28

114 11 11
                                    

-Author pov-

Dengan panik, Zayn mengajak Safaa pulang. Namun yang Safaa lakukan adalah menolaknya karena Ia yakin bahwa Yaser akan baik-baik saja.

Akhirnya sebuah ucapan tajam Zayn lakukan,"Tidak usah pulang ke rumah. Aku tidak akan menganggapmu sebagai adikku jika kau tidak ikut denganku." Ancaman yang membuat Safaa menuruti perintah Zayn.

"Kau sangat bodoh dalam urusan menyetir. Kenapa kau yang mengalami luka ringan? Kenapa tidak kau saja yang berada di dalam sana?!" Ucap Zayn kepada Frank -supir keluarga nya- yang terlihat hanya ada luka kecil di pipinya.

"Maaf Tuan Zayn. Aku--"

Zayn memotong ucapan Frank, membuat Frank terdiam dengan rasa takut yang menjulur di seluruh tubuhnya.

"Kau apa? Apakah maaf mu itu bisa mengeluarkan mereka dari ruangan menyeramkan itu dengan keadaan selamat tanpa luka apapun? Apa yang kau lakukan Frank? Kau mengantuk?" Tanya Zayn dengan nada frustasinya membuat rasa takut itu bertambah.

Sedangkan Safaa hanya diam menatap Zayn yang mengeluarkan amarahnya kepada Frank karena mencelakakan keluarganya.

Beberapa saat kemudian, sang dokter pun keluar dengan wajah yang tak kalah paniknya dari wajah Zayn.

"Mr.Malik kehilangan banyak darah, Mrs.Malik kepalanya terbentur dan juga banyak darah yang keluar darinya, dan Doniya kami tidak tau kelanjutan pada dirinya. Aku permisi." Ucap dokter itu kepada Zayn karena wajah dirinya sangat mirip denan Yaser dan membuat dokter tersebut cepat menebak bahwa Zayn adalah anak dari Yaser.

Dengusan putus asa Zayn lakukan.

Yang dilakukan Frank adalah memainkan ponselnya saat mengendarai mobil tersebut karena jalanan yang cukup sepi. Namun Tuhan berkata lain.

Ingin rasanya Zayn membunuh Frank atas perlakuannya, namun ia tidak mau disebut dengan sebutan "Psychopath"

"Frank, bolehkah aku meminta pertolongan kepadamu?" Tanya Zayn dan dijawab oleh sebuah anggukan.

"Ada banyak barangmu di rumahku, tolong kemasi--"

"Kau memecatku?" potong Frank dengan nada paniknya karena Ia akan sulit mendapat pekerjaan dan Ia pun sudah merasa nyaman di rumah Zayn.

Zayn menggeleng dan menarik baju yang Frank kenakan agar mulutnya berpapasan dengan telinga Frank.

"Aku tidak akan membiarkan seorang pembunuh di rumahku," bisik Zayn.

"Aku bukan seorang pem--"

"Kau hampir membunuh keluargaku!" Teriak Zayn dengan tangan yang mendorong dada Frank.

Amarah menguasai diri Zayn saat ini.

"Zayn tahan amarahmu," ucap Waliyha saat melihat tangan Zayn yang hampir saja melayang ke pipi Frank.

Suara langkah kaki terdengar di lorong rumah sakit yang bisa terbilang sepi dikarenakan para pasien yang diwajibkan masuk ke dalam kamarnya.

Barbara dan Niall.

Dengan cepat, Barbara langsung memeluk Zayn sangat erat ketika melihat kondisi Zayn yang sudah kacau.

"Semua akan baik-baik saja. Jangan lemah Zayn, berdoa kepada Tuhan untuk kesembuhan keluargamu." Bisik Barbara dan dijawab oleh anggukan dari Zayn.

Pelukan dari Barbara sama sekali tidak dibalas oleh Zayn dan itu pun tidak membuat Barbara kecewa.

"Terimakasih."

"Zayn, aku turut prihatin." ucap Niall.

Zayn mengangguk kemudian melepaskan pelukan Barbara untuk melihat keadaan tiga orang yang sangat dicintainya.

Friendzone • niall hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang