Enam

1.8K 65 3
                                    

"Berlin, cepet sayang," teriak Citra dari depan pintu kamar Berlin.

Berlin hanya berdecak sebal, sementara ia sedang memakai jaket hoodienya itu.

Hari ini dia akan diajak Citra menuju salah satu butik teman Citra di kota Bogor untuk mencari gaun pengantin yang akan dipakai di akadnya nanti.

Berlin melangkahkan kakinya dengan malas menuju pintu kamarnya. Selang tak begitu lama ia membuka kunci pintu kamarnya dan terdengar langsung suara pintu kamarnya terbuka.

"Astaga nak, kamu itu bakal ketemu calon suamimu nanti disana! Masa pake pakaian begini banget sih!" komentar Citra sembari menarik-narik jaket hoodie yang di pakainya itu.

Berlin hanya membuang napasnya kasar. Salah terus gue mah.

Bayangkan ia hanya mengenakan jaket hoodie berwarna putih, lalu mengenakan jeans hitam yang di bagian dengkulnya sedikit sobek-sobek, lalu tidak lupa dengan sneakers hitam miliknya.

"Ayolah Bun, emang Berlin harus kayak apa lagi Bun?" Berlin berdecak sebal.

"Ya pake pakaian yang kayak bener-bener layaknya kamu ini wanita sih, gak kayak begini juga, 'kan kamu mau sekalian ketemuan sama calon suami kamu," Citra hanya mendenguskan pelan napasnya.

"Tapi Berlin gak nganggep dia calon suami Berlin," Berlin melangkahkan kakinya meninggalkan Citra yang masih terdiam di depan pintu kamar. "Kayak begini, atau gak jalan sama sekali," lanjutnya.

Citra menghela napasnya pelan. Ada anak mau nikah begitu ya.

* * *

Bara sudah menunggu kurang lebih 1 jam di depan butik tempat ia berjanjian dengan Citra.

Bara menghela napasnya pelan, berapa lama waktu lagi yang harus ia buang? Sementara anak-anak pesantren pasti sudah menunggu kehadirannya.

Tak lama honda civic berwarna metalic datang dan terparkir di depan butik. Bara terus memandangnya sampai pengendara tersebut keluar dari mobil itu.

"Nah tuh dia, dateng juga," kata Bara sembari berdiri.

Wanita paruh baya yang baru keluar dari mobil tersebut melambaikan tangannya ke Bara, dan Bara membalasnya hanya dengan senyuman dan anggukan kecil saja.

Tak lama dari kursi penumpang keluar wanita yang di pandangannya masih berkisaran tidak jauh berbeda umurnya sekarang dengan dirinya.

Ia sempat menerka-nerka siapakah gadis itu? Kalau dilihat dari penampilannya dia rasa wanita itu wanita yang tangguh dan terkesan, mengerikan.

Tak sempat berpikir lebih jauh lagi wanita paruh baya itu sudah berada di depannya, sementara wanita muda tadi itu juga sudah berada di belakang tidak jauh dari wanita paruh baya tersebut.

"Assalamualaikum, Bara 'kan ya?" sapa Citra.

"Waalaikumsallam, iya Ibu, saya Bara," balas Bara sembari mencium punggung tangan Citra.

Sementara Berlin hanya membuang muka dan terkesan malas melihat wajah Bara, atau terkesan cuek.

Bara hanya memandang Berlin dengan tatapan yang penuh dengan pertanyaan.

"Panggil Bunda aja sayang," kata Citra ramah. "Oh iya ini anak Bunda, Berlin," kata Citra memperkenalkan Berlin. "Dia itu, calon istri kamu," lanjutnya berbisik pada Bara.

My Bad WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang