Suara Ke-3

51 6 12
                                    

"Potong bebek angsa, angsa dikelualin. Nona minta dansa, dansa empat kali. Selong ke kili, selong ke kanan. Lalalalalalalalalalala."


Tanpa diduga, sebuah suara membuat Sherin langsung diam di tempat untuk beberapa waktu yang cukup lama. Sherin mengerjapkan matanya seperti orang bodoh. Lalu, ia langsung menolehkan kepala ke kanan dan kiri untuk mencari suara tersebut.

Di sana, lima meter jaraknya dari tempat Sherin berdiri, seorang laki-laki dengan penampilan yang mirip dengan Sherin sedang bernyanyi dengan goyangan aneh yang menyertainya. Tapi bukan itu yang membuat Sherin menjadi orang bodoh. Tapi karena suaranya yang menurut Sherin berbeda.

Laki-laki tersebut masih terus bernyanyi. Tapi kali ini dengan lagu yang berbeda. Sherin sendiri masih memperhatikan gerak mulut laki-laki tersebut. Telinganya ia pasang baik-baik karena takut melewatkan satu kata yang keluar dari mulut laki-laki itu.

Tiba-tiba, mata mereka bertubrukan. Entah apa yang terjadi, tapi salah satu dari mereka tidak ada yang ingin melepaskannya. Sherin geleng-geleng kepala tidak percaya. Ia memutuskan untuk mengalihkan pandangannya kembali ke bibir merah pucat laki-laki tersebut. Lagi-lagi laki-laki tersebut menyanyikan lagu yang berbeda.
Sependengaran Sherin, lagu yang dinyanyikan oleh laki-laki itu semuanya adalah lagu anak-anak. Sherin tertawa kecil. Sepertinya tidak masalah, karena suara laki-laki itu pun cocok dengan lagu anak-anak tersebut. Suaranya terdengar seperti anak kecil.

Sherin masih terpaku hingga sebuah suara menyentaknya.
"Sherin!"

Mampus lo, Sherin. Macan ngamuk kabur dari kebun binatang.

Dengan takut-takut, Sherin memutar badannya ke kanan. Kepalanya menunduk karena tidak berani menatap mata tajam Putra yang sudah menghujamnya.

"Lari sepuluh putaran sambil make sapu terbang. SEKARANG!"

Sherin tersentak kaget. Ia langsung menegakkan kepalanya. Matanya membulat tidak percaya. "Kok gitu?"

"Ya emang gitu."

"Emang saya salah apa, Kak?" tanya Sherin pelan.

"Tadi saya nyuruh kamu nyanyi, tapi kamu malah diem aja kayak orang blo'on. Masih nanya salah kamu apa?!" bentak Putra.

"Maaf Kak. Tadi saya enggak sengaja. Sekarang saya bakal nyanyi deh," nego Sherin.

"Gak ada kesempatan. Sekarang kamu lari sekarang!"

"Tapi--"

Suara Sherin terpotong oleh ancaman Putra. "Mau saya tambah jadi dua puluh?"

"Eng-enggak, kak."

"Ya udah. Nunggu apa lagi?"
Sherin menghembuskan napasnya. Lalu, ia menaruh sapu di antara kaki kanan dan kirinya. Tangannya memegang gagang sapu.

Ini pasti memalukan, batin Sherin pasrah.

Sherin mulai mengambil langkahnya untuk memutari lapangan yang besarnya sebejibun itu. Dengan sapu lidi yang ia jepit di antara kedua tungkai kakinya, membuat Sherin sedikit kesusahan. Tapi mau bagaimana lagi?

Satu putaran sudah Sherin lewati. Wajahnya memerah. Tapi bukan karena panasnya matahari, tapi karena ratusan pasang mata yang menatapnya dengan jeli. Karena itu, sedari tadi Sherin berlari sambil menunduk malu.

Tapi tiba-tiba Sherin teringat perkataan salah satu sahabatnya.
"Kalau udah dibuat malu, kenapa enggal malu-maluin sekalian aja?" Entah Sherin yang bodoh, polos atau apa, dia malah melakukan apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu.

SherlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang