Putar mulmed sepanjang baca part ini yaaa!
***
Gedung berlantai tiga dengan tembok yang di dominasi warna hijau dan putih itu sudah terlihat sepi saat Reza memarkirkan motornya di parkiran. Naya masih diam di jok belakang. Enggan turun karena dirinya merasa sedang buru-buru. Sedangkan Reza terlihat lebih tenang.
"Ayo turun," kata Reza sedikit menoleh ke belakang. Mengisyaratkan perempuan yang masih membonceng di motornya untuk turun.
"Nggak mau,"
"Idih," Reza menolehkan kepala seraya melepas helm yang ia pakai. Setelah itu dia menyetandarkan motornya. "Kalo lo nggak turun-turun nanti kita tambah lama ke Sekar nya!"
Yap. Bukan tanpa alasan Naya tidak mau turun dari kendaraan roda dua itu. Anak perempuan yang saat ini masih memakai helm sambil memasang tampang khawatir itu sangat tidak mengerti dengan apa yang ada di dalam kepala Reza. Saat Sekar sedang kecelakaan dan entah bagaimana keadaannya, Reza justru membawanya ke gedung sekolah dengan alasan mengambil barang milik Pamor yang tertinggal.
"Nay, ck!"
"Ih yaudah turun sendiri aja sono buruan!" Naya mendorong punggung Reza pelan menyuruh lelaki itu pergi saja meninggalkannya di parkiran.
"Lah, ya sama lo lah!"
"Gue nunggu di sini," balasnya. "Udah sono ah cepetan."
"Nggak, ayo sih ikut!" Reza kemudian memutuskan turun dari motor, menyisakan Naya yang masih setia menangkring di atas jok. Lalu tangannya bergerak melepas pengait helm yang di pakai Naya sebelum melepas pelindung kepala itu dari si perempuan. "Kalo nggak turun gue gendong!"
"Gendong aja kalo kuat."
"Nay,"
"Apa? Udah sana ah!"
"Satu?" ancam Reza tidak main-main. Matanya menatap Naya tanpa berkedip sedangkan yang ditatap pura-pura tidak peduli. "Dua?" Tangan anak lelaki itu sudah melingkari pinggang Naya bersiap mengangkat tubuh cewek itu dari tempatnya.
"Ish, iya iya!" Naya akhirnya meraih tangan Reza yang sudah terulur untuk membantunya turun. "Awas kalo lama!" tambah Naya yang dengan setengah hati menyamakan langkah dengan Reza yang tadi berada beberapa senti lebih depan.
Wajar kalau suasana sekolah sudah sesepi ini. Bel pulang sudah berbunyi nyaris dua jam yang lalu. Lorong sekolah yang sudah lengang langsung menjadi pemandangan sepanjang mata memandang. Yang terdengar hanya sahutan dua pasang kaki milik Reza dan Naya.
"Sepi amat, serem," kata Naya pelan sambil terus berjalan. Sementara Reza kini berada satu langkah di belakangnya.
"Kenapa?" tanya yang lelaki sambil memajukan tubuhnya.
"Serem," ulang Naya. "Lagian tumben amat sepi, yang eskul pada kemana coba?"
"Lah mana gue tau,"
"Ngambil barangnya di mana?"
"Di– apa tuh namanya–" Reza menggaruk bagian belakang kepalanya. Ia berusaha memikirkan jawaban yang tepat.
Naya menoleh ke belakang sekilas, sebelum kembali bicara, "Ya apa? Malah nanya sama gue."
"Udah ikut aja!"
"Iyaa kemana?"
"Perpus perpus!" kata Reza cepat. Lalu dua remaja berseragam putih abu-abu itu melangkah menuju gedung Perpustakaan yang artinya mereka harus melewati lorong kelas dua belas dan lapangan utama sekolah.
Naya masih tidak sadar bahwa apa yang ia dan Reza lakukan sekarang adalah bagian dari sebuah rencana. Sampai matanya menatap lurus ke ujung lapangan dan langkah anak perempuan itu sontak terhenti.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stardust
Novela Juvenil#21 in Teen Fiction (31/01/2018) "Apapun akhir cerita yang kita punya, bagaimanapun akhir yang kita ciptakan nanti, aku ingin kamu tahu satu hal. Tidak semua pertanyaan mempunyai jawaban. Dan kita, mungkin adalah salah satu diantaranya," kata Naya s...