R.E.E

4.6K 413 13
                                    


"Aku mendapatkan semuanya. Hal yang diimpikan begitu banyak orang. Tapi nyatanya, ada satu zona yang tak tersentuh. Yang membuatku merasa jika semua tak ada artinya."

Sudah seminggu sejak pernikahan ku dan Leo. Sehari setelah resepsi dia langsung membawaku tinggal di rumahnya. Sejak saat itu pula aku tidak pernah bertemu dengan Mami lagi. Mami juga tidak pernah menghubungi ku, terakhir beberapa hari yang lalu. Dia hanya mengatakan jika aku sudah melakukan tugasku dengan baik dan dia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya dari Leo.

Miris sekali.

Rasanya aku sudah benar-benar bosan berada di rumah ini. Tak ada satu kegiatanpun yang dapat aku lakukan. Untuk mengurus rumah besarnya Leo sudah mempekerjakan beberapa orang pembantu. Dan Leo sudah melarang keras aku untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Satu-satunya hal yang dia izinkan untuk aku lakukan hanya memasak, yang sebelumnya sudah menjadi perdebatan keras. Aku tetap ngotot ingin diizinkan memasak walau dia sudah melarang. Dan aku tidak akan menurut begitu saja. Ahirnya setelah lelah sendiri meladeni protesan ku dia mengalah untuk hal itu.

Andai saja kehidupanku dan Mami berjalan normal seperti ibu dan anak lainnya, mungkin aku bisa ke rumah Mami saat Leo sedang kerja dan pulang lagi ke rumah Leo sore harinya. Tapi sayangnya hidupku tak seindah itu.

Mami mana butuh padaku lagi. Yang jelas saat ini dia sudah punya banyak uang, jadi tak ada akupun di dekatnya juga bukan masalah. Selama aku anteng-anteng saja di rumah Leo maka uang pria itu akan terus mengalir ke rekeningnya. Dan aku akan tetap menjadi barang jaminan atas kebahagiaannya.

Aku baru selesai menghidangkan makan malam ketika terdengar suara mesin mobil memasuki halaman. Tak lama Leo sudah berjalan memasuki ruang makan dengan wajah lelahnya. Dia langsung tersenyum begitu melihatku yang hanya ku tanggapi dengan wajah datar.

Seolah tak terpengaruh dengan sikapku Leo langsung mengecup kepalaku ketika dia sudah berada di depanku.

"Kamu masak lagi? Aku kasih izin kamu masak bukan berarti kamu melakukannya setiap hari, Ree! Masih ada pembantu yang memang tugasnya buat masak" Langsung saja dia mengoceh begitu melihat apa yang aku kerjakan.

"Aku bosan."

Leo sudah akan kembali mengoceh ketika aku kembali bersuara. "Kamu mau langsung makan atau mandi dulu?"

Dia melirik sebentar kearah makanan yang sudah terhidang. "Makan dulu aja mumpung masih hangat."

Leo langsung duduk di kursi yang biasa ditempatinya. Sementara aku mengambilkan nasi dan lauk pauk untuknya. Yang kusadari jika dia memperhatikan setiap gerak-gerik ku.

Kami makan dalam diam. Tak ada obrolan hangat seperti pasangan pengantin baru lainnya. Lagi pula tak ada yang perlu dibicarakan antara kami. Aku masih sangat membenci keadaan yang memaksaku untuk terjebak dengan Leo, lagi.

***

"Aku boleh kerja lagi?" Aku memecah keheningan saat sedang sarapan pagi bersama Leo. Lebih tepatnya hanya menemaninya sarapan. Aku sedang tak berminat untuk makan pagi ini.

"Bukannya kamu sudah resign sebelum kita menikah?"

"Aku cuma ambil cuti."

Leo meminum air putih yang terletak di dekat piringnya. "Kalau gitu resign sekarang."

Aku langsung menatap tak suka padanya. "Aku mau minta izin kamu buat kerja. Bukan buat suruh aku resign!"

"Uang bulanan yang aku kasih kurang, Ree?" Leo sudah selesai dengan sarapannya. Sekarang seluruh perhatiannya hanya tertuju padaku. "Kamu bisa pakai ini kalau masih belum cukup." Dia menyodorkan kartu kredit yang kutahu memiliki limit yang cukup besar.

Aku hanya memandang tak sudi pada apa yang berikannya pada ku. "Aku nggak butuh uang kamu. Aku cuma mau kerja lagi! Aku bosan di rumah terus."

"Kalau bosan di rumah kamu bisa pergi ke pusat perbelanjaan untuk mebelanjakan uang yang aku kasih. Sudah, gampangkan. Uang aku nggak akan habis kalo cuma buat membelanjakan kamu."

Aku berdiri dari tempat duduk ku. Merasa semakin muak dengan sikap Leo. Selalu saja dia merasa semua bisa dikendalikannya dengan uang. "Aku nggak butuh uang kamu dan aku juga nggak mau belanja. Aku cuma mau kerja dengan ataupun tanpa izin kamu."

Mendengar ucapanku Leo juga langsung bangkit dari tempat duduknya. Wajahnya tampak memerah dengan rahang yang mengeras. "Ree, dengarkan aku baik-baik. Kamu tidak akan melakukan apapun tanpa izin aku. Coba kamu berani nekat untuk bekerja.liat sendiri apa yang akan aku lakukan."

"Apa? Apa yang akan kamu lakukan? Menceraikan aku?" Tantang ku tidak takut dengan ancamannya.

"Menceraikan kamu adalah hal terakhir yang akan aku lakukan dalam hidup ini. Kamu fikir dengan terus menentang aku kamu bisa bebas dari aku. Begitu? Jangan harap kamu, Ree. Semakin kamu memberontak maka aku akan semakin mengikat kamu." Leo mencengkran kedua lenganku. "Kamu kira kemana kamu akan pergi setelah aku menceraikan kamu? Hah?"

Leo mencengkram lenganku semakin kuat. "Bersyukurlah kamu karna aku orang pertama yang dituju Mami kamu ketika dia menjajakan kamu. Bisa kamu bayangkan jika dia menawarkan kamu pada orang lain? Dan kamu masih mau kembali pada Mami kamu jika aku menceraikan kamu?"

Aku hanya mampu terdiam mendengarkan Leo. Aku membencinya, sangat. Tapi entah mengapa, seperti yang dikatakannya tadi ada sedikit rasa bersyukur karna dia yang menikahiku.

"Tidak, Ree. Kamu tidak bisa kemana-mana lagi. Satu-satunya tempak kamu adalah disini. Di rumah ku, menjadi istriku. Ah..dan satu lagi, kamu kira Mami kamu akan diam saja jika kamu ingin berpisah dari aku? Ingat Ree, Mami kamu tidak akan melepaskan tambang emasnya begitu saja. Kecuali jika dia bisa menemukan orang yang mau membeli kamu minimal menyamai nominal yang sudah aku berikan padanya"

"Kenapa kamu harus peduli jika Mami menjualku pada orang lain?" Susah payah aku mengeluarkan suara, setelah mencerna kembali penuturan Leo tadi.

Dia tidak langsung menjawab. Perlahan cengkaraman tangannya mengendur, sementara tatapnya tak terlepas dari wajahku. Lalu sebelah tangannya menyelipkan rambutku kebelakang telingan bersamaan dengan seringai miring yang terukir di bibirnya. "Sayang sekali rasanya jika harus melewatkan tubuh wanita yang sudah dijajakan tanpa aku harus bersusah payah mencari." Setelah itu satu kecupan Leo mendarat di leherku.

"Brengsek."

Leo hanya terkekeh mendengar makianku. Dan kembali mencium bibirku sekilas. "Terimakasih." Setelahnya dia langsung pergi meniggalkan ruang makan.

Aku kembali terduduk lemas di kursiku. Lagi-lagi, aku tak bisa melawan orang-orang yang merasa memiliki seluruh hidupku. Ternyata sebegitu menyedihkannya hidup yang aku miliki.

Jika Leo adalah orang asing bagiku, setidaknya aku punya Mami tempatku untuk kembali ketika seluruh dunia tak memberi tempat untukku.

Harusnya begitu, tapi nyatanya. Justru Mami adalah orang pertama yang membuatku tak pernah memiliki hidup dan duniaku sendiri

***

Happy reading!!

next 10 vote (gak maksa, penulisnya hanya ingin sekedar dihargai)

Your, Mine, UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang