"ANJIR ANJIR!" Suara Alivya yang langsung menghambur ke arah meja Reza membuat anak lelaki yang sibuk memutar penggaris besi milik Elva diatas meja menjadi mengalihkan tatapan.
"Ngapain lo?" tanya Reza seraya menoleh sekilas ke arah perempuan yang hari ini memakai tas warna putihnya itu. "Baru dateng udah kayak kebakaran pantat."
"LO PASTI NGGAK TAU KAN?!"
"Apaan?" tanya Pamor yang langsung ikut bergabung setelah melihat Alivya dengan suaranya yang gembira di samping meja tempat ia dan Reza duduk.
"GUA CHATAN DONG SAMA ANU,"
"Kang Adum?"
"Kang Adum pala lu," sahut Alivya sekenanya. Lalu anak perempuan itu mengeluarkan ponselnya dari saku jaket dan menunjukkannya pada Reza dan Pamor. Mata dua anak lelaki itu langsung tertuju pada kolom obrolan teratas.
Fahmi Andrean
"Fahmi?" Pamor menatap Reza dan Alivya bergantian. "Yang kapten basket? Eh kok basket. Futsal?"
"Iyalaaaaah!"
"Halah songong," kata Reza sambil terkekeh. "Sekarang masih chat ga?" tanyanya kemudian.
Alivya menghela napas, "kaga anjir. Terakhir tadi malem."
"Lo chat nya malem doang?" Pamor ikut bertanya perihal kedekatan teman sekelasnya dengan anak kelas dua belas itu.
"Iya."
"YAH!" kata Reza sambil menepukkan dua telapak tangannya keudara sambil tertawa hingga pipinya mengembang. "ITU MAH DIA ENGAS!"
"Ye. Emangnya elo!" elak Alivya walaupun sejujurnya dia membetulkan ucapan Reza barusan.
"Apaan oi engas engas?" sahut Elva dari arah depan kelas dan langsung ikut bergabung.
"Elva kupingnga kalo ada yang bahas jorok cepat dan tanggap, ya," ledek Pamor. Kemudian tangannya menjulur mengacak rambut perempuan yang sedikit lebih tinggi daripada Alivya itu.
"Weh si Pur, si Pur!" bisik Reza heboh ketika perempuan bernama Tia Purnamasari itu baru tiba di dalam kelas. "Ledekin, ledekin, Mor!"
"HEY! TUKANG OJEK TOLONG ANTERIN SAYA KE JALAN RAWA BEBEK–."
"Bacot ih!" sambar Tia kesal namanya selalu menjadi bahan olokan dua cowok kurang belaian itu. Dimatanya, Reza dan Pamor adalah dua spesies langka nan menyebalkan yang harus dijauhi.
"Pur, kok lu sekolah?" tanya Reza memasang wajah polos.
"Hah? Kenapa emang?"
"Nggak ngojek?"
"Anjir."
"Diemin aja, Pur," celetuk Alivya yang masih berdiri di samping meja Reza. Sementara Elva sudah berpindah ke mejanya sendiri setelah rambutnya menjadi korban acakan Pamor. "Emang susah kalo sekelas sama titisan Dajjal."
"Apa lo, dakocan," timpal Reza dalam konteks bercanda. "Awas, jas lab lu ilang ntar!"
"IH AWAS LO KALO NGUMPETIN JAS LAB GUE!"
"Weh, hari ini praktek biologi, ya?" tanya Pamor menyela Reza yang nyaris menimpali. Sementara Herman dan Andika yang duduk tenang di meja belakang langsung mengiyakan pertanyaan Pamor.
"Lo berdua pasti lupa bawa bahan praktek, kan?" tebak Alivya yang sudah bergerak menjauh dan menuju mejanya sendiri dan mulai melepaskan jaket yang tadi ia pakai.
"Prakteknya menanam kecambah mulu. Kapan ada praktek reproduksi?" Reza mengela napasnya, pura-pura merasa kecewa atas apa yang barusaja ia ucapkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Stardust
Teen Fiction#21 in Teen Fiction (31/01/2018) "Apapun akhir cerita yang kita punya, bagaimanapun akhir yang kita ciptakan nanti, aku ingin kamu tahu satu hal. Tidak semua pertanyaan mempunyai jawaban. Dan kita, mungkin adalah salah satu diantaranya," kata Naya s...