"Untuk tugas prakarya, Ibu akan membagi kalian menjadi beberapa kelompok. Satu kelompok terdiri dari 5 orang. Tugasnya adalah membuat miniatur bangunan. Bangunannya bebas apa saja, bahannya juga terserah mau dibuat apa. Dikumpulkan dua minggu dari sekarang. Untuk pembagian kelompok, nanti saya kasih tau ke ketua kelas," kata Bu Diar menjelaskan. "Ada yang mau bertanya?"
Semua murid kompak menggeleng.
"Ya sudah kalau tidak ada yang mau bertanya lagi. Kalau begitu kita akhiri pelajaran kita untuk hari ini ya. Assalamualaikum." Bu Diar menutup pelajarannya.
Sebelum keluar kelas, Bu Diar mengucapkan sesuatu untuk si ketua kelas.
"Mario, nanti ke ruang guru ya buat ngambil daftar kelompok."
Mario mengacungkan jempol sambil mengangguk. "Siap, Bu."
***
"Man-teman, tadi gue habis dari ruang guru. Nih, gue dikasih sama Bu Diar nama-nama kelompoknya."
Teriakan Mario yang tiba-tiba, membuat beberapa murid yang sedang menikmati waktu istirahatnya langsung menatap ke depan kelas, dimana ada Mario dengan selembar kertas di tangannya.
"Mau ditulis di papan tulis atau dibacain?" tanya Mario.
"Tulis aja, biar yang sekarang gak ada di kelas bisa tahu anggota kelompoknya," usul Kiran yang diiyakan oleh semua murid.
"Lumina, tugas lo nih sebagai sekretaris," kata Mario.
Dengan sedikit ogah-ogahan ia meraih spidol dan kertas dari tangan Mario. Lalu ia mulai menulis 35 nama anak yang ada di kertas tersebut.
"Yes! Kita sekelompok."
Langsung saja satu kelas itu ramai dengan sorakan bahagia karena sekelompok dengan teman dekatnya. Namun juga ada yang mengeluh karena mendapatkan teman sekelompok yang tidak cocok.
"Aldan, Alfa, Sherin, Aira, sini kita kumpul buat ngomongin tugasnya," kata Ara sambil menggerakkan tangannya ke atas dan bawah.
Tanpa disuruh dua kali, mereka langsung duduk melingkar di lantai.
"Jadi?" seru Sherin memulai.
"Kita mau buat miniatur apa?""Yang mudah tapi kelihatannya kayak mewah," kata Aldan.
"Gini dulu deh. Kita maunya bikin miniatur gedung, rumah, tempat wisata, candi, atau apa?" kata Aira.
Semuanya diam berpikir. Tapi mungkin karena sudah pusing dengan pelajaran-pelajaran lainnya, mereka tidak mendapatkan ide apapun.
"Ah, gue nyerah. Otak gue lagi ruwet, jadinya gak bisa mikir," keluh Sherin.
"Atau mau diomonginnya nanti malam aja? Kita bikin grup di Line. Di sana kita bahas semua," usul Aira.
"Nah, iya. Dikumpulinnya masih lama kan? Dua minggu lagi? Santuy-santuy, pasti bisa kok," seru Alfa tanpa beban.
Tentu saja hal itu mengundang tawa bagi yang lainnya."Hari Sabtu besok kalian pada bisa gak? Kita mulai bikinnya hari itu aja, biar gak terlalu buru-buru," ucap Ara yang diiyakan oleh anggota lainnya.
"Mau di rumah siapa?" tanya Sherin.Sontak yang lain langsung menunjuk ke arah Alfa. Alfa sendiri hanya bisa terbengong kaget. "Kok jadi gue, ya?"
"Rumahnya Alfa kan dekat dari sekolah. Antara kita berlima, rumahnya juga ada di tengah-tengah. Jadi adil deh. Setuju gak?"
"Setujuuu," sorak mereka kecuali Alfa. Alfa mengangguk-anggukkan pelan kepalanya pasrah.
***
Seperti yang telah direncanakan, hari Sabtu mereka akan mengerjakan tugas miniatur di rumah Alfa. Dan hari itu adalah hari ini. Jadi, setelah berpamitan dengan Mamanya, Sherin pun keluar rumah untuk menunggu ojek online yang ia pesan di sana. Tak lama kemudian, seseorang dengan jaket hijau berhenti di depan rumah Sherin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sherlan
Teen Fiction"Kisah kita memang hanyalah sebentar. Tetapi kenangan yang kamu ciptakan akan selalu terkenang untuk selamanya di hatiku." *** Berawal dari kasus Sherin yang susah move on dari Ares, membuat Sherin terpaksa mencari pelarian ke sosok laki-laki bernam...