Tidak ada nama penelponnya, hanya nomor yang tidak disimpan Leo di kontaknya. Bukan berniat lancang, tapi mungkin saja ini telepon penting karena sudah berkali-kali jadi aku memilih untuk menjawab panggilan itu. Dan karena sedikit penasaran juga sebenarnya. Sedikit.
"Halo?" Tidak ada jawaban. "Halo? Ini siapa?" Masih tidak ada jawaban. Aku menjauhkan ponsel dari telinga dan melihat layarnya yang masih menunjukkan jika panggilan telponnya masih tersambung. "Hal..." Panggilannya terputus begitu saja. Mungkin hanya orang iseng.
Aku meletakkan kembali ponsel Leo ke nakas dan ingin kembali berbaring tepat saat Leo keluar dari kamar mandi. Hanya dengan handung di pinggang dan rambut basahnya yang belum dilap kering. Pemandangan yang cukup menarik sebenarnya untuk membuka pagi, kalau saja yag melihat bukan wanita hamil pemalas seperti ku yang sekarang lebih memuja kasur daripada Leo. Dan jika yang melihat tidak tau semenyebalkan apa Leo itu.
"Eh Mama udah bangun. Tumben, biasanya tunggu Papa bangunin dulu." Benarkan, sekali bicara saja dia langsung menyebalkan. Aku sudah bilang berulang-ulang jika aku tidak suka dia panggil dengan sebutan Mama seperti tadi. Aku merasa geli sendiri setiap kali mendengarnya. Tapi justru hal itu dijadikan Leo bahan baru untuk menggodaku. Dia berdalih supaya nanti tidak salah panggil didepan anak kami, jadi dia latihan memanggil Mama dari sekarang. Dia tau aku tidak menyukai dia memanggilku begitu, makanya dia selalu melakukannya saat saraf jahilnya sudah hidup.
"Iya, ini mau tidur lagi."
"Eh no no no. Sekarang mandi terus sarapan dan kita jalan pagi." Leo langsung menahan tubuhku yang ingin berbaring. Tangannya sehabis mandi terasa begitu dingin di lenganku dan air dari rambutnya yang basah menetes membasahi wajahku.
"Leo rambutnya keringin yang benar. Itu netes di mana-mana." Aku mengusap air yang menetes di wajahku.
"Tadi aku udah mau keringin rambut, tapi kamu menghalangi dengan niat mau tidur lagi. Makanya mandi sana. Jangan malas gitu, bentar lagi mau lahiran loh Ree."
KAMU SEDANG MEMBACA
Your, Mine, Us
RomanceBagiku cinta itu bodoh. Hanya orang bodoh yang percaya dengan cinta. Dulu, aku seangkuh itu terhadap cinta. Setidaknya sampai aku mengenal dia. Lalu setelah itu, bisa dipastikan akulah orang paling bodoh itu di dunia ini. ~Leo Apa yang membuat seseo...