Naya berlari menyusuri lorong sekolah untuk menuju tangga menuju lantai atas dan mendatangi koridor kelas sepuluh. Pikirannya begitu kalut. Ia tidak bisa berpikir jernih sejak tiga menit lalu Arin mengatakan bahwa Reza terlibat perkelahian dengan anak kelas sebelas yang tidak dia ketahui namanya.
"Aduh," Naya mengaduh saat tiba-tiba ia nyaris jatuh terhuyung karena terpeleset di lantai depan kelas X.A yang sepertinya baru saja dipel oleh cleaning service sekolah. Setelah tubuhnya kembali seimbang, ia lalu segera berlari menuju pintu kelas X.D yang sudah dikerumuni banyak orang.
"Sikaaaat!" teriak Fahmi heboh di depan pintu kelas sambil menepuk-nepukkan tangan. "Kenain lagi, Za! Mantaaaap!"
"Awas, awas!" Naya yang baru tiba langsung menelusup menembus kerumunan, lalu matanya terbelalak sempurna saat melihat Reza dan Egar terlibat perkelahian sengit. Pelipis dan hidung Egar terus mengeluarkan darah, wajahnya babak belur. Tak jauh berbeda dari wajah Reza, pipinya lebam dan sudut kiri bibirnya berdarah.
"REZA!" teriak Naya panik sambil berlari ke arah dua anak lelaki yang sedang dikuasai emosi. Tangan Naya berusaha menarik baju seragam Reza yang sengaja tidak ia masukkan ke dalam celana seragam. Dan didetik selanjutnya, dua orang anak kelas dua belas yang sejak tadi menonton ikut memegangi bahu Egar supaya anak kelas sebelas itu menjaga jarak dari Reza, adik kelasnya.
"Sini lo!" tantang Egar dengan dada yang ia condongkan ke depan. Reza reflek melangkah maju dan tendangannya telak mengenai dada Egar tanpa tedeng aling-aling.
"REZA UDAH!" teriak Naya frustasi, tangannya yang basah oleh keringat tadi sempat terlepas dari baju Reza yang ia genggam. Tapi begitu tendangan itu mengenai Egar, Naya menghambur dan medekap tubuh anak lelaki yang sudah ia kenal belasan tahun lamanya itu.
"Dia bangsat!" kata Reza pada Naya dengan suara yang lantang.
"Iya udah! Gue bilang udah!"
"GUE NGGAK SUKA LO NGOMONG GITU SOAL ALIVYA!" bentakan Reza kepada Egar mendiamkan seisi kelas X D tapi tidak lama. Karena selanjutnya, suara sepatu pantofel milik Pak Heru dan Bu Endang langsung menyita seluruh tatapan siswa yang sedang berkerumun.
Nama Alivya langsung membuat Naya mencari gadis yang namanya disebut oleh cowok yang lengannya sedang ia pegangi erat-erat. Mata Naya berhenti bergerak saat menemukan seorang gadis yang sibuk menangis di bangku terbelakang kelas dan dikerumuni oleh 3 anak perempuan lainnya yang sepertinya berusaha menenangkan.
Reza diam. Dadanya naik turun mengatur gejolak emosi yang meletup-letup entah karena apa. Tatapannya tetap terpancang pada Egar.
"Ada apa ini?!" Suara Bu Endang ketika ia sampai di bingkai pintu membuat tatapan Naya pada Alivya terputus begitu saja, bola mata dua guru kesiswaan itu langsung terbelalak sempurna mendapati dua siswanya dalam keadaan babak belur.
"Reza, Egar! Ikut saya ke ruang BK!" kata Pak Heru tegas memberi titah.
***
Reza tahu. Naya jelas khawatir, dan dia tahu, perempuan yang berusia dua tahun lebih tua darinya itu pasti marah karena ia membuat onar di sekolah sekarang. Karena itu, tadi setelah urusannya di ruang BK selesai, Reza berinisiatif langsung pergi ke kantin dan membelikan Naya Indomilk rasa melon kesukaan perempuan itu.
"Nay, Nay!" panggil Reza begitu melihat Naya keluar dari kelasnya di lantai paling bawah sekolah. Sementara Reza sendiri masih berada di lantai tiga karena dia masih kelas sepuluh. "Naya!"
Yang dipanggil mengadahkan kepala sampai matanya sedikit menyipit. Menghalau sinar matahari yang berusaha menembus kornea mata. Lalu, mata Naya bertemu dengan mata Reza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stardust
أدب المراهقين#21 in Teen Fiction (31/01/2018) "Apapun akhir cerita yang kita punya, bagaimanapun akhir yang kita ciptakan nanti, aku ingin kamu tahu satu hal. Tidak semua pertanyaan mempunyai jawaban. Dan kita, mungkin adalah salah satu diantaranya," kata Naya s...