Lima

1.9K 68 7
                                    

"Lo dimana? Cepetan ke rumah gue, Tas!" Umpat Berlin memaki-maki ponselnya.

"Gue lagi di jalan cantik, sabar ya sayang," kata Tasya di sebrang sana.

"Ah lama banget tau gak, cepetan!" Kata Berlin membanting tubuhnya ke kasur.

"Okey, dikit lagi gue sampe kok," kata Tasya lembut.

"Basi! Lama banget," umpat Berlin yang sehabis itu mematikan sambungannya secara sepihak.

Berlin hanya mengambil bantal yang tak jauh dari dirinya lalu menutup mukanya dengan bantal.

"Arghhh!" Berlin menggeram kesal.

Dua minggu sudah berlalu, kini hanya tinggal satu minggu lagi dia akan segera menikah dengan lelaki yang tak pernah sempat terbayangkan oleh dirinya sama sekali.

Pikirannya sudah bercabang, akankah pernikahan ini membuat dirinya bahagia? Setidaknya pernikahan ini bisa membuat Bunda dan Ayah bahagia, pikirnya.

Apa beberapa bulan kemudian gue minta cerai aja? Batinnya bertanya-tanya.

Berlin melempar bantalnya asal dan duduk di tepi ranjang. Ia mengusap wajahnya kasar berulang kali.

Gak boleh! Ini pernikahan Lin, lo udah janji sama diri lo sendiri gak akan pernah mempermainkan soal pernikahan!

Terus gue harus apa doong?

Apa gue kawin lari aja?

Oh god, gue bodoh banget, kawin lari sama siapa coba? Pacar pun gue gak punya. Jangankan pacar Lin, calon pacar pun lo gak punya! Astagaaa!

Tok! Tokk!

"Siapa lagi elah!" Gumam Berlin. "MASUK WOY! GAK DI KUNCI, GUE MALES NGEBUKAIN. GAK USAH MANJA DEH!" Teriak Berlin.

Tak lama pintu kamarnya terbuka dan menampilkan sosok seorang Tasya dengan muka cengengesannya yang tampak seperti tidak mempunyai dosa sedikitpun.

"HEY YOO! DO YOU MISS ME?" Teriak Tasya.

"Please, gue gak budeg ya, Tas," kata Berlin membuang mukanya kesal.

"Gue kangen lo tau gak Lin. Peluk gue kek, apa kek," kata Tasya menghampiri Berlin. "Gak romantis banget sih! Udah mau nikah juga!" Tasya berdecak sebal.

"Terus kalo gue mau nikah kenapa?" Tanya Berlin menaikan alisnya sebelah.

"Ya lo kan nanti tinggal di pondok pasti, ya gue bakal jarang kesana mungkin, atau malah gak akan pernah," kata Tasya pelan lalu duduk tepat di sebelah Berlin.

"Ah shit! Gue udah lupa soal perihal itu dan lo ingetin gue lagi, kambing tau gak lo!" Kata Berlin memutar kedua bola matanya malas. "Kenapa gak akan pernah?" Tanya Berlin menatap Tasya.

"Ya kali gak boleh gitu sama CALON SUAMI lo itu," kata Tasya menekan kalimat 'calon suami' itu.

"Biasa dong!" Berlin berdecak sebal. "Gue bunuh tuh orang kalo sampe lo gak boleh dateng," kata Berlin cepat.

"Gila, lo emang keren Lin! Kalo mau bunuh suami lo nanti ajak-ajak gue ya?" Kata Tasya semangat.

"SARAP APA LO?!" Teriak Berlin yang langsung berdiri. "Gila aja gue bunuh suami gue nanti, gue gak sekejam itu ya, Tasya," Berlin berdecak sebal.

My Bad WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang