DUA PULUH - Naya

11.3K 1.2K 291
                                    

Typo everywhere karena nggak dicek ulang. Hope u like it:)

***

Jam istirahat pertama sudah nyaris berakhir tapi sepasang kaki milik Nigel masih menyusuri jalan berkonblok yang berarah menuju kantin sekolah. Setelah selesai dengan materi matematika yang ia siapkan untuk mengajar di kelas sebelas setelah ini, Nigel berencana untuk mengisi perutnya di kantin karena dia belum sarapan.

Di sampingnya pula, Fajar, lelaki yang sudah ia kenal nyaris enam tahun sejak duduk di bangku SMA itu masih sibuk cengar-cengir. Membalas sapaan beberapa siswa. Terutama jika yang menyapa perempuan. Nigel hanya bisa menggelengkan kepala, tidak heran karena Fajar memang seperti itu.

"Lo genit amat, dah!"

"Apaan?" tanya Fajar reflek menoleh dan cengirannya menghilang.

Nigel terkekeh seraya menggelengkan kepalanya sekali lagi, "Gue bilang lo genit amat."

Fajar lalu tersenyum dan menghela napas sebagai permulaan sebelum ia menjawab, "Ya usaha mah kan gapapa, bro."

"Iya dah," kata Nigel mengakhiri perdebatan mereka setelah kaki kanan Fajar menapak lebih dulu di lantai kantin. "Makan apa ya, Jar?"

Fajar menoleh lagi," Gue pengen makaaaan– mi ayam tapi pake gorengan."

"Mana nyambung, goblok." Nigel tertawa, entah apa lucunya. Tapi yang jelas ia ingin tertawa.

"FAHMI JANGAN BEGITU ELAH!" teriakan dari sudut lain kantin membuat Nigel yang masih sibuk memilih menu langsung memalingkan wajah, dan begitu matanya menangkap sosok perempuan dengan rambut hitam yang tergerai itu, senyuman Nigel merekah. "FAHMI SEPATU GUE AMBILIN DULU!"

"Ambil sendiri lah, jangan manja," balas Fahmi bercanda seraya tersenyum. Sementara Naya sibuk menggoyang-goyangkan bahu lelaki itu seraya memohon.

"Nig, pesen apa lo?" tanya Fajar begitu melihat temannya sibuk menatap ke arah lain. Setelah sekian detik menunggu dah belum mendapat jawaban, Fajar memutuskan memanggil lagi, "Woi, Nig!"

"Hah?!"

"Lo mau apa?"

"Mau Naya," sahut Nigel spontan.

"Sinting apa gimana lo?" tanya Fajar sambil tertawa. "Maksud gue, mau makan apa, budek?"

"A– apa aja. Samain kayak lo."

"Oke." Fajar lalu bangkit berdiri menghampiri Ibu Sri penjual mi ayam di kantin utama SMA Wijaya Kusuma. Sementara Nigel sibuk menatap seorang siswi yang sepatunya disangkutkan pada dahan pohon oleh teman lelakinya.

"Fahmi ambilin," rengeknya sekali lagi membuat Nigel buru-buru berdiri dan berniat menghampiri perempuan beriris mata hitam itu.

"Nig, Ega sama Siska pesenin sekalian apa enggak?"

"Hah?" Nigel menoleh karena di detik yang sama Fajar memanggilnya. "Iya, iya udah. Terserah."

"Yaudah sekalian." Nigel mengangguk cepat sebelum berjalan ke arah siswi yang sedang berusaha menjangkau benda warna putih itu. "Naya?" panggilnya kemudian membuat beberapa siswa menoleh ke sumber suara.

"Eh– iya, Pak?"

"Kamu ngapain?"

Naya berhenti berusaha, ia mengabaikan kondisi kaki kanannya yang hanya dilapori kaos kaki warna kuning. "Anu– mau ambil sepatu,"

"Saya aja yang ambilin," kata Nigel seraya tersenyum dan dengan sedikit berjinjit, lelaki berusia duapuluh satu tahun itu berhasil meraih sepatu milik Naya yang tadinya bertengger di atas dahan pohon.

StardustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang