DUA PULUH DUA - Naya

14.6K 1.2K 315
                                        

Reza mengelap keringatnya dengan handuk kecil yang sudah ia bawa dari rumah. Lagi-lagi anak laki-laki itu harus pulang mendahului di sekolah karena ia dan teman-teman satu timnya dalam eskul futsal putra harus latihan untuk turnamen bulan depan.

"Kata Fahmi abis ini kumpul dulu, Za!" Suara Pamor terdengar setelah ia menutup botol minumnya dan mulai mengibas-ngibaskan tangan di depan leher.

Reza menoleh otomatis, "Ape?"

"Lu cakep cakep kok budi, sih?"

"Apaan budi?" tanya Reza.

"Budek dikit."

"Bangke," sahut lelaki itu sambil mengacungkan jari tengahnya.

Pamor lalu terkekeh sebelum bicara lagi. "Abis ini ngumpul. Jangan langsung mencar."

"Mau ngapain emang?"

"Gatau si Fahmi." Reza mengangguk lemah. Kemudian ia menyambar tas kecilnya untuk mengambil kaos bersih dan berniat mengganti jersey nya yang sudah penuh keringat dengan kain warna hitam polos itu. Setelah kaosnya ia dapat, Reza masih sibuk mengobrak-abrik isi tasnya seperti mencari sesuatu yang tak kunjung ia dapatkan.

"Nyari apa?"

"Minum," sahut yang ditanya tanpa menoleh barang sedikit. "Ketinggalan apa gimana ya?" sambungnya lebih kepada berbicara dengan diri sendiri.

"Nggak ada?"

"Iya nih nggak– lah? Lo ngapain dah di sini?" Reza tanpa sadar membelokkan arah pembiaraan saat tahu bahwa sejak tadi yang mengajaknya bicara bukan Pamor lagi.

Saras tersenyum simpul. Lalu tangannya mengulurkan sebotol air mineral yang tadi ia beli di jalan untuk dirinya sendiri. Tapi karena merasa Reza saat ini lebih membutuhkannya, gadis itu ingin berbaik hati. "Nih."

Reza menerima botol bening berisi air itu dengan senang hati. "Gue abisin ya? Aus banget."

"Iya, abisin aja." Setelah pemiliknya setuju, Reza tanpa basa basi membuka tutup yang masih tersegel itu dan mulai meneguk air di dalam botolnya. "Pelan-pelan, Za."

Reza meneguk air terakhir di dalam mulutnya sebelum menutup botol yang isinya tinggal seperempat itu kembali. Lalu cowok yang hari ini rambut bagian atasnya dikuncir itu menatap perempuan dengan jaket warna hitam itu lagi. "Makasih ya, Ras."

"Sama-sama."

Reza tersenyum sekilas sebelum meraih tasnya dan bangkit berdiri. "Ngomong-ngomong lo kok bisa di sini, dah?"

"I– iya, tadi gue ke rumah tapi kata Mbak lo lagi futsal."

"Lo ngapain ke rumah?" Alis mata Reza mengernyit. Lalu tangannya merogoh ponsel yang sejak tadi ia letakkan di dalam jaket abu-abu miliknya.

"Mau ketemu sama lo. Ada yang–"

"Bentar ya, gue ngabarin Naya dulu."

Saras mengangguk. Ia dan Reza berjalan beriringan menuju bangku panjang di pinggiran lapangan futsal. Saras menatap lurus kedepan sementara Reza sibuk mengetikkan sesuatu di layar HP nya. Dan jika sesuai dengan perkataan Reza barusan, Saras sudah jelas tahu, akan dikirim kepada siapa nantinya pesan yang sedang diketik oleh Reza itu.

"Lo– sama Naya pacaran?" tanya Saras ragu-ragu. Reza tersenyum, kemudian mengangguk tanpa mengalihkan tatapannya. "Beneran?"

"Emang kenapa?"

"Kok bisa?" tanyanya lagi.

"Pertanyaan lo apaan dah." Reza terkekeh. "Bisa aja lah. Orang sama-sama mau."

StardustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang