Tujuh Belas

1K 32 2
                                    

HERE WE GO AGAIN~!!

* * *

Matahari sudah menampakkan wujudnya sedari tadi. Jam sudah menunjukkan pukul tujuh pagi.

Berlin sedang berada di sofa ruang keluarga. Ia sedang menonton salah satu acara stasiun televisi.

Meskipun pandangannya ke arah televisi sebenarnya pikirannya sedang berkecamuk tidak fokus memerhatikan televisi tersebut.

Pikirannya sedang beradu di kepalanya berdebat soal apa yang terjadi saat malam tadi.

Berlin mengutuk dirinya sendiri karena memberikan pertanyaan-pertanyaan bodoh semacam itu.

"Bego Berlin bego!" Kata Berlin pelan berdecak sebal.

"Lo ngapain segala harus nangisin dia sih bego," kata Berlin menggelengkan kepalanya cepat.

Berlin mengusap wajahnya kasar. "Gak lagi deh gue begini," kata Berlin memukul-mukul kepalanya pelan.

Berlin tidak tahu harus berbuat apa. Akibat insiden pertanyaan yang dilontarkannya semalam hal ini memberikan kesan sedikit canggung pada keduanya.

Berlin mengambil napasnya dalam-dalam dan membuangnya secara kasar. Hal ini dilakukan beberapa kali oleh dia dengan maksud agar dirinya dapat lebih tenang.

"Selamat pagi tuan putri," sapa Bara dari belakang Berlin.

Berlin sontak sedikit kaget karena kehadiran Bara yang datang secara tiba-tiba.

"Hobi banget buat orang kaget sih?" Berlin mencibir sebal sambil memegangi dadanya yang sedikit berdegup kencang akibat kaget.

"Ya maaf," kata Bara yang setelah itu duduk di sofa yang sama di sebelah Berlin.

"Ngapain lo deket-deket segala? Udah tau masih luas noh sofa," kata Berlin masih sedikit emosi pada Bara.

"Masih pagi udah ngomel-ngomel aja," kata Bara memutarkan kedua bola matanya. "Kamu masak apa buat sarapan hari ini?" Tanya Bara memandang Berlin.

"Ya masak aja lah sendiri sana, malah keasinan lagi nanti yang ada," kata Berlin mengeluh.

"Kok gitu?" Kata Bara heran sambil membenarkan posisi duduknya menghadap Berlin.

"Ya jadi saya harus gimana lagi toh, mas?" Kata Berlin balik memandang wajah Bara. Berlin menatapnya lekat-lekat tanpa ada sama sekali sorotan takut dari kedua bola matanya.

Mereka masih saling pandang. Bara dengan tatapan seriusnya sementara Berlin dengan tatapan seolah tidak takut dengan Bara.

Berlin mengangkat sebelah alisnya sambil tersenyum menyeringai. "Udah lah tinggal beli aja di depan rumah, nanti juga ada tukang bubur lewat pasti," kata Berlin membuang napas kasar sambil menyenderkan badannya ke sofa.

Bara membuang napas kecewa. Ia cukup kecewa pada Berlin karena wanita itu tidak membuatkannya sarapan pagi ini, padahal perutnya sudah cukup kelaparan.

"Ya udah sana kamu yang beli bubur di depan," kata Bara membuang pandangannya dan ikut menyenderkan badannya ke sofa.

"Kok Berlin yang—"

"Masih gak mau nurut?" Bara memotong perkataan Berlin.

"Iya bos iya, akan saya laksanakan segera perintah darimu," kata Berlin menyeringai dan langsung berdiri.

Berlin menyodorkan tangannya di hadapan Bara. Lelaki itu memandang tangan Berlin dan memberikan ekspresi penuh tanya.

Bara mencoba meraih tangan putih mulus tersebut namun ditepis cepat oleh Berlin.

My Bad WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang