R.E.E

3.4K 309 19
                                    

Happy Reading, Guys!!!

***

"I'm not a good man, but I was lucky because God send you for me. There are so many mistakes in my life, but I still lucky because you are destined to be mine. I'm more than just thankful to this life. Because God give me a chance to have you, love of my life."

***

Aku terbangun dari tidur ku. Jam lima sore. Setelah di tinggalkan Leo sendiri di kamar tadi, aku kembali menangis sejadi-jadinya. Sama sekali tidak berniat untuk menahan rasa kecewa dan marah di hatiku. Entah berapa lama tepatnya aku mengangis sampai tertidur karena kelelahan sendiri.

Setelah cukup sadar, aku bangun dari tidurku dan memilih untuk mandi. Tubuhku rasanya benar-benar lelah dan penat, semoga saja mandi bisa kembali menyegarkan tubuh dan pikiranku.

Aku berjalan pelan ke kamar mandi, merasai betul di setiap langkahnya. Perutku terasa lebih sakit lagi dari pada siang tadi. Apa karena aku terlalu banyak menangis hari ini? Sejak seminggu ini aku memang cukup sering merasakan sakit di perutku, tapi tidak setiap saat. Tidak seperti sekarang yang sakitnya bisa hilang timbul terus menerus. Bahkan dalam beberapa waktu rasa sakitnya benar-benar terasa menusuk di bagian pinggang belakangku.

Aku menyelesaikan mandi ku secepat yang aku bisa, lalu memilih pakaian apa saja yang pertama kali tanganku dapaat jangkau. Aku sudah benar-benar merasa tidak nyaman. Walau bagaimanapun aku mencoba menenangkan diri, tetap saja aku merasa cemas sekarang. Aku dan bayiku akan baik-baik saja kan?

Sambil menahan sakit aku berjalan keluar kamar, kenapa rumah yang sepi begini mendadak jadi terasa menakutkan untuk ku? Aku sampai di ruang TV, tidak ada orang di sana. Aku juga sudah memanggil Bi Neni beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Aku mencoba bergerak lagi menuju dapur, tidak ada siapa-siapa juga di sana. Aku diam beberapa saat mengumpulkan tenaga dan baru teringat jika setiap minggu sore Bi Neni selalu izin untuk menjenguk anaknnya yang di asrama.

Aku ganti berteriak memanggil Leo. Tapi tidak ada jawaban. Kemana lagi dia? Keluar untuk urusan kantor lagi? Atau di ruang kerjanya? Sekarang aku bukan cemas lagi, tapi takut. Benar-benar takut.

Aku menguatkan diri untuk berjalan ke ruang TV lagi, menuju tangga ke lantai dua. Sejak kehamilan ku tujuh bulan, aku dan Leo memang pindah tidur ke kamar yang ada di lantai satu karena akan terlalu berbahaya bagiku untuk selalu turun naik tangga.

Aku menantap nanar tangga yang ada di depanku, ruang kerja Leo ada di atas sana. Aku sudah tidak kuat lagi untuk menaiki tangga. Bisa berjalan sampai disini saja rasanya sudah benar-benar luar biasa.

"Leo!" Aku mengelus perut ku pelan. "Leo!!!" Kali ini aku meringis saat merasa lebih sakit begitu aku berteriak. Keringat dingin sudah mulai membasahi wajah dan leherku, dan aku sudah mulai menangis. Takut dan sakit.

"Leo!" Lalu sekarang aku sudah seperti meratap memanggil-manggil Leo. Aku sudah terduduk sambil menangis di anak tangga paling bawah. Aku tau jika aku panik maka perutku akan terasa semakin sakit. Tapi sungguh aku tidak bisa tenang, bagaimana jika sekarang aku benar-benar sendirian?

"Ree?!" Aku langsung menoleh ke atas begitu mendengar panggilan itu. Tangisku semakin kancang begitu Leo berlari menuruni tangga dan berlutut di depanku dengan wajah paniknya. "Hei, kenapa?"

Aku mencengkram lengan Leo erat. "Leo, sakit. Sakit banget, Leo!"

"Kita kerumah sakit sekarang." Leo langsung menggendongku, dengan setengah berlari menuju halaman dan berteriak memanggil nama Rahman, supir di rumah ini.

Your, Mine, UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang