Suara Ke-22

8 4 0
                                    

"Oke, Ai. Gue udah nentuin pilihan. Gue akan ngasih tau perasaan ini ke Shiran. Biarin aja responnya dia kayak gimana. Bodo amat."

Aira merespon ucapan Sherin yang tiba-tiba langsung duduk di kursi sebelahnya dengan tertawa kecil. Ia pun langsung menatap Sherin untuk mencari keyakinan dalam perkataannya tadi. Aira pun mendengus.

"Yakin? Nanti kalau ternyata Shiran gak suka sama lo gimana? Nanti nangis gak?" seru Aira, dengan sedikit ledekan.

"Yakin dong. Ngapain juga harus nangis. Idihh, gak akan terjadi," ucap Sherin, padahal mah dalam hati ia juga meyakinkan dirinya sendiri jika keputusan yang ia pilih ini adalah yang terbaik.

"Nanti kalau Shiran gak suka sama lo gimana?" tanya Aira.

"Ya gak gimana-gimana. Berarti memang itu adalah saatnya bagi gue untuk merelakan perasaan ini. Dan, kalau pun misalnya nanti dia juga suka sama gue, ya, oke. Berarti perasaanku terbalaskan, dong. Hehe"

Aira terkekeh. "Terus gimana cara lo ngasih tau Shiran?"

"Rahasia. Hehehe. Nanti aja kalau rencana gue udah terlaksana, gue bakal ngasih tahu," kekeh Sherin.

Aira menaruh tangannya di pinggang kanan dan kiri. "Oh, gitu. Sekarang mainnya rahasia-rahasiaan? Oke, fine. Gue gak papa."

Sherin tertawa melihat tingkah Aira. "Bukan gitu, Aira pacarnya Arka. Intinya, gue gak akan langsung ngasih tahu Shiran secara to the point. Dan yang pastinya, nanti bukan gue yang akan ngasih tau dia. Pasti nanti akan ada seseorang yang jadi perantaranya."

"Lho, kok gitu? Siapa orangnya?" tanya Aira penasaran.

"Gue juga gak tahu siapa yang akan jadi perantara itu."

"Lah, kalau lo gak tau, gimana lo bisa yakin kalau bakal ada yang jadi perantara perasaan lo ke Shiran?"

Sherin memutar tubuhnya 90 derajat agar bisa berhadap-hadapan dengan Aira. Kemudian tangannya ia lipat di depan dada.

"Aira, namaku tuh Sherin Putri Arsetya. Semua yang gak masuk ke dalam akal manusia, bisa jadi mungkin sama aku," kata Sherin dengan mimik serius.

Aira mendengus. Ia pun langsung menoyor dahi Sherin yang sekarang sedang tertawa terbahak-bahak setelah mengatakan kata-kata yang menggelikan. Sherin mengelus dahinya.

"Huuuu, dasar," cibir Aira. Sherin terkekeh.

Tok, tok, tok.

Aira, Sherin, dan beberapa murid yang sedang berada di kelas langsung menengok ke arah pintu. Dan di sana terlihat dengan jelas satu sosok laki-laki bertubuh sedikit kurus. Lalu ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling kelas. Tapi karena ia tidak menemukan orang yang ia cari, ia pun memutuskan untuk bertanya, dan pandangannya tertuju ke arah Aira dan Sherin yang sedang menatapnya juga.

Dan seketika, keraguan Sherin kembali muncul di permukaan setelah menatap Shiran.

"Aira, lo lihat doi lo lagi dimana gak?" tanya Shiran kepada Aira.

Aira terlihat berpikir. "Hmm, kalau lagi istirahat begini bukannya dia ada di lapangan basket? Memangnya di sana gak ada? Kan biasanya dia bareng sama yang lain," jawab Aira.

Shiran menggeleng. "Kalau ada di lapangan, gue ya gak bakal ke sini atuh. Kan lapangan basket juga gue ngelewatin."

"Ya mana gue tahu. Kalau gitu cari aja di tempat lain," ujar Aira.

"Gue udah nyari di kantin, toilet, kelas-kelas, tapi tetep aja tuh anak gak ketemu juga," lapor Shiran.

"Oh, berarti mereka lagi ada di ruang guru mungkin." Sherin ikut menyahut.

SherlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang