Suara Ke-6

24 4 2
                                    

Obrolan dan canda tawa dari lima orang yang sedang duduk melingkar di taman sekolah ini terganggu karena suara dari seorang bapak berumur kepala empat yang memanggil sebuah nama.

"Sherin."

Dengan serempak, kelima orang itu menoleh, padahal kan yang dipanggil cuman satu orang.

"Eh, Pak Mis, apa kabar, Pak?" tanya Sherin sambil nyengir.
Pak Mis memutar bola matanya.

"Gak usah basa-basi. Sekarang Bapak lagi laper. Jadi Bapak mau minta hutang bubur ayam, kopi, sama coklatnya ke kamu."
Sherin membelalakkan mata.

"Kok jadi ke saya semua? Kan Shiran juga. Jadi Bapak mintanya ke Shiran lah."

"Tadi Bapak udah ketemu sama Shiran, terus katanya Bapak minta jatah makanannya ke kamu, Sher," kata Pak Mis.

"Aish, apaan sih tuh anak. Ngeselin banget. Kalo misalnya gak mau beliin makanan, gak usah sok-sokan janji. Masih ngingkar janji aja songong banget." Sherin jadi ngomel sendiri. Sementara sahabatnya yang lain malah cekikikan di belakang Sherin.

"Sabar Sher, sabar."

"Gimana bisa sabar coba. Sumpah tuh anak ngeselin banget. Pengen diceburin ke kolam piranha tau gak rasanya," ucap Sherin kesal.

"Sher, dari pada kamu marah-marah, mending sana kamu beliin Pak Mis buburnya. Kasihan noh dari tadi nungguin," kata Kiran menyarankan yang malah membuat Sherin tambah cemberut.

"Shiran lah yang harusnya beli. Aku kan cuman bilang beliin coklat doang. Sisanya tuh Shiran," kata Sherin tak terima.

Dengan tangan yang menyilang di depan dadanya, Pak Mis menatap dengan garang sosok Sherin yang sampe sekarang masih ngomel-ngomel.

"Atau kamu mau saya laporkan ke guru BK?" tanya Pak Mis pelan tapi penuh dengan ancaman.

Sherin langsung geleng-geleng kepala. "Eh jangan lah, Pak. Bisa mati saya nanti."

"Nah, ya udah kalau gitu buruan beliin saya bubur ayam sama kopinya."

"Tapi kan Pak...."

"Ruang Bk adem lho," ucap Pak Mis.

"Tapi Pak, masa harus sa--"

"Pilihannya, guru BK atau kamu beliin saya makanan," potong Pak Mis telak. Dengan begitu Sherin tidak bisa lagi membantah.

Sherin berdecak. "Ya udah deh."

Pak Mis langsung memamerkan senyum menawannya. Dengan hanya mengucapkan dua kata, Pak Mis langsung meninggalkan kelima perempuan tersebut yang salah satunya sedang mendumel kesal.

"Jangan lupa."

"Arrrgggggh. Siapapun yang namanya Shiran, pokoknya dia nyebelin. BANGET," dumel Sherin.
"Apaan tuh yang katanya janji malah ngingkar. Dasar cowok. Ngapain sih cowok kayak dia ada di dunia hah? Pengen gue tampol rasanya."

"Udah Sher," ucap Aira tak tahan lagi dengan muka Sherin yang semakin panas.

"Nanti kalau ketemu sama orangnya langsung, tabok aja. Oke?" kata Alesha, berharap semua segera berakhir. Sherin mengangguk kecil.

"Ya udah yok ke kelas," ajak Ara mendahului. Yang lain pun mengekori.

Jangan tanya bagaimana tampang Sherin saat ini. Tanpa ekspresi, datar. Bahkan pandangan matanya pun menajam. Orang-orang di sekitarnya yang melewatinya saja sampai bergidik takut.

Bad mood, mode on.

Kalau Sherin sudah sampai ngambek sebegininya, cuman ada satu hal yang bisa mengembalikkan mood Sherin.

SherlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang