"Kalo disana itu apa?" Tanya Berlin penasaran saat melihat bangunan dari kayu agar menambah kesan klasik.
"Disana itu tempat asrama wanitanya," jelas Bara sambil berjalan pelan disamping Berlin.
Berlin hanya ber-ohh ria.
Mereka terus berjalan pelan di jalan setapak diatanra taman. Pemandangan disini masih benar-benar asri.
"Boleh kita kesana?" Tanya Berlin.
"Kemana?" Tanya Bara bingung.
"Kesana, asrama wanita," jelasnya sambil memutarkan kedua bola matanya malas.
"Kan aku cowok," jelas Bara.
"Jadi gak boleh, gitu?" Tanya Berlin.
"Iya ngga lah, cantik-cantik masa bego," kata Bara menyeringai.
Berlin membulatkan matanya kesal. "Bego, tapi dinikahin," gerutu Berlin. "Berarti situ juga bego dong," kata Berlin mepercepat langkahnya meninggalkan Bara.
"Ya ngga lah, aku gak bego," kata Bara sedikit keras membuat Berlin berhenti dan berbalik menatap dirinya.
"Ya kalo aku bego, siapa yang bakal nuntun kamu ke jalan yang lebih baik?" Tanya Bara mengangkat sebelah alisnya. "Terus, kalo aku bego, aku gak akan milih perempuan secantik kamu buat jadi pasangan hidup aku," lanjutnya diikuti senyum manisnya.
"Gombal lo! Gak baper gue," kata Berlin berbohong dan langsung berjalan cepat meninggalkan Bara.
Pipi Berlin terasa sangat panas. Merah merona jelas terlihat dipipi miliknya.
Bara juga mempercepat langkahnya mengejar Berlin.
Bara menarik tangan Berlin hingga membuat Berlin berhenti.
"Ih lepas gak!" Kata Berlin membuang padangannya tidak ingin melihat Bara.
"Itu pipi tolong dikondisikan ya," kata Bara menggoda.
Berlin mencoba melepaskan genggaman Bara, namun hasilnya nihil, tenaganya tidak sekuat Bara.
"Apa, pipi gue gak kenapa-kenapa," kata Berlin menatap balik Bara.
"Bandel ya, ngomongnya pake gue-guean lagi," kata Bara sambil menyubit hidung mungil Berlin.
"Sakit tau gak," kata Berlin membuang mukanya dan mengelus pelan hidungnya dengan tangan yang tidak di genggam oleh Bara.
"Ya udah iya, aku minta maaf," kata Bara sambil mengelus kepala Berlin.
"Tapi gu--aku masih kesel," kata Berlin memajukan bibirnya cemberut.
"Ya udah deh, aku bakal ngajak kamu ke tempat favorit aku kalo aku lagi disini," kata Bara menatap manik mata Berlin.
"Ya udah, ayo," kata Berlin jata Berlin berjalan lebih dahulu saat Bara melepas tangan Berlin.
Berlin berhenti dan berbalik menatap Bara. "Ayo! Kok malah jadi patung disitu?" Kata Berlin.
Bara berjalan mendekati Berlin. Ia mengambil tangan Berlin dengan kedua tangannya.
Setelah itu, bara menggengam tangan Berlin dengan sangat erat. "Nah begini dong, ayo!" Titah Bara berjalan sambil menggengam tangan Berlin.
Berlin diam seribu bahasa. Ia hanya melihat ke tangannya yang sudah di genggam erat oleh Bara.
Ia berbohong apabila jantungnya tidak berdegup kencang. Ia sungguh benci akan hal ini, namun di satu sisi, ia menikmati segala perlakuan yang diberikan Bara padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Bad Wife
Spiritual[Spiritual - Romance] Mungkin memang kisah kita hanya berawal dari sebuah perjodohan, dimana sebuah perjodohan itu tidak terdapat celah sedikit pun untuk dapat dibatalkan. Setiap tingkah laku konyolmu seakan air yang dapat menumbuhkan setiap inci d...